Pagal adalah sebuah kota kecamatan yang letaknya 20 km dari Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Mayoritas penduduknya adalah petani.

Daerah ini terletak di lembah dan diapit oleh dua bukit kecil. Pagal merupakan daerah yang subur. Di sinilah, Ekopastoral Fransiskan berada. Ekopastoral adalah salah satu divisi kerja Komisi JPIC-OFM yang memberi perhatian pada upaya pelestarian lingkungan.

Pada 1999 gerakan ini mulai dirintis oleh Pastor Mike Peruhe OFM. Dan, kini ia sedang belajar di Australia. Intensi awalnya adalah untuk mencari solusi terhadap krisis moneter yang kala itu menimpa Indonesia. Karena efek dari krisis tersebut juga sampai pada masyarakat kecil.

”Tahun 1998-1999, Indonesia mengalami krisis moneter yang hebat. Begitu mahal harga yang harus dibayar oleh rakyat. Kehidupan ekonomi masyarakat menyedihkan, lebih-lebih bagi petani kecil di pedesaan,” tutur Pastor Mike.

Dalam kurun waktu yang sama, di Manggarai terjadi krisis lingkungan yang hebat. Fakta degradasi lingkungan makin serius. Produktivitas lahan pertanian rendah karena dampak penggunaan pupuk, pestisida, dan herbisida yang berlebihan.

”Di Pagal, misalnya banyak sawah tidak subur lagi. Karena itu, petani harus menggunakan pupuk yang makin banyak, sehingga biaya produksi makin meningkat, sementara hasil yang diperoleh cenderung tetap, bahkan menurun,” imbuhnya.

Kondisi seperti ini harus dilihat sebagai tantangan. Lantas, bersama beberapa saudara Fransiskan di Flores, Pastor Mike menggerakkan kaum muda untuk mulai merintis ekopastoral. Fokus utamanya adalah pengenalan dan pengembangan pola pertanian organik.

Pastor kelahiran Lembata-Flores ini menegaskan, meski awalnya gerakan ini tidak mendapat dukungan, namun ia tetap berani mengambil langkah. ”Ada target tertentu yang mau kami capai,” ujarnya.

Pastor Mike mengaku, ekopastoral pada dasarnya berdiri di atas tiga landasan ekoteologis yang dipengaruhi oleh spiritualitas Fransiskan. Pertama, memelihara dan melestarikan segenap ciptaan adalah bukti cinta dan hormat kepada Sang Pencipta.

Kedua, ciptaan adalah saudara yang memiliki nilai yang sama di hadapan sang Pencipta. Ketiga, ciptaan adalah imago Dei, jejak kaki Sang Pencipta. Karena itu, bagi Pastor Mike, opsi untuk melestarikan lingkungan hidup dimaknai sebagai mandat Sang Pencipta.

Dalam perjalanan waktu, karya ini mendapat angin segar. Dalam kurun waktu yang singkat, ekopastoral menggelar pelatihan pembuatan pupuk organik di berbagai tempat. Harapannya, agar spirit gerakan ini bisa menjangkau semakin banyak orang. Untuk itu, salah satu langkah yang ditempuh adalah pembentukan kelompok tani. Lalu, agar apa yang diperkenalkan lewat pertanian organik bisa langsung diakses oleh masyarakat, ekopastoral menyiapkan lahan contoh, berupa sawah, kebun sayur, dan hutan terpadu. Lahan-lahan ini diolah dengan sistem pertanian organik, sehingga menjadi tempat pembelajaran masyarakat.

Sumbangan Gereja

Fr Andre Bisa OFM, yang pernah setahun bekerja di ekopastoral, melihat pengaruh gerakan ini bagi Gereja di Keuskupan Ruteng. Ia melihat ekopastoral menjadi salah satu solusi strategis untuk menjawab persoalan, di mana Gereja belum menunjukkan perhatian yang cukup pada pengembangan ekonomi umat, khususnya di bidang pertanian.

Selain memperkenalkan praktik pertanian organik, ekopastoral juga melaksanakan program konservasi mata air, hutan, dan lahan kritis, pengembangan pangan lokal, daur ulang sampah, serta produksi pupuk bokasi untuk dipasarkan.

Sumber: http://www.hidupkatolik.com/2011/10/31/ekopastoral-fransiskan-memperjuangkan-kelestarian-lingkungan#sthash.3XBqtJb0.dpuf

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here