
Perhatian, penghargaan terhadap manusia dan seluruh ciptaan
Dalam Kitab Kejadian dikatakan: “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu sungguh amat baik” (Kej 1: 31; bdk. Kej 1: 10. 13. 18. 21. 25). Dan dalam salah satu Petuahnya St. Fransiskus menyatakan yang berikut.
“Ingatlah, hai manusia, betapa unggulnya kedudukan yang diberikan Tuhan Allah kepadamu: Ia telah menciptakan dan membentuk engkau sesuai dengan gambar Putera-Nya yang terkasih menurut badan dan sesuai dengan keserupaan-Nya menurut roh” (Pth V: 1).
Yang dimaksudkan dengan Putera-Nya itu adalah Yesus Kristus, Putera Allah yang menjelma menjadi manusia. St. Fransiskus dan para saudaranya mau mengikuti jejak-Nya baik sebagai pribadi maupun bersama-sama (AngBul I: 1; bdk. AngTBul I: 1; AngBul XII: 4).
Kehidupan keagamaan pada zaman St. Fransiskus lebih mengarahkan dirinya kepada Yesus Kristus sebagaimana dinyatakan dalam Injil. Karena itu juga kemanusiaan-Nya (mulai) dihormati. Penitikberatan pada kemanusiaan-Nya itu bahkan sudah dilakukan oleh St. Bernardus dari Clairvaux dan kawan-kawannya. Namun demikian St. Fransiskus tidak menghormati secara khusus kemanusiaan Putera Allah itu.
Bagaimana pun juga kemanusiaan yang diambil oleh Putera Allah dalam penjelmaan-Nya menjadi manusia membuat orang-orang mulai menaruh perhatian yang khusus kepada-Nya. Dan bersamaan dengan itu orang-orang juga mulai menaruh perhatian kepada seluruh ciptaan. Perhatian tersebut secara khusus tampak dalam penghargaan yang positif terhadap seluruh ciptaan.
Seluruh ciptaan itu dipandang sebagai tangga yang membawa manusia kepada Tuhan Allah, Sang Penciptanya (2 Cel 165). Dan dalam tatanan ciptaan itu manusia mempunyai kedudukan yang khusus dan istimewa (2 Cel 172). Karena kedudukan atau posisinya yang khusus itu oleh sementara pemikir manusia itu disebut kosmos kecil (micro cosmos). Kosmos besar (macro cosmos), jagat raya seakan-akan ‘dipadatkan’ dalam dirinya.
Penjelamaan Putera Allah menjadi manusia menyatakan bahwa Tuhan Allah ‘menerima’ manusia serta kemanusiaannya. Dengan, dalam dan karena penjelmaan itu manusia serta kemanusiaannya dihargai, diangkat oleh Yesus Kristus, oleh Tuhan Allah sendiri ke posisi sebagai putera dan puteri-Nya.
Dengan demikian semua yang ‘dipadatkan’ dan yang mencapai puncaknya dalam diri manusia itu juga turut mengalami ‘nasib’ yang sama. Artinya, seluruh ciptaan turut dihargai, diangkat, diluhurkan dan bahkan ditebus oleh Yesus Kristus, Tuhan Allah itu sendiri. Dengan demikian seluruh ciptaan itu diangkat kembali ke posisi pada saat dia diciptakan oleh Tuhan (lih. Kej 1: 31) bahkan jauh mengatasi kedudukan dan posisi tersebut.
Orang-orang Kathari
Namun selalu ada gangguan yang tidak kecil terhadap ajaran dan keyakian tersebut. Gangguan itu berasal dari ajaran dan keyakinan bidah, ajaran sesat “Orang-orang Kathari”. Bidah ini berkembang di Rijnland, Perancis Selatan, Itali dan bahkan Spanyol. Kelompok ini dikenal dengan beberapa nama, seperti orang-orang Bogomil atau Albigens.
Namun nama mereka yang terkenal dalah “Orang-orang Kathari” itu. Mereka percaya akan dua Allah: suatu prinsip yang baik dan yang jahat. Yang baik adalah Pencipta dunia yang rohani, yang abadi dan yang tak kelihatan. Allah yang baik itu tidak mahakuasa; Allah yang jahat itu abadi.
Badan atau tubuh manusia termasuk dalam dunia yang jahat ini. Karena itu baik badan atau tubuh manusia mau pun semua yang bersifat jasmani, atau bersifat material juga adalah jahat.
