Pastor Darmin Mbula OFM

Dr. Darmin Mbula OFM, Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik.


Masyarakat menginginkan kehadiran pemimpin alternatif, yang membawa perubahan (Kompas, 12/1/2006). Sejumlah pemimpin wanita pun muncul untuk memenuhi harapan itu. Meskipun hasil pilkada berdasarkan gender masih didominasi laki-laki, kehadiran pemimpin eksekutif dari kaum wanita, di antaranya Mirna Anisa (34 tahun), merupakan alternatif dan punya magnet tersendiri untuk pemimpin masa depan demi keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Mirna Annisa yang berpasangan dengan Masrur Masykur, dengan nomor urut 2, ditetapkan sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kendal-Jawa Tengah periode 2015-2020 oleh KPU setempat. Dalam surat keputusan KPUD Kendal No 5/Kep/KPU Kab/0120984 tahun 2015 tentang Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2015, pasangan nomor dua mendapatkan total perolehan sebanyak 289.439 suara sah. Sementara pasangan nomor satu, Widya Kandi Susanti-Muhammad Hilmi (Wali), hanya memperoleh 175.054 suara atau sebesar 37,78%.

Gaya dan cara serta karakter Mirna Anisa berkampaye cukup memikat. Ia berkunjung ke daerah yang tertinggal, terpencil, dengan infrastrukur yang buruk. Ia menyapa dan menyentuh setiap orang secara personal dengan ketulusan hati. Ia tidak banyak mengumbar janji (dusta), tetapi ia berkomitmen untuk hadir dan ada bersama rakyat kecil demi kebaikan dan kesejahteraan rakyat.

Mirna Anisa merupakan personifikasi kerinduan rakyat akan pemimpin yang humanis dan  pro rakyat kecil. Masyarakat yang selama ini tertiggal, terpencil, terjauh sungguh merindukan sebuah transformasi sosial yang berkeadilan. Lugasnya, bagi masyarakat, kepemimpinan masa depan perlu diletakkan dalam kerangka kerja konstitusional, yaitu demi kemerdekaan, keadilan sosial, dan perdamaian abadi. Dan mata hati nurani rakyat melihat itu dalam kepemimpinan wanita.

Orang orang kecil tidak perlu menunggu pencerahan para pakar berdebat tentang perspektif jender- perlu tidaknya wanita menjadi walikota/bupati/luarah/camat atau presiden. Hati nurani rakyat hanya merindukan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia di tengah persaingan globalisasi dan ASEAN Economic Community, ASEAN Political-Secuirity Community, dan ASEAN Socio-Cultural Community.

 

Selaras dengan mata hati nurani rakyat yang merindukan kepemimpinan keadilan sosial wanita, Tracy Barton (2006, Feminist Leadership) menandaskan bahwa wanita mampu mengindetifikasikan ketidakadilan sosial dan penindasan. Hal ini mengilhami wanita untuk memfasilitasi pembangunan yang berciri holistik, inklusif dan komunitarianis, partisipatoris, pemberdayaan, menghargai orang lain dan menghargai pertumbuhan serta perkembangan.

Wanita dengan visi keadilan sosial, secara individual dan kolektif mampu mentransformasi diri  untuk menggunakan kekuasaan, sumber daya, dan keterampilan dalam struktur dan proses inklusif dan bukannya penindasan. Mereka menggerakan masyarakat dengan berbagai agenda transformasi sosial, kultural, ekonomi dan politik demi keadilan sosial.

Jean Lau Chin (2007, Women and Leadership) juga meneguhkan bahwa karakteristik kepemimpinan wanita adalah merawat, memelihara kehidupan, peduli, peka dan tanggap,  kooperatif serta kolaboratif. Karakteristik itulah yang membuat para wanita pemimpin mampu mentransformasi diri demi keadilan sosial. C. S. Gringgs (1989) menyebutkan sejumlah unsur yang menonjol dalam kepemimpinan wanita antara lain kehangatan, saling pengertian, saling menguatkan, saling mendukung, mengajak tumbuh bersama, mendengarkan, empati dan saling percaya. Unsur-unsur inilah yang membuat kepemimpinan wanita mendapat dukungan dari publik. Kepemimpinan wanita lebih menghargai cara-cara yang halus, relasional, produktif, dan kerjasama demi kehidupan itu sendiri.

Kepemimpinan keadilan sosial wanita akan bertahan dan berkelanjutan jika didasarkan pada sejumlah nilai dan prinsip moral dan etis. Srilarta Batliwata (2010, Feminist Leadership for Social Transformation) menyebutkan sembilan prinsip itu;

Pertama, kesamaan dan kesederajatan serta inklusi bagi semua tanpa membeda-bedakan gender, ras, agama, usia, kemampuan, etnisitas, kelas, kasta, nasionalitas, lokasi dan orientasi seksual.

Kedua, hak asasi manusia bagi semua orang untuk mencapai potensi kepenuhan mereka sejauh tidak menghalangi, merintangi, dan menganggu hak hak asasi orang lain.

Ketiga, hak-hak asasi dari semua orang untuk makan, tempat perlindungan (rumah), kesehatan, pendidikan, dan mata pencaharian.

Keempat, rasa aman secara fisik, bebas dari kekerasan dalam bentuk apapun dan hak hak untuk memilih dalam kehidupan seksual dan reporduktif.

Kelima, damai, tanpa kekerasan melawan semua bentuk penindasan, perang dan militerisme.

Keenam, sebuah planet yang sehat dan baik, yang memberi tempat untuk pembangunan berkelanjutan, praktek praktek ramah lingkungan dalam kehidupan personal dan kelembagaan, membuat kebijakan publik yang mempromosikan pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Ketujuh, menghargai perbedaan dan kemajemukan, melawan fundamentalisme agama, sentimen etnik dan rasial.

Kedelapan, demokratis, transparan dan akuntabel serta  berpihak pada semua orang; menerapkan tatakelola yang partisipatoris, transparan dan akuntabel pada semua semua lembaga. Hak untuk informasi publik, berasosiasi, berkumpul serta mengungkapkan  pendapat dipenuhi.

Kesembilan, mengubah penggunaaan dan praktek (monopoli) kekuasaan dengan berbagi kekuasaan, konsultatif, kolektif dan pengambilan keputusan yang transparan dan akuntabel.

Kesembilan nilai dan prinsip ini kiranya dapat membantu untuk menjamin bahwa para pemimpin wanita dapat memelihara spirit kepemimpinan keadilan sosial wanita. Karena itu, ingatlah senantiasa jika masyarakat telah memilih wanita sebagai kepala daerah untuk kabupaten dan kota madya, maka masyarakat saat ini sungguh sungguh mengharapkan kepemimpinan yang berpihak kepada orang orang kecil dan terpencil demi kemakmuran dan kesejateraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Semoga para pemimpin eksekutif dari wanita berkomitmen terhadap kepemimpinan keadilan sosial wanita demi terwujudnya cita cita konstutisional, yaitu wajah NKRI yang cinta akan kemerdekaan, keadilan sosial, dan perdamaian abadi.)***

 

 

 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

2 × 5 =