Pertunjukkan kolaborasi musik di Lapangan Teater Terbuka Universitas Negeri Jakarta, Kakarta, Rabu 16/11 petang menandai peringatan hari toleransi sedunia.
Musik: Instrumen Toleransi
Kolaborasi musik tradisional dan moderen ditampilkan oleh kelompok musik dari berbagai genre musik, seperti musik tradisional, rock and roll, hip hop, pop dan balada. Semuanya dimainkan dalam sebuah kolaborasi yang indah.
Meskipun banyak perbedaan baik dari segi asal usul para seniman yang hadir maupun alat musik yang mereka mainkan, ternyata alat musik berbeda genre, latar belakang pemusik, cara memainkan dan lain sebagainya itu bisa saling melengkapi.
Menurut Galih, pemusik asal Minangkabau, Sumatra Barat yang meniup Salung, seruling khas daerahnya, musik merupakan bahasa universal yang tidak kenal batas. Musik tidak mengenal perbedaan, baik itu asal usul pemain, usia, instrumen aalat ataupun jenis alat musik yang dimainkan. “Justru semakin banyak perbedaan yang ada, terutama dari jenis instrumen, harmoni yang dilahirkan semakin indah,” ujarnya.
Perpaduan antara musik tradisional dan moderen adalah sebuah keindahan tersendiri. hal ini diungkapkan Heri Iskandar, seorang penonton asal Jakarta yang sempat menonton acara pentas musik ini. “”Semuanya menghasilkan harmoni yang khas dan enak di dengar,” katanya.
Perbedaan adalah Kekuatan
Musik mempunyai kekuatan untuk menyatukan. Hal ini diungkapkan ketua panitia Hari Toleransi Sedunia 2016 dari Wahid Foundation, Qowin Adib. “Sepatutnya, kita semua mengimplementasikan filosofi seni di dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.
Seni, terutama musik bisa menjadi fondasi yang dapat menyatukan oerbedaan di Indonesia maupun dunia. Sebab seni tidak mengenal perbedaan.
Bukan rahasia lagi, jika bangsa Indonesia memiliki keragaman yang justru menjadi hakikat Bangsa ini, Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, bangsa dan bahasa.
Yenny Wahid, Direktur Wahid Foundation menuturkan bahwa keragaman adalah nilai plus atau kekuatan bagi Indonesia. Sebab, dengan banyaknya per perbedaan, negara ini memiliki kekayaan, pola pandang atau ide-ide pemikiran untuk kemajuan. Yang perlu dilakukan adalah mengoptimalkan semua kelebihan ini.
Keragaman tersebut saat ini, menurut putri kedua Presiden Indonesia ke-4 Abdurahman Wahid rentan dipolitisir. Perbedaan justru dimanfaatkan sebagai instrumen untuk memecahbelah bangsa. Perbedaan di samping adalah kekuatan sebebnarnya sangat rentan memecahbelah. Banyak pihak yang ingin memanfaatkannya demi tujuan politiknya. ini tentu saja sangat membahayakan.
Yang harus dilakukan adalah menyadarkan kembali masyarakat bahwa jati diri bangsa dan negara Indonesia justru adalah kebhinekaan. Masyarakat Indonesia sudah biasa dan bisa hidup dalam perbedaan dalam sejarahnya.
Mesti melakukan upaya-upaya yang dapat menunjukan sikap saling menghargai. Yenny mengmabil contoh bagaimana Sunan Kudus menganjurkan umat muslim untuk membuat soto daging kerbau daripada daging sapi untuk menghormati orang Hindu. Contoh-contoh seperti ini perlu disebarluaskan dan dijalani sesuai dengan konteks masing-masing.
Indonesia punya motto yang luar biasa yang dikagumi oleh banyak bangsa “Bhineka Tunggal Ika, Berbeda-beda tetapi tetap satu”. Moto ini adalah modal besar bangsa.
Pemerintah mesti benar-benar menjalankan moto ini dan mengajak semua elemen bangsa untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Di samping itu, pemerintah bertanggungjawab untuk menindak tegas para pelaku penyebar kebencian.
Seperti seni yang memadukan perbedaan menjadi keharmonisan, yang membuat lebih berwarna, menghasilkan keindahan begitupulallah seluruh perbedaan yang ada dalam diri Bangsa ini. Jika semua bisa dipadukan dan dijalankan untuk saling melengkapi akan menghasilkan keindahan.
Seperti Jalauludin Rumi, Sufi asal persia katakan, ktia mesti keluat dan membuang jauh-jauh gagasan sempit mengenai perbedaan agar kita bertemu pada suatu ruang murni tanpa dibatasi prasangka atau pikiran yang gelisah. Agar hidup kita lebih harmini dan indah.
Charles Talu diambil dari Kompas edisi Kamis, 17 November 2016: “Harmoni Keindahan itu Lahir dari Perbedaan”.