Di penghujung bulan Oktober 1986, tepatnya tanggal 27, para pemimpin agama-agama dari seluruh dunia berkumpul di Asisi atas undangan mendiang Paus Yohanes Paulus II. Mereka berkumpul untuk mendoakan kedamaian seluruh dunia. Mengapa Asisi? Asisi dipilih tak lepas dari peran St. Fransiskus Asisi yang pada abad ke-12 bersama Sultan Malik Al Kamil menginisiasi sebuah dialog, perjumpaan kehidupan di tengah berkecamuknya perang Salib yang menjijikan itu. Spirit of Asisi kini terus dilestarikan sebagai moment yang tepat untuk menilik setiap perjumpaan, setiap masalah ketidakadilan yang terus menerus berulang di atas muka bumi ini.
Para Fransiskan berusaha untuk merenungkan “semangat Asisi” ini dengan merayakannya setiap tanggal 27 dalam bulan. Pada 27 November 2015 ini, Sdr. Jhonny Dohut, OFM mengajak para saudara muda Fransiskan untuk bertutur kembali tentang kisah G30S – PKI yang pada bulan September kemarin “merayakan” Pesta Emasnya. Kisah ini hingga di usia emasnya, masih terlihat abu-abu. Sekitar 20-an saudara muda dan seorang saudari, Stela, mahasiswi STF Driyarkara, Jakarta berbincang-bincang dengan pertanyaan utama, “Mengapa hingga sekarang, upaya rekonsiliasi atas peristiwa memilukan itu belum juga tercapai?”, bertempat di aula JPIC OFM Indonesia.
Sdr. Iwan, OFM menekankan pentingnya menghidupi keutamaan-keutamaan, seperti saling memaafkan dalam rangka rekonsiliasi. Sementara Sdr. Wahyu, OFM menyoroti lemahnya kemampuanuntuk mengakui eksistensi pribadi, kelompok dan organisasi tertentu selain mendorong timbulnya konflik serupa G30S dan juga melemahkan upaya rekonsiliasi. Saudari, Stela menegaskan pentingnya mengedepankan HAM dalam rangka menguak kasus tersebut sebagai dasar untuk menyelesaikan masalah dan juga mengupayakan rekonsiliasi.
Diskusi yang berlangsung kurang lebih satu jam itu menyimpulkan bahwa, sebagai generasi muda, kita semua diajak untuk mempunyai keutamaan, terutama untuk mengampuni dalam diri. Dengan tidak mengabaikan sejarah kelam itu kita berusaha sekuat tenaga, untuk mengatakan dan berjuang bahwa hal semacam itu “Never Again” – tak akan ada lagi. Semua berharap agar kasus ini dibuka sejelas-jelasnya agar upaya rekonsiliasi itu bisa terjadi. Rekonsiliasi dengan siapa, jika kita belum tahu siapa yang melakukan kesalahan itu?
Diskusi ditutup dengan ibadat yang dipimpin oleh Sdr. Charles, OFM. Dalam pengantarnya dia mengungkapkan, “dengan merayakan “Spirit of Asisi”, sejatinya kita merayakan kemengan Allah, yang berhasil mempertobatkan Fransiskus dan Sultan, sehingga mampu berjumpa dan mengalami perjumpaan yang mendalam. Ibadat diwarnai dengan drama singkat dialog Fransiskus Asisi dengan Sultan Malik Al Kamil yang dibawakan oleh Sdr. Wahyu, OFM dan Roland, OFM. ***
Laporan Sdr. Charles, OFM, Staf JPIC OFM