SONY DSC

Paus Fransiskus, sejak awal kepemimpinannya, sangat menekankan kerahiman Allah. Dalam banyak kesempatan ia mengungkapkan tema itu. Puncaknya ketika ia menetapkan Tahun Yubelium Luar Biasa Kerahiman Ilahi yang dibuka pada 8 Desember 2015, pada Hari Raya St. Perawan Maria yang Dikandung tanpa Noda dan ditutup pada 20 November 2016 pada Hari Raya Kristus Raja Semesta Alam.

Hal itu diungkapkan Sdr. Oki Dwihatmanto OFM, Sabtu (16/4) dalam seminar ‘Kerahiman Allah dasar Hidup Persaudaraan’ di aula SMP/SMA Caritas, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Hadir dalam kesempatan itu para Fransiskan di wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi yang bergabung dalam forum Kanesta (Keluarga Fransiskan-fransiskanes Jakarta).

Melalui homili singkat sebelum doa angelus di Basilika St. Petrus, ketika baru terpilih sebagai Paus, tutur Sdr. Oki, Paus Fransiskus pernah mengatakan “Allah tak pernah lelah mengampuni. Tapi kita seringkali lelah memohon pengampunan-Nya” Paus mengajak umat yang hadir untuk menampakkan wajah belas kasih Allah.

Allah yang tak pernah lelah mengampuni, yang Maha Pengasih. Allah seperti itulah, kata Sdr. Oki, yang ditemukan oleh Fransiskus dari Assisi dalam pengalamannya. Belas kasihan itu pun ditunjukkanya ketika Fransiskus Assisi berjumpa dengan orang kusta. Setelahnya, Fransiskus tidak hanya memberi barang, membantu orang kusta. Lebih dari itu, ia bahkan mau live in, mau merasakan hidup bersama orang kusta dan merawat luka-luka mereka.

Allah yang penuh belas kasih itu diungkapkan Fransiskus dalam karya-karyanya. “Dia yang menciptakan kita dan menebus kita serta akan menyelamatkan kita karena belaskasihaannya semata-mata” tulis Fransiskus dalam AngTBul 23:8.

Sdr. Oki Dwihatmanto (Kiri, Pembicara), dan Sdr. Charlest (Kanan, Moderator)
Sdr. Oki Dwihatmanto (Kiri, Pembicara), dan Sdr. Charlest (Kanan, Moderator)

Tema belaskasihan dapat ditemukan dalam tulisan-tulisan lainya. Di antaranya dalam Surat Kepada Seluruh Ordo (SurOr 50-51). Di sana Fransiskus menulis, “Allah yang Maha kuasa, kekal adil dan berbelaskasihan…”. “…Allah Yang Mahakuasa, Penyelamat yang penuh belaskasihan…” ungkapnya dalam Pujian Bagi Allah yang Mahaluhur.

Belaskasihan Allah juga diungkapkan Fransiskus dalam Uraian Doa Bapa Kami ketika ia mengatakan”Engkau mengobarkan mereka (malaikat dan para kudus) untuk mengasihi karena engkau adalah kasih, ya Tuhan.

Fransiskus pun, mengajak para pengikutnya untuk tidak pernah lelah berbelas kasih. Bahkan dalam pengalaman yang menyakitkan, Fransiskus menasihati para saudaranya, untuk melihat pengalaman negatif sebagai rahmat.

Dasar sikap Fransiskus yang sangat radikal itu, kata Sdr. Oki, adalah pengalaman Yesus sendiri yang mengampuni penjahat yang menghujatnya di salib, “Bapa ampunilah mereka sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.”

Karena itu, “Beranilah bertaruh, berkelahi dengan diri sendiri. Tidak akalah  oleh pengalaman negatif dan kecendrungan-kecendrungan sendiri. Beranilah untuk melawan diri sendiri, memelihata belas kasihan sedalam-dalamnya” tantang Sdr. Oki.

Hal itu tidak mudah, kata Sdr. Toby Harman OFM dalam sesi diskusi. Apalagi ketika belas kasihan itu ditolak. Juga seringkali belas kasih dipahami sebagai tuntuan untuk mengakhiri penegakan hukum. Lantas apakah perwujudan belas kasih, tanya Sdr. Ryan Safio OFM,  berarti melupakan penegakan keadilan? Bahkan belas kasih juga membuat orang tidak memiliki motivasi untuk berubah. “Toh nanti juga dimaafkan!” tanya Sdr. Ernest OFS.

Terkait penolakan terhadap belaskasihan, menurut Sdr. Oki, kita perlu terus menerus menawarkannya. “Belas kasih itu tidak terbatas. Kita doakan pada akhirnya ia menerima itu.” Memberi pengampunan juga, lanjutnya, tidak selalu berarti menghentikan proses hukum. “Keadilan dan belas kasih. Dua-duanya harus berjalan bersama. Proses hukum berlangsung, pengampunan juga terjadi.”

Hidup dalam Tegangan

Hal itu memang tidak mudah dijalankan. Mgr. Ignasius Suharyo, yang memimpin Ekaristi sore itu, mengakuinya. Tema ‘Kerahiman Allah dasar Hidup Persaudaraan’ ini sangat indah. Tetapi apakah kerahiman Allah itu yang mendasari hidup zaman sekarang? Di zaman persaingan yang kita sabut pasar bebas ini?

Di zaman penuh persaingan ini, lanjut Monsinyur, kita ditarik ke sana kemari untuk tidak membangun persaudaraan tetapi masuk dalam persaingan yang bukan main dasyatnya.

Dalam Kisah Para Rasul, terang Monsinyur, ada persaingan antara Petrus dan Paulus. “Mohon saya dimaafkan jika saya salah!” Keduanya melakukan hal yang sama, menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Hemat saya, ada persaingan besar antara kedua tokoh ini.

Persaingan terus menerus mewarnai kehidupan Gereja selanjutnya. Bagaimanapun juga, persaingan membuat kita tidak makin bersaudara  tapi makin jauh satu sama lain.

Saat ini, urai Monsinyur, kita tentu saja tidak mengimpikan persaudaraan yang ‘tenang-tenang mendayung’. Persaudaraan yang tanpa persoalan. “Tapi marilah kita berani hidup dalam tegangan-tegangan.”

Dengan Lilin menyala di tangan, Para Fransiskan mengucapkan pembaruan Janji Setia kepada Bunda Gereja!
Dengan Lilin menyala di tangan, Para Fransiskan mengucapkan pembaruan Janji Setia kepada Bunda Gereja!

“Mari kita berusaha tanpa henti untuk membangun persaudaraan sejati. Hanya Allah yang maharahim yang menjadi pendorong kita untuk menuju akhir harapan itu. Kita tidak  bisa mengandalkan kekuatan kita semata-mata!”

Usai Ekaristi yang disemaraki paduan suara guru-guru SMP/SMA Caritas, Sdr. Anton Widiarto OFM, Moderator Kanesta, dalam sambutannya, mengajak para Fransiskan untuk berani menantang gelombang dengan mengandalkan kerahiman Allah. Acara berlanjut dengan ramah tamah.

Calista Amadea
Calista Amadea

Lagu Nenek moyangku seorang pelaut dinyanyikan malam itu oleh artis cilik Calista Amadea. untuk menghibur para Fransiskan. Kita memiliki nenek moyang yang gemar mengarung luas samudra/menerjang ombak, tiada takut/menempuh badai sudah biasa.Di akhir lagi ia berpesan agar para Fransiskan “Setia mengikuti Yesus! ”

Johnny Dohut, OFM

 

 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

3 × 4 =