Sdr. Alex Lanur, OFM

Pengantar

Santo Fransiskus dari Asisi menyebut dan memperlakukan makhluk ciptaan lainnya sebagai saudara dan saudarinya (bdk. 1 Cel 77; 80; 81). Makhluk ciptaan itu beraneka ragam. Sikapnya terhadap pelbagai makhluk ciptaan tersebut merupakan penerapan pujiannya kepada Allah dengan perantaraan makhluk ciptaan yang beraneka ragam itu. Dan Allah itu adalah Asal-usul, Sumber serta Tujuan satu-satunya dari segala sesuatu. Sikap tersebut juga menciptakan rasa hormat serta cintanya akan setiap makhluk ciptaan Allah di dalam dirinya.

Beberapa Ceritera
Ada banyak ceritera tentang hubungan khusus antara Santo Fransisku dari Asisi dengan Tuhan dan dengan makhluk-makhluk ciptaan yang lain yang bukan manusia. Di bawah ini disajikan hanya beberapa saja dari antaranya.

Berobat ke Fonte Colombo
…Suatu hari datanglah dokter dengan membawa besi yang akan dia pergunakan untuk pengobatan mata Fransiskus. Dokter itu menyuruh memasang api untuk memanaskan besi itu. Setelah api dipasang, dia memasukkan besi itu ke dalam api.

Untuk menguatkan dirinya supaya tidak takut, Fransiskus berkata: “Saudaraku api, engkau luhur dan berguna di antara ciptaan yang lain dari Yang Mahatinggi. Hendaklah engkau jangan terlalu keras terhadapku, sebab sejak dahulu aku mencintai engkau dan aku masih mencintai engkau demi cintaku kepada Tuhan yang telah menciptakan engkau. Aku mohon juga kepada Pencipta kita, yang telah menciptakan engkau dan aku, supaya Dia mengurangi panasmu sehingga aku dapat menahannya”.

Setelah berdoa, dia menandai api itu dengan tanda salib.
Kami yang berada bersama dengan dia, melarikan diri karena cinta dan rasa kasihan kami kepadanya. Hanya dokter yang tinggal bersama dengan dia. Setelah pembakaran itu terjadi, kami kembali kepadanya.

Kepada kami dia katakan: “Kalian yang berkecil hati dan kurang percaya, mengapa kalian lari? Dengan sungguh-sungguh aku berkata kepada kalian bahwa aku sama sekali tidak merasa sakit. Seandainya kalian belum memanaskan besi itu dengan baik, hendaklah kalian memanaskannya dengan lebih baik lagi”.

…Tidak mengherankan bahwa api dan ciptaan-ciptaan lain sangat menghormati dia. Kami yang telah berada bersama dengan dia, telah menyaksikan bahwa dia sangat mencintai dan menghormati ciptaan itu dengan penuh kasih sayang yang mendalam…(LegPer 86; 2 Cel 166).

Cinta Terhadap Ciptaan
…Kepada saudara yang mencari kayu api dia (Santo Fransiskus) mengatakan supaya jangan menebang seluruh pohon. Hendaklah dia menebang sedemikian sehingga ada bagian yang tertinggal. Hal yang sama dia perintahkan juga kepada seorang saudara yang tinggal di tempat di mana dia berada.

Kepada saudara yang bekerja di kebun dia mengatakan supaya jangan mempergunakan seluruh tanah untuk sayuran yang dapat dimakan, melainkan membiarkan sebagian tanah untuk menghasilkan daun-daunan hijau yang dapat menghasilkan bunga untuk para saudara. Malahan dia mengatakan supaya saudara pengurus kebun hendaknya membuat kebun kecil yang indah dalam salah satu bagian kebun dan menanam di sana semua daun yang semerbak harumnya dan semua jenis daun yang dapat menghasilkan bunga yang indah agar pada waktunya dapat mengundang semua orang yang melihatnya untuk memuji Tuhan. Sebab, setiap ciptaan mengatakan dan berseru: “Tuhan telah menciptakan diriku demi engkau, hai manusia!”

Kami yang hidup bersama dengan dia menyaksikan bahwa dia selalu bergembira karena semua ciptaan, menyentuhnya dan memandangnya dengan senang hati. Hatinya seolah-olah tidak lagi berada di dunia, melainkan di surga…(Leg Per 88; 2 Cel 165).

Kejadian Dengan Jangkrik
Suatu waktu pada musim panas, Fransiskus, yang berada di tempat yang sama dan tinggal di dalam gubuk yang terakhir dekat pagar belakang rumah, keluar dari gubuk itu dan menemukan seekor jangkrik di dahan pohon ara yang ada di samping gubuk itu. Dia menyentuh jangkrik itu dan berkata kepadanya: “Datanglah kepadaku, saudari Jangkrik”.

