jpic doc.

Oleh: P. Peter C. Aman, OFM


Pengantar
Keadilan merupakan intisari moralitas. Di mana-mana orang berbicara dan berjuang mencari keadilan. Tak sedikit biaya, tenaga dan waktu dicurahkan demi mecapai keadilan. Banyak orang yang mengklaim sudah berlaku adil atau berjuang demi keadilan. Motto utama dan terkenal dalam perjuangan keadilan adalah “keadilan harus tetap ditegakkan, kendati pun langit runtuh,” (fiat iustitia, ruat coelum).

Dalam kenyataannya, tak mudah mewujudkan keadilan. Lebih mudah menemukan ketidakadilan dari pada keadilan. Tidak semua memahami keadilan dengan konsep dan makna yang sama. Tulisan ini mencoba mengelaborasi pemahaman tentang keadilan dari perspektif biblis.

Dalam tradisi moral Kristiani, dikenal empat jenis keadilan (distributif, kontributif, komutatif, dan retributif). Keadilan distributif dimaksudkan sebagai kepedulian atau penghargaan dari masyarakat terhadap hak-hak pribadi (individu), terutama berkaitan dengan alokasi sumber-sumber yang menopang hidup; keadilan kontributif berkaitan dengan kewajiban pribadi (individu), yang harus dipenuhinya, demi kebaikan bersama (kesejahteraan umum); keadilan komutatif berkaitan dengan transaksi antar pribadi yang harus dipenuhi; sedangkan keadilan retributif dimaksudkan sebagai hak, status dan tanggungjawab warga terhadap hukum. Semua berkedudukan sama di depan hukum dan menerima konsekuensi (sanksi) seandainya melanggar hukum.

Keempat jenis keadilan tersebut merupakan upaya pembedaan saja. Pembedaan itu menegaskan kekayaan makna keadilan sebagai kebajikan utama dalam keutuhan hidup manusia dalam segala dimensi relasionalnya. Keempatnya bertautan satu sama lain (inklusif). Umumnya keadilan dipahami sebagai memberikan kepada seseorang apa yang menjadi haknya (reddere suum cuique).

Keadilan dan Hak
Keadilan selalu dihubungkan dengan hak-hak, seperti hak milik, hak atas keamanan, serta hak hidup. Secara niscaya pula keadilan dikaitkan dengan aturan, hukum dan penegakan hukum. Adalah adil jika seseorang yang melakukan kesalahan, diberi hukuma setimpal; sebaliknya, tidaklah adil jika seseorang tidak dihukum setimpal dengan kesalahannya.

Hal ini tentu saja benar karena keadilan bersentuhan dengan kebutuhan dan tuntutan sosial, yakni imparsialitas. Imparsialitas di ini mencakup dua hal yakni, pertama, adanya prinsip-prinsip serta aturan yang rasional sehingga disepakati semua pihak; dan kedua, bebeas dari pertimbangan demi kepentingan pribadi. Hukum harus ditegakkan, dan semua berkedudukan sama di hadapan hukum. Tak ada yang luput dari sanksi hukum jika melakukan kesalahan.

Dengan demikian, amatlah jelas bahwa aturan dan pelaksanaan penegakan hukum yang tegas merupakan fondasi utama dari stabilitas sosial dan politik. Tanpa sistem hukum dan kemampuan untuk menegakkannya secara konsisten, masyarakat akan tertimpah anomali hukum, tindakan dan perbuatan anarkis, kekacauan politik serta munculnya kediktatoran.

Simbol keadilan yang umum dikenal adalah gambar seorang perempuan dengan mata ditutup, memegang timbangan di tangan kirinya, dan pedang di tangan kanannya. Simbol keadilan itu berasal dari tradisi Yunani, Roma dan Mesir kuno, sumber konsep dan filsafat hukum barat.

Apa arti gambar tersebut? Gambar itu menandakan karakter-karakter dasar keadilan. Mata yang ditutup dimaksudkan bahwa keadilan itu mesti lepas dari (buta dan tidak melihat) pertimbangan berkaitan dengan situasi khusus, orang-orang tertentu atau peristiwa tertentu, sebaliknya fokus pada prinsip hukum dan penegakan hukum sebagaimana mestinya.

