Beberapa waktu lalu, Presiden RI Ir. Joko Widodo menetapkan wilayah NTT Darurat Human Trafficking. Hal tersebut diungkapkan presiden untuk menanggapi persoalan perdagangan manusia yang terjadi di wilayah NTT yang terus menjadi-jadi.
Hal tersebut kembali mencuat dalam “Roundtable Discusion on Modern Slavery and Human Trafficking” yang diselenggarakan oleh Paramadina Institute of Ethics and Civilization bekerjasama dengan Global Freedom Network dari Australia pada Kamis, 01/12, kemarin.
Ibu Magdalena dari Komnas Perempuan mengungkapkan bahwa angka tertinggi kasus human trafficking yang ada di Komnas Perempuan adalah dari NTT, selain Cianjur, Sukabumi dan Batam
“NTT Darurat Human Trafficking. Kasus yang paling banyak yang diterima Komnas Perempuan dan yang korbannya adalah permpuan berasal dari NTT,” ungkapnya.
Penyebab utama menurut Magdalena adalah kemiskinan. “Kemiskinan menlatarbelakangi terus meningkatnya kasus human trafficking di NTT. Kondisi perekonomian keluarga mendorong orang untuk pergi mencari peruntungan sebagai TKI di luar negeri,” lanjutnya.
Data yang sama juga disampaikan Safira, dari IOM. “Dari 700.000 jumlah korban perdagangan manusia di Indonesia tahun 2015 menurut data The Global Slavery Index, sebagian besar berasal dari NTT menyusul Jawa Barat (Cianjur, Sukabumi) dan Batam, dengan presentase 45% perempuan dan 13% anak,” pungkasnya.
Apa yang diungkapkan Magdalena dan Safira mengenai NTT dibenarkan oleh Bagas Indigo dari Bareskrim Polri untuk bidang Perdagangan Orang. “Polisi saat ini sedang menyelidiki 3 berkas perkara dari 26 tersangka yang telah di tangkap di NTT,” terang dia.
“Menurut para tersangka, mereka dapat mengirimkan 1000 (seribu) orang tenaga kerja baik untuk tingkat lokal maupun ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, dan negara-negara lain dalam sebulan dari NTT,” lanjutnya.
Pemerintah dan seluruh stakeholder di NTT khususnya harus menanggapi secara serius kejahatan kemanusian yang terus menghantui wilayah NTT. Pemerintah harus berbenah dan semua pihak harus dapat bekerja bersama-sama untuk menolak segala bentuk perbudakan dan perdagangan manusia.
Diskusi yang bertempat di ruang pascasarjana Universitas Paramadina, di lantai 22 Energy Building ini sekaligus merupakan persiapan awal untuk penyelenggaraan Deklarasi Bersama Para Pemimpin Agama Melawan Perbudakan dan Perdagangan Manusia yang rencananya akan diselenggarakan di Indonesia pada tahun 2017. Deklarasi bersama sudah pernah dilakukan di Vatikan, India dan Australia.
Charlest, OFM