Karena itu prinsip tertinggi dan satu-satunya dalam tindakan susila mereka adalah menjauhi materi yang jahat itu dengan segala cara yang mungkin. Dari situ berkembanglah suatu askese fisik yang kaku, yang didasarkan hanya atas apa yang disebut endura, mati kelaparan dengan sukarela.
Dosa terdiri atas hubungan dengan materi. Karena itu berdosa adalah memiliki barang-barang duniawi, berperang, membunuh hewan dan sebagainya. Memakan segala macam daging adalah dosa berat. Dosa yang paling berat adalah persetubuhan. Dengan persetubuhan itu semakin banyak jiwa yang baru dimasukkan ke dalam kerajaan materi. Juga tidak boleh makan makanan yang dengan salah satu cara mengingatkan orang kembali akan persetubuhan , seperti ‘”telur dan makanan dari susu”. Ajaran moral mereka juga terdiri atas daftar panjang larangan-larangan dan daftar panjang tentang ‘jangan menyentuh’.
Mereka dibagi atas dua kelompok, yakni orang-orang yang sempurna (perfecti) dan orang yang percaya (credentes). Orang-orang yang sempurna (perfecti) memperhatikan dan menepati seluruh kekerasan hukum. Sedangkan orang-orang yang percaya (credentes) mewajibkan dirinya untuk menerima consolamentum, semacam pembaptisan sebelum mereka meninggal dunia.
St. Fransiskus dari Asisi
St. Fransiskus bukan tidak tahu dan tidak kenal akan bidah, atau ajaran yang sesat itu. Terhadap ajaran yang sesat tersebut dia menyampaikan pandangan yang berikut.
Berkaitan dengan Allah
Dalam doanya sering ditemukan sapaan: “Bapa yang kudus, raja langit dan bumi” (PujAllah 2; AngTBul XXIII: 1). Mencolok bahwa St. Fransiskus sering mengucapkan dua ungkapan Kitab Suci Perjanjian Lama dan Pernjajian Baru, yakni raja langit dan raja bumi itu (AngTBul XXIII:1; 1 SurBerim I: 11; 2 Sur Berim 54; SurOr 1; PujAllah 2).
Dia berdoa agar raja langit dan bumi itu menjadi satu-satunya Allah yang satu-satunya baik, satu-satunya mahaluhur, satu-satunya mahakuasa, mengagumkan, penuh kemuliaan dan satu-satunya kudus”. Dia memuji-Nya dengan mengatakan: “Engkaulah kudus, Tuhan Allah satu-satunya”.
Dia juga menyapa-Nya dengan penuh cinta: “Satu-satunya Allah yang benar”, “Bapa yang kudus”, raja langit dan bumi” sebagai “Kebaikan yang tertinggi” (Puj Allah 3; AngTBul XXIII: 9); “Engkau baik, seluruhnya baik, paling baik, Tuhan Allah yang hidup dan benar; Allah ‘Pencipta dan Penebus serta Penyelamat adalah “satu-satunya Allah yang benar” dan sebagai Pencipta adalah Kebaikan yang sempurna, segenap kebaikan seluruhnya baik, kebaikan yang benar dan tertinggi, satu-satunya yang baik…satu-satunya kudus…seluruhnya patut dirindukan melampaui segala-galanya (AngTBul XXIII: 11). Dari Dia dan oleh Dia serta dalam Dia , Pencipta, Penebus, Penyelamat diberikan segala sesuatu di sorga dan di bumi.
Berkaitan dengan penciptaan dan manusia
Dalam kaitan ini dia menyampaikan doa yang berikut: “ Allah yang mahakuasa, mahakudus, mahatinggi dan mahaluhur, Bapa yang kudus dan adil, Tuhan raja langit dan bumi, kami bersyukur kepada-Mu karena Engkau sendiri, sebab dengan kehendak-Mu yang kudus dan oleh Putera-Mu yang tunggal bersama Roh Kudus, Engkau telah menciptakan segala sesuatu yang rohani dan badani dan kami yang Kauciptakan menurut citra dan persamaan-Mu Kautempatkan di Firdaus” (AngTBul XXIII: 1).
Dengan doa ini dia bermaksud mengucap syukur kepada Allah, karena dia ada sebagaimana adanya; dia tidak mau memiliki dirinya dengan cara yang lain; Allah yang esa, yang tidak terbagi itu, karenakehendak-Nya telah menciptakan segala sesuatu yang rohani dan badani. Kiranya bukan tanpa alasan dia mengganti ungkapan “yang kelihatan dan yang tak kelihatan” (dalam Syahadat Para Rasul) dengan ungkapan segala sesuatu “yang rohani dan badani” itu.
