St. Teresa dari Kalkota - menemukan wajah Allah dalam kemiskinan kota Kalkota. Foto:www.huntnews.id

Hari Minggu, 04 September 2016 menjadi hari bersejarah, di mana Bunda Teresa dari Kalkuta dikanonisasi oleh Gereja (Paus Fransiskus) menjadi seorang kudus atau santa baru dalam Gereja Katolik. 19 tahun setelah wafatnya, Gereja meyakini kekudusan yang telah ia semai dalam karya hidupnya. Paus Fransiskus yakin, bahwa Bunda Teresa adalah sosok yang menampilkan dengan terang dan jelas kerahiman Allah di tengah-tengah dunia. Ia adalah simbol kerahiman Allah. Bagaikan cahaya, ia menyinari kegelapan dan memberi harapan bagi yang tidak memiliki harapan, menjadi kebahagiaan bagi mereka yang miskin dan tengah ada dalam penderitaan. (Bdk. Teresa Teladan Kasih, Kompas, Senin 5 September 2016, hal. 10).

Allah Dalam diri Orang Miskin

St. Irenius pernah berkata Gloria Dei Homo Vivens (Kemuliaan Allah ada Dalam diri manusia yang hidup). Ungkapan ini mau mengatakan bahwa dalam diri manusia kemuliaan Allah dapat ditemukan. Situasi dan kondisi kehidupan manusia sejatinya selalu menampakan dan menghadirkan kemuliaan Allah. Hal ini menjadi jelas, karena manusia sejak semula diciptakan menurut image Allah, sesuai dengan gambar dan rupa Allah (Kej, 1:26-27).

Dalam diri orang miskin dan tertindas, wajah kemuliaan Allah dinodai dan dicoreng. Keserakahan, keangkuhan dan ketidakpedulian telah mengambil peran yang luar biasa dalam merusak wajah kemuliaan Allah ini. Segala bentuk tindakan, kebijakan, dan cara hidup yang mengakibatkan pemarginalan, lahirnya orang-orang miskin baru dan menyusahkan orang miskin adalah jalan masuk utama rusaknya wajah kemuliaan Allah.

Model lain dari rusknya wajah Allah adalah melalui bencana ekologis yang diciptakan manusia dewasa ini. Pencaplokan lahan demi lahan sawit dan tambang yang mengambil hak masyarakat-adat, konflik agraria yang menyebabkan hilangnya lahan-lahan pertanian termasuk juga pembangunan infrastruktur yang mengabaikan hak-hak masyarakat kecil adalah bencana ekologis sekalaigus wujud paling jelas dari rusaknya wajah Allah.

Bunda Teresa: Oase Bagi Wajah Allah yang Rusak

Peristiwa dikanonisasikannya Beata Teresa dari Kalkuta menjadi Santa Teresa dari Kalkuata seakan menjadi oase di tengah gersangnya padang gurun wajah Allah yang semakin meluas. Peristiwa ini adalah sebuah ajakan untuk kembali melihat wajah Allah dalam diri orang-orang miskin. “Kalau orang melihat kehidupan Ibu Teresa dari Kalkuta, maka ia akan melihat kemuliaan Allah di dalam dirinya. Cintanya yang besar kepada umat manusia, khususnya orang-orang miskin, bagaikan cermin dari cinta Allah sendiri,” tulis Romo Albertus Sujoko MSC.

Kehidupan Bunda Teresa terutama pilihannya untuk keluar dari tembok biara dan menyentuh langsung mereka yang menderita adalah bagaikan pilihan Allah dalam peristiwa inkarnasi. Allah menjai manusia agar manusia diangkat kembali ke martabat asalinya yaitu sebagai gambar dan rupa Allah sendiri. Demikian Bunda Teresa turun untuk menyentuh, merawat mereka yang paling menderita dan ditinggalkan agar merasakan kemanusiaan yang adalah wajah kemuliaan Allah sendiri.

Bunda teresa sedih, melihat wajah Allah dalam diri manusia-manusia yang tidak dipedulikan. Wajah Allah begitu terluka, penuh kudis dan orok dengan nanah yang menjijikan. Wajah Allah dijauhi dan dihindari banyak orang. Bagaimanamungkin wajah Allah dapat dilihat tanpa memulihkan martabat mereka yang dimiskinkan ini. “Paling kurang mereka merasakan bagaimana menjadi manusia sebelum meninggal,” kata Bunda Teresa sambil merangkul seorang yang telah sekarat dan Ia tolong dan akhirnya meninggal.

Kamu Melakukannya Untuk Aku

Dalam diri orang miskin Allah sungguh-sungguh hadir, mengidentifikasikan dirinya dan  membutuhkan perhatian. Dia menyebutkan dirinya seabgai mereka yang lapar, haus, seoarang asing, telanjang, sakit, dan dalam penjara. “Apa yang telah kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, itu kamu lakukan untuk Aku”. (Mat, 25:40).

Hal ini telah dilakukan Bunda Teresa. Ia pernah mengatakan seperti berikut: “Aku lihat orang sekarat, aku menjemputnya. Aku menemukan seseorang yang lapar, aku memberinya makanan. Dia bisa mencintai dan dicintai. Aku tidak melihat warnanya, aku tidak melihat agamanya. Aku tidak melihat apa-apa. Setiap orang apakah dia Hindu, Muslim atau Budha, ia adalah saudaraku, adik saya.”

Melalui teladan Bunda Teresa, kita melihat bahwa kita juga mungkin untuk melakukan itu. Kini ia diangkat menjadi santa, agar menjadi oase juga bagi kita yang masih berjuang ini. Di tengah keringnya rasa kemanusiaan, lunturnya rasa kepedulian, tingginya tembok-tembok keangkuhan dan keegoisan, meluasnya privatisasi, maraknya pencabutan hak milik dan tingginya angka kemiskinan, kita diajak untuk memulihkan wajah Allah yang terluka karenanya.

Paus Fransiskus mengajak, “Mari kita membawa senyumnya dalam hati kita dan memberikan percikannya kepada mereka yang kita jumpai sepanjang perjalanan kita serta cinta kepada mereka yang menderita.” Di tengah-tengah orang miskin, kita diajak untuk menjadi kudus dengan meniru teladan kekudusan Santa Teresa dari Kalkota. Santa Teresa dari Kalkota, doakan kami. *** (Sdr. Charlest, OFM – Staf JPIC OFM Indonesia)

 

 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

5 × four =