Setiap tanggal 3 Oktober, para Fransiskan semesta mengenangkan TRANSITUS Bapa St. Fransiskus. Perayaan Transitus bagi para Fransiskan adalah beralihnya jiwa Sang Bapa, Si Miskin dari Asisi dari dunia yang fana ke suga yang penuh dengan kemuliaan.
Transitus menandakan telah purna tugas-Nya di dunia ini menjadi “Ksatria Allah” dengan mengikuti Kristus yang ia jumpai dalam Injil Suci. Kristus itulah yang menginspirasi hidupnya dan akhirnya kehidupan Kristuslah yang dihidupi hingga akhir dengan mahkota lima luka Kristus tergambar tegas dalam tubuhnya yang fana.
“Aku bersyukur karena aku telah menjalani kemiskinan suci hingga akhir hidupku,” ujarnya kepada para muridnya sambil mengajak mereka untuk mengidungkan Gita Sang Surya, sebuah Pujian kepada Allah atas segala makhluk.
Fransiskus telah menyelesaikan perziarahannya dengan mengarahkan seluruh hasrat dan keinginannya untuk hidup dan mati seperti Kristus, dengan menyangkal dirinya. Fransiskus dengan tegas menyiapkan perjalanan jiwa-Nya kembali kepada Allah, sang sumber kehidupan.
Transitus Fransiskus dan Kita
Kita semua pada dasarnya adalah peziarah. Di bumi ini kita sedang melakukan perziarahan, berjalan terus menerus untuk sampai pada tujuan akhir yaitu Allah sendiri. Tuhan terlalu baik, Ia sudah melengkapi kita para peziarah ini dengan kemampuan-kemampuan dan hasrat yang dapat menghantar kita menuju kepada-Nya, dan menenteramkan jiwa kita dalam pelukan kasih-Nya.
Syarat utamanya adalah kita mesti menyiapkan dan mengolah hasrat-hasrat itu bagaikan minyak yang dipersiapkan oleh gadis-gadis bijaksana agar api kehidupannya tetap menyala hingga sampai kepada Tuhan, sampai berjumpa dengan Tuhan. Jika tidak, kita akan didapati oleh Tuhan kita sebagai gadis-gadis bodoh yang tidak membekali diri, tidak memiliki persiapan apa-apa saat menantikan TUHAN. Kita akan dijumpai sebagai mereka yang tinggal dalam kegelapan karena ditinggal nyala api kehidupan yang berasal dari Allah sendiri.
Paling kurang, di dalam diri kita, telah dianugerahkan tiga hasrat yang jika diolah dengan baik akan menghantar kita kepada Allah, tetapi jika kita mengabaikannya, kita akan menjauhkan diri dari Allah dalam perziarahan ini. Tiga hal itu disebut hasrat/keinginan atau bahasa latinnya Libido. Ketiga hal itu adalah Libido Posendi (Keinginan untuk memiliki), Libido Dominandi (Keinginan untuk menguasai), dan Libido Adorandi (Keinginan untuk dipuji/disembah).
Pertama, Libido Posendi. Tuhan mengatakan kepada kita, “Sebaliknya, carilah dahulu Kerajaan Allah, maka semuanya ini juga ditambahkan kepadamu.” (Luk, 12:31) Tetapi apa yang sering terjadi dengan kita? Banyak hal yang ingin dimiliki terlebih dahulu, bahkan meskipun itu dapat menjauhkan kita dari Allah. Selagi memiliki kesempatan, ia akan mengumpulkan sebanyak-banyaknya bahkan dengan menghalalkan segala cara, mungkin saja salah satunya bertindak koruptif.
Ingin memiliki apa yang ia dapat miliki atau bahkan orang lain miliki, padahal Tuhan bilang “Jangan mengingini istri orang lain, rumahnya, ladangnya, hambanya baik laki-laki atau perempuan, lembunya, dan keledainya. Jangan mengambil apa pun yang menjadi milik orang lain.” (Ul, 5:21) Jika diarahkan dengan baik, keinginan memiliki sebagai sifat dasar manusia semestinya mengarahkan diri pada sikap bersyukur. Setelah memiliki sesuatu dan sesuai denganya, manusia diharapkan mempunyai rasa syukur dan semoga bisa mengatakan, ini cukup bagiku!! “Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” (Ibr. 13:50)
Kedua, Libido Dominandi. Sejak kecil manusia mempunyai sikap dasar, mau menguasai yang lain. secara naluriah seorang anak akan menangis dan itu menggerakan hati orang tuanya, ini juga menjadi kekuatan sang anak untuk berkuasa. Libido Dominandi, membuat manusia merasa perlu menguasai yang lain, “kalau perlu yang lain selalu berada di bawah dan saya terus yang mengatur.”
Munculah persaingan-persaingan yang akhirnya melahirkan persaingan tidak sehat, munculah penguasa-penguasa tunggal, dalam bidang politik, ekonomi, agama, dan lain sebagainya. orang merasa lebih baik dari yang lain. lebih hebat, lebih benar, dan lebih, lebih dan lebih! Padahal Tuhan bilang, Libido Dominandi jika diarahkan sesuai perintah TUHAN dlam kitab Kejadian sebenarnya akan melahrkan manusia yang berkuasa sebagaimana Allah berkuasa, artinya menyadari bahwa dirinya adalah wakil Allah di dunia ini, dia adalah imago Dei yg sejatinya selalu menampilkan kebaikan Allah. Allah pasti selalu mengingini yang terbaik bagi manusia, apa daya manusia malah menjadi imago diabolus!!!
Ketiga,Libido Adorandi. sejak mula manusia sepertinya memiliki keinginan untuk selalu disembah, dipuji. berjuang unutk dapat dipuji, dapat dikatakn sebagai yang paling hebat. Maka lahirlah apa yang orang sebut sekarang narsisme. Narsisme adalah sebagai ungkapan keinginan manusia untuk dipuji, disembah, baik itu dalam bidang politik, ekonomi, agama, dan lain sebagainya, Tuhan bilang, “Janganlah kamu berpaling kepada berhala-berhala dan janganlah kamu membuat bagimu dewa tuangan; Akulah TUHAN, Allahmu.” (19:4), padahal, jika dimanfaatkan dengan baik, seorang yang beriman melakukan sesuatu demi kemuliaan Allah.
Bapa Fransiskus Asisi mengatakan ,Deus Meus et Omnia (Tuhanku dan segalaku). Segala sesuatu yang kita lakukan, keberhasilan, hidup yang mapan, semuanya karena Tuhan dan segalanya hanya untuk Dia, untuk kemuliaan dan keluhuran namanya.
Dengan merayakan Transitus Bapa Serafik, St. Fransiskus, sejatinya kita diajak untuk mempersiapkan diri kita juga untuk berjalan kembali kepada Allah sesuai dengna apa yang telah ia titipkan ke dalam bejana tanah liat yang rapuh ini. Mari kita mulai lagi, sebab sampai hari ini kita belum melakukan apa-apa. Selamat merayakan Transitus Bapa Fransiskus dan selamat mempersiapkan diri untuk merayakan Hari Raya Bapa Kita St. Fransiskus.
Sdr. Charlest, OFM