Jangkrik itu turun dan naik di atas jari tangan Fransiskus. Dengan jari tangan yang lain, Fransiskus mulai membelai jangkrik itu sambil berkata kepadanya: “Mengeriklah, saudari Jangkrik”. Binatang itu taat kepadanya dan mulai mengerik. Fransiskus sangat terhibur karenanya dan memuji Tuhan. Kurang lebih satu jam dia memegang jangkrik itu dalam tangannya; kemudian dia meletakkan jangkrik itu kembali pada dahan pohon, dari mana dia telah mengambilnya.

Selama delapan hari berturut-turut Fransiskus menemukan jangkrik itu di situ dan setiap kali melakukan hal yang sama; dia mengambil jangkrik itu ke dalam tangannya, membelainya dan memohon agar jangkrik itu mengerik. Setelah delapan hari dia berkata kepada saudara-saudaranya: “Marilah kita memberi izin kepada saudari Jangkrik, supaya dia pergi ke mana dia mau; dia sudah cukup menghibur kita, sebab dengan cara itu daging dapat mencari alasan untuk kemuliaan yang sia-sia”.

Setelah diberi izin jangkrik itu langsung pergi dan tak pernah tampak lagi. Para saudaranya heran bahwa jangkrik itu begitu taat dan begitu jinak terhadap Fransiskus. Fransiskus sendiri gembira karena ciptaan dan karena cintanya terhadap Sang Pencipta… (Leg Per 110; 2 Cel 171).

Kasih Sayang Terhadap Ikan
Perasaan kasih sayang ada padanya (Santo Fransiskus) juga terhadap ikan. Bilamana ikan ditangkap dan ia sempat, maka ikan yang masih hidup dilemparkannya kembali ke dalam air dan diberikanya nasihat untuk lebih berhati-hati agar jangan sampai tertangkap untuk kedua kalinya.

Ketika pada suatu hari dia duduk di atas perahu di danau Rieti di dekat sebuah pelabuhan, maka seorang nelayan menangkap seekor ikan besar, yang biasanya dinamakan tambera, dan mempersembahkannya kepada bapak suci (Santo Fransiskus). Hamba Allah menerimanya dengan suka hati dan rela dan mulai menyebutnya “saudara”.

Ikan itu dilemparkannya kembali ke dalam air di luar perahu, lalu ia memuji nama Allah dengan khidmat. Ada pun ikan itu bermain-main beberapa lamanya, yaitu selama Fransiskus bertekun dalam doa, di dekat perahu itu dan tidak mau pergi dari tempat ikan itu dilemparkan ke dalam air, sampai hamba Allah yang suci itu memberikannya izin untuk berenang dari situ, setelah dia selesai berdoa …Dengan sesungguhnya dia mestilah seorang kudus, jikalau makhluk-makhluk taat kepadanya dan atas isyaratnya unsur-unsur pun diubah untuk penggunaan-penggunaan lain (1 Cel 61).

Makna Beberapa Ceritera Itu
Ada yang baru yang disampaikan oleh Santo Fransiskus berdasarkan beberapa ceritera ini.

Persaudaraan Yang Baru
Santo Fransiskus mengalami suatu perubahan, suatu cara berada yang baru. “Siapa gerangan pernah dapat mengungkapkan perasaan cinta kasihnya, yang ditaruhnya terhadap semuanya, yang ada sangkut-pautnya dengan Allah? Siapa gerangan akan memadai dalam menggambarkan kemanisan yang dinikmatinya jika dia di dalam segala makhluk memandang kebijaksanaan, kekuasaan dan kebaikan Sang Pencipta? Memang ia sering sekali dipenuhi dengan sukacita, yang menakjubkan dan tiada terperikan dalam permenungan itu, bilamana dia memandang matahari, melihat bulan dan mengamat-amati bintang-bintang dan cakrawala” ( 1 Cel 80).

Hal itu juga tampak dalam hal yang berikut. Dia merasa bersaudara dengan makhluk-makhluk ciptaan yang lain dan menyapanya dengan “saudara”. Dan dengan cara unggul yang tidak pernah dialami orang-orang lainnya dia menembus dengan ketajaman hatinya sampai ke dalam rahasia segala makhluk, karena dia sudah meningkat masuk sampai ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah” (1 Cel 81).

Secara mendalam dia menyadari ikatannya dengan Tuhannya, Asal-usul segala yang ada dan Sang Penyelenggara kehidupan. Kenyataan tersebut juga membuat dia mengikatkan dirinya dengan segala sesuatu yang berasal dari Sumber yang sama itu. Dia menyapa semua makhluk dengan “saudara” dan “saudari” dengan cara yang sangat konkret. Dia menyapa api dengan “saudara” dan jangkrik dengan “saudari”, misalnya. Hal ini dengan tepat menunjukkan bagaimana hubungan antara Santo Fransiskus dengan makhluk-makhluk yang lain itu.

