Kenangan 30 Tahun Lalu
“Saya merasa, saya dapat mengatakan: pada hari itu, saya mendengarkan detak jantung dunia”. Ungkapan yang sangat emosional ini disampaikan oleh Kardinal, Rodger Etchegaray, seorang saksi mata bagaimana perayaan frasa “Spirit of Asisi” berkecambah dalam pemikiran St. Yohanes Paulus II, dicetuskan, bagaimana persiapannya dan bagaimana situasi perayaan untuk pertama kali dirayakan pada tanggal 27 Oktober 1986, di Asisi tempat kelahiran St. Fransiskus itu. Itulah hari kelahiran “Spirit of Asisi”.
Peristiwa di Asisi pada saat itu, bagaikan sebuah ulangan perjanjian damai antara Allah dengan Nabi Nuh yang kini diperbarui oleh keturunannya. “Ketika pada akhir suatu pagi yang mendung, pelangi nampak di atas langit Asisi, para pemimpin religius, dipanggil bersama oleh seorang nabi yang berani salah satu di antara mereka, Paus Yohanes Paulus II, melihat di dalamnya sebuah panggilan yang kuat untuk hidup bersaudara: tak seorangpun dapat meragukan bahwa itu merupakan doa yang telah memenangkan tanda kelihatan mengenai perjanjian antara Allah dengan keturunan Nabi Nuh.”
Situasi haru dirasakan oleh Kardinal Roger. “Di Katedral San Rufino, ketika pemimpin Gereja Kristen saling memberi tanda damai, Saya melihat tangisan di wajah beberapa, dan terlihat tidak begitu penting. Di depan Basilika St. Fransiskus di mana, membeku karena dingin, satu sama lain terlihat mendekat, saling menyentuh siku dengan siku (Yohanes Paulus II berada di samping Dalai Lama).
Ketika beberapa orang muda Yahudi berjingkrak di panggung untuk menyerahkan cabang zaitun pada kami, dan pertama-tama pada yang Muslim, saya menjumpai diri sendiri yang sedang mengusap air mata dari wajahku sendiri.”
Asisi merupakan simbol, panggung dari apa yang harus dilakukan gereja berdasarkan panggilannya yang tepat di tengah dunia yang diwarnai pluralisme agama yang mencolok: untuk mengakui kesatuan misteri keselamatan dalam Yesus Kristus. Pengalaman di Asisi mempersilakan laki-laki dan perempuan untuk menjadi saksi yang otentik mengenai pengalaman akan Allah dalam hati agamanya masing-masing. “Semua doa yang otentik, Paus menambahkan, dipelihara oleh Roh Kudus yang secara misterius hadir dalam hati setiap umat manusia”.
Teladan St. Fransiskus dari Asisi
Telah kita ketahui bersama, “Spirit of Asisi” merupakan frasa untuk mengingat dan mengenang kembali perjumpaan St. Fransiskus dengan Sultan Malik Al-Kamil di Damieta, Mesir, ketika perang salib masih berkecamuk dan sedang panas-panasnya. Tepat pada tahun 1219, St. Fransiskus mengadakan perjalanan bersejarah dan sangat mengagumkan ini.
Saat itu perang salib dianggap sebagai perang suci melawan kaum muslim, Yahudi, dan kelompok heretik. Sementara itu, Sultan Mesir membalsanya dengan menjanjikan hadiah dari Byzantin bagi setiap mereka yang mampu membawa kepadanya kepala seorang Kristen.
Kehadiran St. Fransiskus yang tanpa senjata dan dengan penuh keberanian menghasilkan perjumpaan yang mengatasi segala kebencian. Perjumpaan keduanya bagaikan perjumpaan sahabat Allah yang pada gilirannya saling mendoakan.
Perjumpaan St. Fransiskus dan Sultan menghasilkan pesan damai yang menelurkan ide dalam diri Paus St. Yohanes Paulus II untuk mengundang semua pemimpin Agama ke Asisi. Dari sana mereka menumandangkan doa dan pesan damai.
