Kehadiran perusahaan-perusahaan tambang di wilayah Timor khususnya di wilayah Soe semakin meresahkan masyarakat. JPIC OFM, JPIC CMF, GMIT dan beberapa lembaga lainnya mulai bersatupadu menggalang gerakan ekumenis untuk melawan koorporasi tambang yang telah lama mengobrakabrik lingkungan baik sosial maupun alamnya. Sebagaimana diberitakan Victory News (Selasa 23/02) yang kami kutip berikut ini:
MENINDAKLANJUTI pernyataan sikap Klasis Kota Soe, 3 November 2015 lalu yang menolak tambang mangan oleh PT SMR, dan pengaduan masyarakat Desa Supul ke Sinode GMIT, Ketua Majelis Sinode GMIT Pdt Dr Mery Kolimon bersama Ketua Bidang Hukum dan Advokasi GMIT Pdt Jack Adam dan Ketua Bidang Diakonia GMIT Pdt Emy Sahartian turun langsung ke Soe, membahas kisruh tambang mangan SMR bersama para pendeta dari 13 klasis di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS).
GMIT serius menyikapi kisruh tambang mangan di TTS karena kehadiran tambang merupakan persoalan ekologis dan sosial. GMIT bersama para pendeta dari 13 klasis di TTS dalam rapat, Selasa (16/2) kemarin, menyamakan persepsi untuk bersama menolak tambang, memberi penguatan kepada masyarakat sekitar tambang. Sebab, sejauh ini, pemerintah daerah belum ada sikap yang jelas dan tegas terhadap kisruh tambang mangan tersebut.
Ketua MS GMIT Pdt Mery Kolimon kepada VN, mengatakan bahwa tujuan pertemuan tersebut menyamakan persepsi antara GMIT dengan para pendeta di TTS. “Gereja melihat ini sebagai persoalan ekologis dan gereja merasa penting untuk hadir memperjuangkan kepentingan jemaat. Sebab, sampai saat ini pemerintah belum bersikap tentang persoalan SMR,” katanya.
Keterlibatan Sinode GMIT, lanjutnya, merupakan tindak lanjut dari pernyataan Sikap Klasis Soe yang menolak tambang mangan oleh PT SMR. “Ketika klasis yang wilayah pelayanannya sampai ke daerah tambang menyatakan sikap, tentunya punya alasan-alasan kuat sehingga Sinode mendukung dan menyatakan menolak kehadiran PT SMR,” katanya.
Ketua Klasis Soe Eben Telnoni dalam kesempatan sama, mengatakan bahwa pertemuan pendeta se-klasis TTS dilakukan karena persoalan tambangan mangan di Supul bukan hanya persoalan Klasis Soe tetapi persoalan seluruh masyarakat TTS yang perlu dilihat bersama sebagai persoalan sosial.
“Ini sudah menjadi persoalan sosial yang menuntut tanggung jawab gereja untuk terlibat,” tegasnya.
Ketua Klasis Amanuban Tengah Utara Pdt SB Telnoni-Tahun menyatakan mendukung upaya mendesak pemerintah mencabut IUP PT SMR. “Saya dari Klasis Amanuban Tengah Utara akan menjadi nomor urut dua untuk mendukung Klasis Soe dalam perjuangan ini. Persoalan yang menimpa jemaat harus menjadi persoalan gereja,” ucapnya.
Ketua Klasis Amanatun Utara Pdt Nius Betty juga menyatakan mendukung Klasis Soe menolak keberadaan PT SMR. “Tolak tambang jelas karena mengancam alam sehingga tidak boleh ada kompromi. Kita siap dukung cabut izin PT SMR,” tegasnya.
P. Petrus Kanisius Aman, OFM dari JPIC OFM mengatakan, hidup Kristiani berakar pada bumi, relevan untuk bumi, sehingga hidup dari bumi tanpa menghancurkan bumi dan hidup tanpa memusnahkan diri. “Hidup baik dengan dan demi orang lain dalam suatu institusi yang benar sehingga lingkungan perlu dilindungi, bukan dihancurkan,” pungkasnya.
Gerakan ekumenis yang persis berlangsung pada masa prapaskah ini semoga menjadi bagian pertobatan ekologis bagi semua yang berniat baik untuk memulihkan alam ini menjadi lebih baik.
Diambil dari Victory News!