Kita lihat bagaimana dia mencintainya dengan penuh rasa sayang dan rasa hormat serta keprihatinan yang penuh kerahiman. Makhluk-makhluk itu percaya padanya dan mencari perlindungan padanya serta taat kepadanya. Tetapi hubungan itu juga terjadi sebaliknya. “Karena itu semua makhluk berusaha membalas cinta kasihnya dengan memberikan jawaban dengan penuh syukur mereka sendiri sesuai dengan apa yang pantas diperolehnya; mereka bergembira bila dia mengusap mereka; mereka memberikan persetujuan bila dia meminta sesuatu dari mereka; mereka taat bila dia memerintahkan sesuatu”(2 Cel 166). Dan sebagai contohnya Thomas dari Celano menyajikan ceritera tentang dokter yang mengobati mata Santo Fransiskus dengan bantuan besi yang panas itu (2 Cel 166; LegPer 86).

Kedamaian dan Ketenteraman Firdaus
Demikianlah hal-hal yang mengagumkan terjadi dalam hidup Santo Fransiskus. Orang-orang yang menyaksikannya dan dia sendiri seringkali merasa heran karenanya. Rasa heran itu muncul tatkala menyaksikan hewan-hewan datang kepadanya dan pergi darinya atas perintahnya atau diam atau mengerik (seperti yang terjadi pada jangkrik, misalnya) bila dia memintanya. Kiranya hal-hal itu ditampilkan oleh Thomas dari Celano dengan maksud untuk menampilkan kekudusan serta kesucian Santo Fransiskus.

Kekudusannya terutama tampak dalam hubungan serta ikatan yang mengagumkan dan kedamaian serta ketenteraman yang luar biasa yang menguasai realitas makhluk ciptaan di sekitarnya. Gambaran taman Eden (firdaus) yang asali dan tak tersentuh bergema dalam penantian akan perujukan dan perdamaian akhir segala sesuatu yang ada merebak dalam seluruh hidup Santo Fransiskus.

Itulah kiranya sebabnya mengapa Thomas dari Celano sampai berkata tentang Santo Fransiskus “yang kembali kepada keadaan tak bersalah yang asali” (2 Cel 166) dan sudah meningkat masuk sampai ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah” (1 Cel 81). Apa yang hilang pada Adam dalam ceritera tentang taman Eden (firdaus) (Kej 2) dipulihkan pada dan dengan kedatangan Mesias (Yes 11).

Para murid yang diutus oleh Tuhan ditugaskan untuk mewartakan kabar gembira kepada segala makhluk. Dan Tuhan menjanjikan kepada mereka bahwa “mereka akan memegang ular dan sekalipun minum racun maut, mereka tidak akan mendapat celaka” (Mrk 16: 18). Dengan ini jelaslah kiranya bahwa apa yang diceriterakan tentang Santo Fransiskus sejalan dan selaras saja dengan tradisi alkitabiah.

Pengantar Makhluk-makhluk Ciptaan Lain Kepada Allah
Adalah mencolok bahwa Santo Fransiskus memperlakukan hewan dan makhluk ciptaan lainnya sebagai kurang lebih setara: makhluk-makhluk ciptaan itu juga dipanggil untuk memuji Allah dan menanggapi sabda-Nya. Santo Fransiskus menyampaikan panggilan itu kepada mereka dan dengan demikian menciptakan kesatuan sebagai saudara dan saudari dengan dan di antara mereka.

Jelaslah juga kiranya bahwa Santo Fransiskus tidak hanya diantar oleh makhluk-makhluk ciptaan yang lain itu kepada Allah, Asal-usul, Sumber dan Tujuan segala sesuatu. Tetapi juga tidak dapat disangkal bahwa selama hidupnya tiada henti-hentinya Santo Fransiskus juga mengantar makhluk-makhluk ciptaan tersebut kepada persatuan yang mesra dengan Allah yang sama dengan cara mereka masing-masing.

Penutup
Santo Fransiskus menemukan dan mengalami Allah, Asal-usul, Sumber dan Tujuan segala sesuatu di dalam dan melalui makhluk-makhluk ciptaan-Nya. Berkat bantuan mereka, dengan caranya masing-masing, dia bahkan diantar masuk ke dalam persatuan ekstatis dengan Allah, Asal-usul, Sumber dan Tujuan segala sesuatu itu.

Dalam persatuan yang tak terperikan itu dia juga menemukan dan menyadari siapa Allah itu sesungguhnya, siapa dia sendiri sesungguhnya dan makhluk-makhluk ciptaan yang lain itu sesungguhnya bagi dirinya. Santo Fransiskus tidak hanya diantar oleh makhluk-makhluk yang lain itu kepada Allah yang sama.

Sebagai balasan atas cinta kasih persaudaraan makhluk-makhluk ciptaan tersebut pada gilirannya Santo Fransiskus juga mengantar mereka kembali dengan suka rela kepada Allah itu, yang adalah Asal-usul, Sumber dan Tujuan hidup mereka juga. (Sdr. Alex Lanur, OFM Saudara Fransiskan Imam dan dosen Filsafat di STFD Driyarkara Jakarta)

 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here