
Oleh Sdr. Moses Elias Situmorang OFMCap
Kamis 03 Maret 2016 lalu, penulis mengajak pastor Marselinus Sijabat OCarm pastor paroki Paronggil dan seorang pemerhati lingkungan yang tinggal di kabupaten Dairi untuk melihat, belajar, dan mengamati secara langsung bagaimana penduduk di daerah Liang Melas kabupaten Karo bercocok tanam khususnya jeruk manis.
Pastor Marselinus Sijabat OCarm ketua JPIC ordo Carmel komisariat Sumatera sangat risau melihat perkembangan penanam sawit di daerahnya maka sebagai langka positif dia mau menanam jeruk untuk mengimbangi kebun sawit.
Perjalanan dari Berastagi sampai ke daerah Liang Melas memakan waktu kurang lebih empat jam dengan menggunakan mobil Dhaihatsu Rocky Independen double gardang keluaran tahun 2003. Perlu kemahiran khusus dalam menyetir menuju daerah Liang Melas agar tidak terjerembab masuk jurang. Jalan berliku mampu menampilkan keelokan jajaran Bukit Barisan yang ditumbuhi beragam pepohonan.
Pertanian Baru Tanah Karo
Tanah Karo bukan hanya gunung Sinabung. Wilayah kabupaten Karo memiliki luas 2.127,25 KM. Kabupaten ini berlokasi di dataran tinggi Karo, Bukit Barisan Sumatera Utara terletak sekitar 77 KM dari Kota Medan ibukota Sumatera Utara.
Wilayah kabupaten Karo terletak di dataran tinggi dengan ketinggian antara 600 sampai 1.400 meter di atas permukaan laut. Karena berada di ketinggian tersebut, Tanah Karo Simalem, nama lain dari kabupaten Karo mempunyai iklim yang sejuk dengan suhu berkisar antara 16 sampai 17 derajat Celsius.
Cukup lama orang mengenal Tanah Karo sebagai penghasil jeruk manis yang biasa disebut kalau di Jakarta sebagai jeruk Medan atau jeruk Berastagi.
Kabupaten Karo terdiri dari 17 Kecamatan. Kecamatan Mardingding adalah salah satu kecamatan yang tanahnya masih cukup luas dan langsung berbatasan dengan Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Langkat dan Aceh.
Selama lima tahun penulis pernah bertugas sebagai kepala paroki santo Fransiskus Asisi Tiga Binanga yang sebagian besar wilayahnya pelayanan mencakup daerah Liang Melas.
Daerah Liang Melas yang meliputi beberapa desa yakni Kuta Mbelin, Kuta Pengkih, Kuta Kendit, Cerumbu dan Pola Tebu. Daerah Liang Melas (tempat yang hangat) berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser.
Sejak tahun 1998 daerah yang sejak lama terkenal sebagai sarang ladang ganja, kini berubah total sebagai surga pertanian untuk Kabupaten Karo. Menurut bapak Samuel Sembiring salah seorang tokoh masyarakat Kuta Pengkih awal mula penanaman karena mereka sudah mulai sadar akan bahaya menanam ganja.
“Hingga tahun 1997 di jambur (semacam alun-alun desa) ini masyarakat masih bebas menjual ganja. Mengapa orang sini menanam ganja? Jawabannya sederhana saja sulitnya akses jalan membuat biaya transport sangat tinggi. Sehingga pilihan menanam ganja walaupun sangat berbahaya adalah pilihan terakhir. Namun sejak pemerintah mulai memperbaiki jalan maka pelan-pelan masyarakat sadar dan mulai beralih menanam jeruk manis,kopi, tembakau, dan cabe “ Papar pak Samuel yang juga mantan kepala desa Kuta Pengkih mantap.
Daerah Liang Melas memang sangat cocok untuk menanam jeruk karena iklimnya sejuk dan tanahnya masih subur. Air juga sangat melimpah. Namun demikian untuk menanam jeruk agar maksimal hasilnya tetap membutuhkan perawatan intensif.
Menurut bapak Saut Nainggolan (53) salah seorang petani jeruk yang berhasil di Kuta Pengkih menanam jeruk itu dimulai dengan pemilihan bibit yang berkualitas.
“Proses penanaman jeruk manis itu kita mulai dari pembibitan. Cara pengadaan bibit disini adalah dengan system perkawinan antara jeruk manis dengan jeruk asam lokal yakni jeruk Citrun. Pernah kami coba dengan bibit yang didatangkan dari daerah lain tetapi hasilnya kurang bagus maka berdasarkan pengalaman dan pengamatan kami mencoba dengan membuat bibit sendiri dan ternyata cukup berhasil.” Tutur Nainggolan kelahiran Kuta Pengkih.
Menurut Nainggolan pembibitan dimulai dengan memilih biji “Jeruk Citrun” (sejenis jeruk asam lokal). Setelah dibersihkan bijinya disemaikan selama satu setengah tahun. Kemudian dipotong tinggal batangnya.
Ke dalam batang ditempel kulit jeruk manis kemudian dibungkus dengan plastik dan biarkan selama dua minggu sesudahnya buka kalau daun sudah mulai tumbuh maka pindahkan ke plastik besar polibek yang berisi tanah humus. Polibek diletakkan di alam terbuka yang kena sinar matahari. Setelah setengah tahun dalam polibek maka pindahkan ke lahan yang sudah disiapkan.
“Tahun pertama setelah ditanam harus kita kasih Nitrogen (N) atau Urea, Tahun kedua NK (Nitrogen dan Kalium) dan tahun ketiga NPK (Nitrogen,Pospat dan Kalium). Harus kita amati. N itu untuk urat, K itu untuk batang dan P untuk buah. Artinya kalau bunga sudah banyak tidak perlu banyak kita kasih P.
