Kenangan menarik dari para Uskup peserta Konsili Vati­kan II adalah pengalaman nyata akan kolegialitas. Pengalaman dan refleksi para Uskup dari penjuru bumi memperkaya pengetahuan dan pengenalan mereka akan realitas Gereja universal den­gan pelbagai tantangannya. Ber­bagi cerita dan pengalaman tentu tidak hanya memperbanyak peng­etahuan, tetapi juga membantu secara lebih terpadu menyelami realitas dan tantangan Gereja masa kini serta sedapat mungkin meru­muskan kiat-kiat yang tepat untuk menghadapinya.

Enam tahun setelah Konsili, para Uskup kembali bersinode di tahun 1971 dan menghasilkan do­kumen berjudul “Convenientes Ex Universo” (CeU), yang lebih dikenal dengan “Iustitia in Mundo” (IM) atau Keadilan di Dunia. Dalam dokumen ini masih “tercium kuat aroma” Gaudium et Spes (GS), yang berbicara tentang peranan Gereja di tengah dunia modern. Bedanya adalah jika GS berbicara tentang peran Gereja di tengah dunia, maka IM berbicara tentang refleksi serta introspeksi Gereja. Gereja yang mengalamatkan misi dan perutu­sannya ke dunia untuk turut serta berjuang membangun dunia yang lebih adil dan manusiawi, mesti pertama-tama menjadi Gereja yang mempraktekkan nilai-nilai yang diperjuangkannya di dunia (bdk. IM 40).

IM merumuskan misi Gereja ke dunia, yakni memperjuangkan keadilan, sebagai dimensi konsti­tutif dari tugas mewartakan Injil (bdk.IM 6). Misi ini lahir dari tu­gas serta perutusan Kristus, yang kita temukan dalam Injil Lukas, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan telah mengutus Aku memberita­kan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan ta­hun rahmat Tuhan telah datang” (Lk.4:18-19).

Teks ini dibaca Yesus dari Kitab Yesaya 61:1-2. Yesus lan­tas menegaskan bahwa kata-kata Yesaya itu bukanlah lagi sekedar “kata” (verba atau sabda), tetapi sudah menjadi “Kenyataan“ (fakta atau daging) dalam dan melalui kehadiran, Sabda serta tindakan-Nya. “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (ay.21). Kepada Yohanes Pembap­tis, yang mengutus muridnya untuk menanyakan status atau makna ke­hadiran, sabda dan tindakan-Nya, Yesus berpesan, “Pergilah dan ka­takanlah apa yang kamu lihat dan kamu dengar: Orang buta meli­hat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi sembuh, orang tuli mendengar, orang mati dibangkit­kan dan kepada orang miskin di­beritakan kabar baik” (Lk. 7:22).

Yesus menegakkan Kerajaan Allah, kerajaan keadilan, kasih dan damai sejahtera. Gereja menerus­kan tugas perutusan Yesus tersebut dan hal itu menjadi alasan adanya Gereja. Mewartakan kabar sukacita Injil, kabar keselamatan bukan lagi sekedar “fiumi di parole” (sungai kata-kata), tetapi kata yang menjad fakta, kabar gembira yang men­jadi realitas sukacita. Mewujudkan keselamatan yang utuh dan ma­nusiawi merupakan implikasi ni­scaya dari tugas mewartakan Injil (bdk. GS 42). Kata-kata IM lebih tegas “dimensi konstitutif dari tu­gas mewartakan Injil”. Gereja ada untuk dunia, untuk kesejahteraan dan keselamatan dunia dalam pel­bagai aspek dan bentuknya, ken­dati keparipurnaan keselamatan itu baru tercapai kelak dalam Allah. Dari tugas mewartakan Injil timbul tugas dan tanggungjawab kemanu­siaan Gereja.

Kesadaran serta kesetiaan ter­hadap mandat Yesus tersebut men­dorong Gereja untuk terlibat serta bekerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik, mewu­judkan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan. Bahkan mesti di­katakan bahwa untuk itulah Gereja hadir sambil mngingatkan semua manusia untuk turut serta dalam membangun dunia yang diidam-idamkan. Gereja bukanlah penga­mat atau komentator, Gereja adalah saksi Kerajaan Allah.

Itu berarti, dalam kehidupan Gereja sendiri nilai-nilai Kerajaan Allah yang diwartakannya, mesti tampak nyata dan dialami. Jika demikian maka Gereja memiliki otoritas moral untuk menyuarakan keadilan serta memperjuangkan­nya. Di sana Gereja hadir dalam kesetiaan utuh pada tugas serta misi Yesus Kristus. Tugas itu lahir dari tugas perutusan Yesus sendiri, “sebagaimana Bapa mengutus Aku, demikian juga Aku mengutus kamu” (Yoh.20:21).

(Editorial majalah Gita  Sang Surya, edisi November-Desember 2016)

 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

six + 19 =