Seluruh penciptaan merupakan karya Allah Tritunggal. Karena alam diciptakan oleh Allah dan mengemban citra dan rupa-Nya, maka dapatlah ciptaan itu mengenal Allah, melibatkan dirinya dalam upayanya untuk memuji, memuliakan dan melayani-Nya. “Tetapi semua makhluk di bawah kolong langit (juga semua benda jasmani), sesuai dengan kodratnya mengabdi, mengakui dan menaati Penciptanya … (Pth V: 2 dst).
Hanya karena pandangan tentang seluruh ciptaan seperti itu – menurut Thomas dari Celano – dapatlah St. Fransiskus melihat cerminan kebaikan Allah yang sangat benderang dalam alam (2 Cel 162). Dia juga sangat bergembira melihat kebijaksanaan Sang Pencipta, kekuasaan dan kebaikan-Nya dalam ciptaan (1 Cel 80). Hanya dengan demikian dapatlah St. Fransiskus mengakui apa yang paling indah dalam hal-hal yang indah dan dengan mengikuti jejak yang tertera pada makhluk-makhluk itu dia memasang tangga yang dapat membawanya sampai kepada Takhta Allah.
Penjelmaan, Sengsara dan Penderitaan Kristus serta Sakramen-sakramen, terutama Ekaristi
Tentang penjelmaan St. Fransiskus menulis: “Firman Bapa itu, yang begitu luhur, begitu kudus dan mulia, telah disampaikan dari surga oleh Bapa yang mahatinggi, dengan perantaraan Gabriel malaikat-Nya yang kudus, ke dalam kandungan Perawan Maria yang kudus dan mulia; dari kandungannya, Firman itu telah menerima daging sejati kemanusiaan dan kerapuhan kita. Dia, sekalipun kaya melampaui segala-galanya, mau memilih kemiskinan di dunia ini, bersama Bunda-Nya, Perawan yang amat berbahagia” (2 SurBerim 4-5). Hal itu tidak dapat dilukiskan dengan cara yang lebih jelas lagi.
Dalam Surat yang sama dia berbicara dengan lebih tegas lagi tentang sengsara Kristus. Di situ dikatakan bahwa “peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah” (2 SurBerim 9). Hal itu dengan jelas menunjukkan bahwa sengsara-Nya sungguh merupakan kenyataan. Berulang kali dia menyatakan bahwa penebusan terlaksana “dengan darah Kristus sendiri” (SurOr 3).
Teakanan pada kejasmanian juga ditemukan bila dia berbicara tentang Sakramen Altar, Ekaristi. ”Dan seperti dahulu Ia tampak pada para Rasul dalam daging yang sejati, demikian juga kini Ia tampak pada kita dalam roti kudus. Mereka dengan pandangan mata jasmaninya, hanya melihat daging-Nya saja; tetapi dengan pandangan mata rohaninya, mereka percaya, bahwa Dia adalah Allah. Demikian juga kita, dengan mata badaniah kita yang kita lihat adalah roti dan anggur; tetapi hendaklah kita melihat dan percaya dengan teguh, bahwa itu adalah Tubuh dan Darah-Nya yang mahakudus, yang hidup dan benar” (Pth I: 19-21).
Tuhan menyertai sampai akhir zaman
Masih banyak yang dapat dikatakan tentang bagaimana St. Fransiskus menyembah, memuji dan memuliakan Tuhan dalam, dengan dan bersama seluruh ciptaan Tuhannya itu. Hal itu juga sudah diungkapkannya dalam Nyanyian Saudara Matahari (NyaMat).
Tuhan sendiri bahkan tidak segan-segan menggunakan ciptaan-Nya untuk terus –menerus menghadirkan diri-Nya yang menyelamatkan di tengah-tengah dan di antara manusia dan ciptaan lainnya. Hal itu diwujudnyatakan-Nya dengan menggunakan roti dan anggur, yang diubah-Nya menjadi Tubuh dan Darah-Nya sendiri. “Cara demikianlah yang dipakai Tuhan untuk selalu menyertai orang-orang yang percaya kepada-Nya, sebagaimana Ia sendiri berfirman: Ketahuilah Aku menyertai kamu sampai akhir zaman” (Pth I: 22).
Sdr. Alex Lanur, OFM