Perubahan yang bernilai dan bermanfaat jangka panjang dimulai dari pendidikan.
Tantangan untuk para pendidik?
Ada banyak persoalan lingkungan hidup yang ditemukan dalam kehidupan masyarakat. Persoalan-persoalan tersebut mungkin merupakan efek dari lemahnya pewartaan kristiani tentang lingkungan hidup sehingga masyarakat atau umat tidak memiliki kesadaran dan pemahaman yang memadai tentang seriusnya persoalan lingkungan hidup dan perlunya mengambil langkah yang nyata.”
Direktur JPIC OFM Indonesia, Peter C. Aman, OFM menegaskan hal tersebut kepada para guru peserta pelatihan Transformasi Sosial dan Ekologis yang diadakan oleh JPIC OFM Indonesia di Gedung Pusat Ekopastoral Fransiskan, Pagal, pada bulan Juni 2016 yang lalu.
Peter Aman juga menyatakan bahwa persoalan lingkungan hidup terjadi karena manusia tidak menerima dirinya sebagai makhluk ciptaan, dan memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menyatakan diri sebagai pencipta. Ketika manusia mengganggap diri sebagai pencipta maka manusia mau berbuat sesuka hatinya.
“Ketika manusia tidak menerima diri sebagai ciptaan tetapi menyatakan diri sebagai pencipta maka tindakan kita memperlihatkan suatu kesewenangan, suatu penyelewengan, suatu penempatan diri yang tidak pada tempatnya. Kita berbuat sesuka hati kita,” tegasnya.
Lebih lanjut beliau mengatakan bahwa manusia tidak hidup di awang – awang, tapi di atas bumi, di atas tanah yang memberikan kehidupan kepada seluruh umat manusia. Karena itu menurutnya tanah itu ibarat ibu yang mengandung, memberi kehidupan kepada anak manusia.
“Ketika orang menjual tanah sama halnya dia menjual ibu yang sudah mengandung dan memberinya banyak makan. Dari bumi, dari tanahlah manusia dapat menggali kebijaksanaan-kebijaksanaan dan kebenaran demi kehidupan yang berkelanjutan.”
Intimitas dengan alam
Dosen Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara ini juga menegaskan bahwa isu lingkungan hidup tidak hanya isu lokal atau nasional, tetapi sudah menjadi isu regional dan internasional. Saat ini semua orang sedang berjuang untuk memulihkan alam ciptaan dari kerusakan masif yang diakibatkan oleh industri berskala besar yang hanya mementingkan keuntungan dan tidak peduli pada kehidupan manusia dan alamnya.
“Kerusakan alam yang terjadi akibat pertambangan, perkebunan berskala besar, sampah, merupakan akibat dari hilangnya intimitas hubungan antara manusia dengan alam. Alam tidak lagi dilihat sebagai tempat yang menyediakan sumber hidup bagi banyak orang, tetapi hanya dilihat sebagai sarana untuk mendapatkan keuntungan bagi mereka yang kaya yang memiliki modal,” kata Peter Aman.
Hilangnya intimitas dengan alam itulah yang membuat manusia berbuat sesuka hatinya. Privatisasi sumber daya alam, seperti air yang dikuasai oleh segelintir orang untuk keuntungan dirinya merupakan perbuatan yang menghilangkan hubungan manusia dengan alam, sumber hidup, tegasnya.
Mengikuti Jejak Hidup Yesus
Pemulihan dan pencegahan terjadinya kerusakan alam menjadi penting untuk dilakukan. Pater Peter Aman, OFM mengajak semua orang untuk mengikuti jejak hidup Yesus. Seluruh Hidup Yesus, menurut Pater Peter tidak bisa dilepaskan dari korelasinya dengan alam ciptaan.
“Kita boleh mengatakan hakekat dari inkarnasi itu juga berciri ekologis, Allah menjadi manusia. Jadi Allah bukan lagi sesuatu yang abstrak tetapi sesuatu yang memiliki jati diri dan identitas duniawi manusia. Pewartaan Yesus juga mengangkat unsur-unsur ciptaan. Melalui perumpamaan-perumpamaan, Yesus menggali kebijaksanaan-kebijaksanaan dan kebenaran dari alam ciptaan untuk pegangan hidup manusia”.
Menurut Peter Aman, OFM sampai saat ini jejak pewartaan Yesus tetap relevan dan menjadi inspirasi serta motivasi spiritual moral bagi upaya pemulihan ciptaan. Bahkan perayaan-perayaan iman amat kental dengan bobot ekologis.
“Ciri-ciri dan tanda sakramental Gereja amat ekologis sampai pada simbol pokok dalam ekaristi: Tubuh dan Darah Tuhan, roti dan anggur hasil bumi dan usaha manusia,” jelasnya.
Itulah sebabnya, peduli pada persoalan lingkungan hidup merupakan suatu keharusan. Tentu harus disadari bahwa sampai saat ini gereja belum sungguh-sungguh menempatkan isu ekologis sebagai isu sentral dalam pewartaaan. Karena itu menurut Peter Aman, Gereja perlu membangun katekese dan liturgi yang berbasis pada lingkungan, membaca kitab suci dari perspektif ekologis.
Perubahan dimulai dari Pendidikan
Mengingat persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan global, kepada para guru Peter menegaskan perlunya kerja bersama untuk melawan orang-orang yang mau merusak lingkungan alam.
Dia menegaskan bahwa keberhasilan akan dicapai hanya dengan ketekunan, bekerja bersama orang lain yang peduli baik pada tingkat lokal, nasional, regional maupun internasional. Tetapi untuk sebuah perubahan yang betul bernilai dan berjangka panjang harus dimulai dari proses formasi, proses pendidikan.
“Sehingga kalian guru-guru yang berhadapan dan dipercayakan oleh Tuhan untuk mendidik anak anak merupakan garda terdepan dan memiliki tugas dan tanggung jawab serta tantangan yang mesti dihadapi. Kenapa, karena persoalan lingkungan hidup itu serius, sebuah taruhan apakah masih ada masa depan untuk seluruh kehidupan. Kalau kita tidak mengendalikan diri dan kalau kita tidak mengubah sikap maka perubahan itu sulit dicapai”, pesan Peter Aman kepada Guru-Guru.
Lebih lanjut Pater Peter menegaskan bahwa perubahan kita harapkan mulai dari dunia pendidikan, mulai dari proses formasi, pembentukan diri manusia. Banyak hal yang bisa dibuat dan diajarkan, baik yang praktis maupun ilmu pengetahuan.
Valens Dulmin