Krisis lingkungan hidup merupakan persoalan yang amat serius saat ini. Matinya 152 gajah di Sumatera yang dilaporkan Kompas, Sabtu, 27/02/2016 menjadi salah satu contoh aktual untuk konteks Indonesia. Di samping itu, melalui Ensklik Laudato Si, Paus Fransiskus telah menyampaikan sejumlah keprihatinan terkait kerusakan ekologi yang kian masif.

Keprihatinan ini diungkapkan Dr. Petrus Simon Lili Tjahjadi, Rektor STF Driyarkara dalam sambutannya, pada Seminar Pembuka Dies Natalis STFD ke-47, di Auditorium STFD, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Sabtu (27/2).

Fakta matinya 152 gajah di Sumatera dan sejumlah keprihatinan Paus dalam Laudato Si, demikian Romo Simon, menunjukkan secara terang benderang parahnya kerusakan Ibu Bumi, rahim kehidupan seluruh mahluk hidup.

Lebih lanjut Pengajar Filsafat dan ahli Kant ini menegaskan, “Kenyataan ini tidak bisa dibiarkan dan STF Driyarkara mau berkontribusi menyelamatkan Ibu Bumi melalui seminar dan juga dalam aksi-aksi nyata ke depan.”

Lantas tema Seminar Pembuka Dies Natalis kali ini menunjukkan keberpihakan itu. Memelihara Bumi, Rahim Kehidupan Kita.  Hadir dalam kegiatan ini seluruh civitas akademika STFD dan sejumlah anggota  seksi lingkungan hidup beberapa Paroki di KAJ.

Panitia acara coba melihat panggilan merawat bumi dari perspektif agama-agama. Maximilianus J. Edison OFM, Ketua Senat Mahasiswa STFD menuturkan, “persoalan lingkungan hidup dewasa ini perlu  dilihat dari perspektif agama-agama. Ini bukan perjuangan satu agama saja. Selain itu, tujuan seminar ini mengundang narasumber dari beberapa agama di Nusantara adalah dalam rangka membangun dialog. Kita mau menunjukkan bahwa krisis lingkungan hidup perlu menjadi locus dialog.”

Karena itu, hadir sebagai pembicara siang itu, Dr. Hayu Susilo Probawo (Muslim), RP. Paul Rahmat SVD (Katolik), dan Suhadi Sendjaja (Budha). Dalam paparanya, Dr. Hayu Susilo Prabowo mengatakan bahwa dalam Islam juga diajarkan untuk merawat alam.

Dalam Al-Anbiya 21:107 dikatakan “Tidaklah Aku mengutusmu kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta.” Oleh karena itu baginya, manusia khususnya umat Islam sebagai Khalifahfial-ardi memiliki amanah dan tanggung jawab untuk memakmurkan bumi seisinya dan selalu tunduk dan patuh kepada Allah SWT.

Ketua Badan Pemulihan Lingkungan dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia ini juga menuturkan bahwa dalam lingkungannya telah dimulai upaya pemeliharan alam melalui sosialisasi dan penerapan fatwa untuk menjaga keutuhan alam, Pendidikan dan pelatihan lingkungan hidup untuk madarasah, pesantren, dan majelis taklim, aksi koservasi air, penghijuan, pengelolaan limbah padat dan cair, dan sanitasi.

Sementara RP. Paul Rahmat SVD yang diundang untuk meninjau lingkungan hidup dari perspektif Katolik, dalam paparannya mengatakan bahwa agama Kristen (katolik), baik melalaui ajaran maupun praksis imannya, menawarkan jalan keselamatan untuk menyelematkan planet bumi dari kehancuran.

Direktur JPIC SVD Jawa ini melihat bahwa suara ibu bumi yang menjerit akibat aksi dekstruktif manusia mesti menantang umat Kristiani yang mengimani Allah Trinitaris untuk melakukan aksi-aksi untuk memelihara bumi.

“Aksi-aksi yang tampak kecil seperti memilah sampah, berbelanja dengan tolak menggunakan plastik, tidak membeli air kemasan, hemat memakai listrik, air, dan Ac, masak secukupnya, dan menanam pohon,  apabila dilakukan dengan sadar, bebas, konsisten dan berkelanjutan akan menebarkan benih-benih ‘peradaban kasih’ dan tercipta ekologi yang integral” tandas direktur eksekutif VIVAT International-Indonesia ini.

Pembicara terakhir, Ketua Umum Parisadha Budha Dharma Niciren Syosyu Indonesia, Suhadi Sendjaja, mengungkapkan dalam Budhis diajarkan bahwa hakikat kehidupan manusia dengan alam adalah keharmonisan dan keselarasan yang terwujud karena sinerginatas keduanya.

Masih menurutnya, manusia adalah mikrokosmos dari alam semesta yang adalah makrokosmos. Dalam lingkungannya, peraih Satya Lencana Wirakarya ini mengembang gerakan EcoVihara. “Hal yang paling menentukan kesuksesan mengelola lingkungan adalah kesadaran dari tiap-tiap individu dalam memunculkan pola prilaku yang berkesadaran lingkungan secara konsisten seumur hidupnya”, demikian penggagas EcoVihara ini menutup paparannya.

RP. Andang L. Binawan SJ yang didaulat sebagai moderator seminar ini mengungkapkan optimismenya bahwa perjuangan memelihara bumi akan terwujud. Optimisme itu bertolak dari pengalaman kampanye mengelola sampah di Jakarta.

Ryan Safio OFM

 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

12 + eight =