Timbangan dimaksudkan bahwa keputusan yang adil itu tidak berpihak (netral) dan sesuai dengan prinsip hukum. Pedang dimaksudkan bahwa keadilan itu berhubungan dengan keputusan yang sesuai dengan seriusnya pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan.

Sesungguhnya gambar atau symbol keadilan itu lebih mengacu kepada keadilan retributif dan itulah yang umumnya dipahami publik berkaitan dengan keadilan. Kita menemukan keadilan di ruang pengadilan dan dalam penjara, dalam berita-berita yang kita baca, atau bahkan yang kita inginkan dalam hati.

Keadilan: VIsi Biblis
Gagasan tentang keadilan, khususnya keadilan retributif banyak tersebar dalam tulisan Kitab Suci. Hal itu mudah dipahami karena sebagai bagian dari entitas Timur Tengah kuno, sudahlah pasti bahwa bangsa Yahudi juga menyerap gagasan tentang keadilan dari budaya dan filsafat sekitarnya.

Namun, baik diingat bahwa keadilan retributif bukanlah tema pokok dalam pewartaan para nabi. Keadilan yang terpenuhi dalam Kristus tersalib juga bukan keadilan retributif. Keadilan yang diwartakan Kitab Suci adalah keadilan restoratif atau transformatif. Keadilan restoratif mengandung solidaritas kepada mereka yang kecil dan terbuang, orang miskin dan terlantar. Keadilan restoratif bertautan dengan kebenaran (tsedeqah), yang lahir dari spirit kemanusiaan.

Keadilan restoratif merupakan tema pokok dalam KS. Gagasan dan praksis keadilan restoratif dapat dengan mudah ditemukan di sana. Nuansa makna keadilan dalam KS lebih dinamis serta konkret karena lahir dan berkembang dari pengalaman nyata, yakni relasi Israel dengan Yahweh. Makna keadilan itu berkembang dan bertumbuh dalam keterarahan menuju kepenuhannya dalam Yesus serta tuntutan radikal Injil.

Kata keadilan muncul berkali-kali dalam KS dengan menggunakan dua kata berbeda, yakni mispat dan tsedeq atau tsedeqah. Dalam KS PB digunakan dua kata Yunani yang berbeda yakni dikaiosyne dan krisis. Mispat berarti keadilan (justice), sedangkan tsedeqah berarti kebenaran (righteousness). Kata tsedeqah lebih sering ditemukan dalam KS karena artinya lebih membumi, nyata dan sederhana. Tsedeqah lebih nyata dalam hidup sehari-hari, seperti takaran atau timbangan yang benar (Im 19:36); tuntunan yg benar (Mz.23:3); persembahan yang benar yg keluar dari hati yang tulus (Yes 58:1-14).

Saat ini makna kata “benar” tidak lagi mengacu kepada makna sebagaimana dimaksudkan dalam KS, tetapi lebih mengarah kepada integritas personal, jujur, tidak munafik. Sedangkan keadilan tidak dihubungkan dengan pribadi, tetapi dikaitkan dengan hukum atau tatanan masyarakat yang bertautan dengan prinsip hukum serta administrasinya.

Makna yang dimaksudkan dalam KS dengan dua kata mispat dan tsedeqah lebih mengacu kepada prosedur judicial, yakni tugas atau peran hakim untuk menegakkan hukum dengan cermat dan benar (bdk. Mz 1:5-6). Seringkali kedua kata ini dipakai secara bergantian, sehingga memiliki nuansa puitis dan makna yang sama, sebagaimana digunakan Amos 5:24, “Tetapi biarlah keadilan bergulung-gulung seperti air dan kebenaran seperti sungai yang selalu mengalir”.

Penggunaan kedua kata “keadilan dan kebenaran” secara bergantian atau bersamaan di sini, menunjukkan pengembangan makna keadilan yang tidak terikat melulu pada urusan hakim (pengadilan), tetapi lebih mengacu kepada keadilan sosial serta peran hukum untuk memberikan perlindungan kepada orang miskin dan lemah. Jadi di sini keadilan sudah bernuansa pembebasan dari segala macam hambatan atau ketertindasan.

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

six + 5 =