Lalu kalau satu minggu musim kemarau harus kita siram secukupnya. Untuk mengatasi agar batang tidak berjamur maka juga harus kita semprot.” Jelas Saut Nainggolan yang hanya sampai duduk di kelas 2 SMP Negeri Lau Baleng.
Saut Nainggolan menambahkan bahwa untuk satu pokok jeruk manis dihitung mulai dari penanam di lahan per tahun mememerlukan biaya rata-rata Rp 400.000,- dan hasilnya dari satu batang pokok jeruk untuk usia mulai lima tahun dapat menghasilkan 100 Kg buah.
Kalau harga per Kg jeruk di daerah Liang Melas Rp 7.000,- itu artinya dari tiap batang kita dapat memperoleh Rp 300. 000,-. Jarak tanam antara yang satu juga dengan yang lain perlu diperhatikan yakni 7 M x 7 M. Jarak ini perlu diperhatikan agar jeruk tumbuh dengan baik dan mendapatkan cukup sinar matahari.
“Kalau kita memiliki 200 pokok jeruk manis saja maka kita sudah mengantongi Rp 60 juta per tahun.” Tutur Saut Nainggolan yang sudah mulai menanam jeruk sejak tahun 2001 dan kini memiliki 8 hektar jeruk yang terletak di tiga tempat yang sudah menghasilkan.
Dari hasil jeruk, Saut sendiri dapat menyekolahkan ketiga anaknya hingga perguruan tinggi. Juga dari hasil jeruk Saut Nainggolan telah sanggub membeli satu rumah di Kabanjahe dan satu lagi di Medan.
Mahedin Singarimbun salah satu petani jeruk di Kuta Pengkih menambahkan bahwa untuk mengatasi lalat buah yang dalam bahasa Karo disebut citcit diakali dengan cara yang sederhana saja.
“Kita beli lem tikus, lalu lem tikus itu direndam dengan bensin selama satu malam dengan ukuran yang seimbang. Seterusnya masukkan bola plastik seperti bola pelampung di laut ke dalam bensin yang sudah dicampur lem tikus, lalu gantungkan di dahan jeruk.
Citcit (lalat buah) akan hinggab ke dalam bola plastik yang sudah diolesi dengan lem dan dia akan mati disitu. Karena itu disini ada lalat buah tidak berkutik karena kami mampu mengatasi dengan cara sederhana.Tidak ada artinya menyemprot lalat buah sebab dia dapat terbang. Jalan satu-satunya hanya dengan memakai lem ini. ”Papar Singarimbun dengan meyakinkan.
Kekompakan masyarakat Liang Melas untuk bersama-sama memerangi lalat buah menjadi kunci keberhasilan mereka lepas dari serangan lalat buah.
Menjaga Hutan
Selain menanam jeruk manis, masyarakat Liang Melas banyak juga menanam kopi, jagung, tembakau dan cabe. Saat harga cabe melambung tinggi mereka memperoleh banyak keuntungan. Di daerah Liang Melas juga ada kolam ikan untuk budi daya dan juga untuk yang diperuntukkan sebagai kolam pancing untuk rekreasi.
Hari Minggu dan hari libur biasanya kaum laki-laki berekreasi dengan memancing ikan, kaum muda main volley dan kaum ibu mengisi hari libur dengan membentuk arisan. Tak mengherankan di daerah Liang Melas ada beberapa kedai makan termasuk juga rumah makan Muslim.
Penduduk disini hidup damai dan saling menghargai. Dengan usaha pertanian khususnya jeruk mereka mau menghapus stigma daerah ini daerah ladang ganja menjadi surge pertanian baru di Tanah Karo. Pengalaman mereka puluhan tahun silam yang sering menjadi intaian polisi karena sering dicurigai sebagai kurir atau penjual ganja kini sudah berubah total.
Dengan tegak dan percaya diri mereka berangkat keluar dari Liang Melas kalau ada kepentingan atau pesta di kota Kabanjahe, Berastagi, Medan dan kota lainnya tanpa takut akan dicurigai polisi.
Kini daerah Liang Melas kecamatan Mardingding kabupaten Karo menjadi sepenggal surga pertanian yang sangat menjanjikan. Hanya saja pemerintah perlu mengawasi dengan ketat agar hutan alam jangan sampai dirusak. Pengawasan dari Pemerintah kita yakini akan menjadikan daerah Liang Melas Tanah Karo sebagai surga pertanian untuk jangka waktu yang lama. Mejuah-juah.
*Penulis sejak tahun 2014 bertugas sebagai pastor paroki santo Fransiskus Asisi Berastagi Tanah Karo.
Buah ranum jeruk manis hasil perawatan yang baik mampu setiap tahunnya panen minimal empat kali Nampak buah jeruk manis yang sudah matang dan yang masih hijau hasil usaha penduduk di Kuta Pengkih daerah Liang Melas siap panen. Jeruk ini dihargai antara Rp 7.000,- s/d Rp 11.000,- per Kg di Kuta Pengkih. Di Pajak Buah Berastagi harga jeruk ini biasanya antara Rp 15.000 s/d Rp 20.000,-.
Hamparan Kebun Jeruk sejauh mata memandang nampak hamparan luas kebun jeruk di daerah Liang Melas kabupaten Karo. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir luas ladang jeruk manis diperkirakan sudah mencapai 750 hektar. Penduduk menjaga hutan disekitarnya karena diyakini hutan menjadi sumber tanah humus dan air yang sangat berguna untuk jeruk manis dan tanaman lainnya.