Hal ini diungkapkan P. Frumensius Gions, OFM dalam “Roundtable Discusion on Modern Slavery and Human Trafficking”. Kegiatan ini diselenggarakan oleh Paramadina Institute of Ethics and Civilization bekerjasama dengan Global Freedom Network pada Kamis, 01 Desember 2016.
“Human trafficking, perbudakan, penjualan organ, dan sejenisnya adalah kejahatan yang paling mengerikan,” terang P. Frumens di sela-sela diskusi yang berlangsung di Energy Building Lantai 22, Ruangan Pascasarjana Universitas Paramadina.
Disebut kejahatan yang paling mengerikan, karena human trafficking dan sejenisnya itu adalah tindakan yang melawan iman.
“Setiap orang beriman, apapun agamanya mengakui harkat dan martabat luhur manusia sebagai gambar dan rupa Allah. Karena itu, human trafficking dan lainnya itu adalah kejahatan melawan Allah dengan mengabaikan manusia. Ini tidak bisa dibiarkan. Sangat mengerikan,” ungkap dosen Teologi Moral ini.
Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa melawan segala bentuk perbudakan dan human trafficking adalah bagian integral dari iman.
“Kejahatan yang mengabaikan moral manusia ini harus dilawan. Tugas ini merupakan bagian hakiki dari pernyataan dan perwujudan iman,” tegasnya.
Menurut Fransiskan asalah Kengos, Manggarai Barat ini, inilah yang menjadi alasan mengapa para Fransiskan getol menolak kehadiran Tambang di Flores.Tambang salah satunya menjadi jalan masuk terjadinya perbudakan dan Human Trafficking.
“Karena itu sejak awal para Fransiskan menolak kehadirannya yang selain merusak tempat hidup masayarakat, tetapi sekaligus menjadi jalan masuk lahirnya perbudakan dan Human Trafficking,” jelasnya.
“Tambang menyebabkan orang kehilangan tanah dan matapencariannya. Efek selanjutnya adalah mereka mau tidak mau pergi merantau dan menjadi budak atau tanpa sadar menjadi korban perdagangan orang,” tutupnya.
Kegiatan ini sekaligus merupakan persiapan awal untuk penyelenggaraan Deklarasi Bersama Para Pemimpin Agama Melawan Perbudakan dan Perdagangan Manusia yang rencananya akan diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2017. Deklarasi bersama sudah pernah dilakukan di Vatikan, India dan Australia.
Charlest, OFM