Sabtu, 31 Agustus 2015, gedung Aula St. Antonius Padua- Paroki Hati Kudus-Kramat-Jakarta Pusat, dipadati oleh sekitar dua ratus orang yang datang dari berbagai paroki di Jakarta. Di tempat ini diselenggarakan seminar ensiklik terbaru dari Paus Fransiskus yaitu Laudato Si. Seminar ini diselenggrakan oleh JPIC OFM Indonesia, bekerja sama dengan seksi Lingkungan Hidup Paroki Hati Kudus Kramat dan Seksi Lingkungan Hidup Paroki St. Paskalis-Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Prof. Dr. Martin Harun OFM, penerjemah Laudato Si ke dalam Bahasa Indonesia tampil sebagai nara sumber. Diakon Desideramus Ansbi Baum OFM yang menjalani masa diakonat di Paroki Paskalis-Cempaka Putih didaulat sebagai moderator. Seminar ini juga, diramaikan oleh F-Minor Akustik Band (Band para Saudara Muda fransiskan). Kehadiran F-Minor Akustik Band ini turut memberikan bobot tersendiri bagi seminar ini. Mereka (F-Minor Akustik Band) menyuguhkan lagu-lagu yang se-spirit dengan ensiklik yang diseminarkan.
Menurut dosen emeritus STF Driyarakara yang lebih suka disapa saudura dari pada profoser atau doktor, seruan apostolik paus Fransiskus ini sangat relevan dengan situasi atau kondisi ibu bumi sekarang ini. Sehingga beliau tidak terlalu heran kalau laudato Si ini disambut dengan antusias oleh dunia international tidak hanya dalam kalangan Katolik tetapi juga oleh orang-orang dari agama lain.
Fransiskan yang sangat mumpuni dalam bidang Kitab Suci ini mengatakan bahwa dalam Laudato Si, Paus Fransiskus mengecam keras prilaku manusia dewasa ini yang mengekplotasi alam secara membabi buta; yang hanya mementingkan profit bagi segelintir orang dan mengabaikan keutuhan alam dan juga generasi yang akan datang. Paus melihat bahwa laju pertumbuhan tidak terlalu berarti apa- apa terhadap kerusakan ibu bumi. Hal yang paling berbahaya dan besar sumbangannya terhadap kerusakan alam adalah sikap dan mental manusia dewasa ini yang konsumtif.
Paus juga mengecam tindakan manusia yang berduit yang menumpuk kekayaan di bank-bank besar. Kekayaan mesti digunakan untuk membuka lapangan pekerjaan. Menumpuk kekayaan berarti mencaplok hak orang lain untuk hidup sejahtera. Kebiasaan yang sudah membudaya yaitu budya membuang seperti makanan dan juga manusia tak luput dari perhatian Paus.
Tidak hanya mengkritik, dalam Laudato Si, Paus juga menawarkan solusi-solusi yang dapat mengembalikan ibu bumi sebagai rumah yang aman bagi semuah mahluk baik yang genarasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Paus mendorong terjadi dialog dengan para saintis dan juga agama lain untuk menemukan cara-cara alternatif merawat bumi.
Untuk Kita Buat dalam Hidup

Prof. Martin Harun mengaharapkan agar apa yang didengungkan oleh Paus dalam Laudato Si tidak selesai dengan seminar siang itu tetapi dipraktikkan dalam hidup hari. Hal yang sama juga disampaikan oleh diakon Eras Baum, OFM.
“Apa yang kita bicarakan dan dengarkan bersama dalam seminar ini kiranya tidak hanya disimpan dalam kepala dan dibatinkan dalam hati tetapi kita buat dalam hidup kita masing-masing,” harap diakon yang juga bertugas di Komisi JPIC OFM-Indonesia.
Rm. Satur, OFM, pastor rekan paroki Hati Kudus Kramat menawarkan dua solusi sederhana yaitu gerakan BBM akronim dari “bawa botol minum sendiri” dan gerakan sepeda ke Gereja. Pastor yang memiliki konsen terhadap kaum muda ini melihat solusi sederhana ini turut memberikan sumbangan bagi pulihnya ibu bumi yang sedang sakit kronis ini.
Sementara Dra. M.E. Siti Pudjianti, seksi Lingkungan Hidup Paroki St. Paskalis mengaharapkan agar para peserta, setelah seminar ini, melakukan aksi-aksi nyata sehingga alam kembali ke keadaan aslinya. Ketika ditanya mengenai komentarnya terkait seminar yang baru saja berlangsung, beliau mengatakan, “Seminar ini sangat menarik dan memberikan banyak hal baru terkait cara-cara untuk merawat bumi yang sudah lama digelutinya bersama rekan-rekan Seksi Lingkungan Hidup Paroki Paskalis.”
(Sdr. Rian Safio, OFM, Calon Imam Fransiskan, sedang studi di STF Driyarkara. Tinggal di Biara St. Antonius Padua, Cempaka Putih, Jakarta Pusat).