Puncak Perayaan 30 Tahun” Spirit of Asisi”
“Spirit of Asisi” kini telah menginjak usia 30 tahun, satu usia yang menurut ukuran manusia, merupakan usia produktif untuk menghasilkan banyak hal baik. Di ulang tahun ke-30, kembali dirayakan di Asisi, tempat yang oleh Paus Yohanes Paulus II digambarkan sebagai tempat yang oleh St. Fransiskus telah diubah menjadi pusat persaudaraan semesta.
Tahun ini, Paus Fransiskus mengundang 450 orang tokoh agama dari seluruh penjuru dunia untuk berkumpul di Asisi pada tanggal 18 – 20 Oktober 2016. Di sana mereka bersama berdoa dan berefleksi dengan merenungkan tema “Haus akan Damai: Iman dan Budaya dalam Dialog”.
“Kita telah datang ke Asisi sebagai peziarah yang mencari damai” ungkap Paus di hadapan tokoh-tokoh agama. “Kita membawa di dalam diri kita dan menempatkan di hadapan Tuhan harapan dan penderitaan banyak orang dan seluruh umat: kita haus akan damai; kita meminta untuk menjadi saksi damai“.
“Di atas itu semua, kita harus berdoa untuk kedamaian, karena damai adalah anugerah Allah, dan dan ada pada kita untuk memohonkannya, merangkulnya, dan membangunnya setiap hari dengan bantuan Tuhan,” lanjut Paus.
Sebelum menutup seluruh perayaan, Bapa Suci memimpin meditasi damai untuk kelompok pemimpin dari berbagai aliran Gereja di Basilika Lantai Dasar Basilika St. Fransiskus.
“Di hadapan salib Kristus, ‘kekuatan dan kebijaksanaan Allah (1 Kor 1:24), kita umat Kristiani dipanggil untuk mengkontemplasikan misteri Cinta yang tidak dicintai dan mencurahkan kasih kepada dunia.”
“Pada Salib, pohon kehidupan,” lanjut Paus “kejahatan diubah menjadi kebaikan; kita juga, sebagai murid Dia yang disalib, dipanggil untuk menjadi ‘pohon kehidupan’ yang menyerab perbedaan yang terkontaminasi dan membarui kemurnian udara kasih kepada dunia. Dari lambung Kristus di salib, air mengalir, simbol Roh Kudus yang memberi hidup (cf. Yoh 19:34); sehingga dari kita, pengikutnya, belaskasih mesti mengalir bagi mereka yang kehausan.”
Banyak yang berubah dalam tiga dekade yang lampau semenjak Paus St. Yohanes Paulus II menyelenggarakan “Spirit of Asisi” yang pertama: perang dingin berakhir, sementara bayang-bayang terorisme internasional bertumbuh dan menyebar, dan kegagalan kita untuk berperan sebagai penjaga yang baik atas ciptaan menjadi kesempatan baru untuk mewujudkan damai. Bagaimanapun juga “Spirit of Asisi” tetap tidak berubah, dan setiap kita memiliki bagian untuk berperan dalam menyadari kerinduan akan damai yang menjiwai peristiwa ini.
“Di sini, tiga puluh tahun yang lalu, Paus Yohanes Paulus II mengatakan ‘Damai adalah sebuah workshop, terbuka untuk semua bukan hanya untuk para spesialis, orang terpelajar dan ahli siasat. Damai adalah tanggungjawab universal.’ Mari kita memikul tanggungjawab ini, menegaskan kembali kesepakatan kita hari ini untuk menjadi, bersama, pembangun perdamaian yang Allah harapkan bagi kita dan bagi kemanusiaan yang hasu akan damai,” ungkap Paus Fransiskus dalam menutup Perayaan 30 tahun Spirit of Asisi.
Sdr. Charlest, OFM – dari berbagai Sumber.