Kaum disabilitas adalah mereka yang terlahir cacat secara fisik. Mereka memiliki keterbatasan fisik. Dalam konteks tertentu, mereka tidak “sebebas” orang-orang yang terlahir dengan struktur fisik yang normal. Perhatian terhadap kaum disabilitas belum sepenuhnya disadari. Bahkan, kenyataan yang ada sekarang ini sangatlah bertolak belakang dengan harapan kita yang semestinya. Masyarakat memiliki pandangan yang buruk terhadap keberadaan kaum disabilitas di sekitar mereka. Tidak jarang kaum disabilitas dikucilkan, dipinggirkan, mendapatkan perlakuan tidak layak, dan didiskriminasi  dalam banyak segi kehidupan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan tanggal 12 Maret sebagai hari khusus untuk kaum disabilitas. Penulis memaknai hari ini dengan dua hal ini, yaitu bersyukur dan peduli. Kita harus banyak bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kita telah dilahirkan dalam keadaan normal dan tanpa cacat. Selain itu kita juga harus lebih peduli terhadap nasib saudara saudari kita kaum disabilitas. Kita diharapkan membantu mereka menemukan hidup yang lebih berarti.

Ungkapan syukur dapat kita wujudkan dalam berbagai bentuk seperti menjaga kesehatan, memelihara tubuh kita, tidak mencela keadaan fisik orang lain, bersyukur dan berdoa kepadaNya, dan sebagainya. Di samping bersyukur, kita juga perlu untuk meningkatkan kepedulian terhadap kaum disabilitas di sekitar kita.

Mereka (kaum disabilitas) terlahir sebagai sosok yang istimewa, sehingga kita pun harus memperlakukan mereka dengan sikap yang istimewa pula. Mereka butuh bantuan kita. Mereka membutuhkan semangat, dorongan motivasi, dan peran aktif kita dalam membantu mereka menemukan kebahagiaan hidup.

Kebahagiaan yang diharapkan hanya diperoleh melalui mereka yang dengan penuh suka cita rela membantu dan melayani orang cacat. Mereka adalah manusia. Tidak pantas jika mereka diperlakukan tidak adil. Penyandang disabilitas berhak mendapatkan semua yang mereka butuhkan termasuk kenyamanan dan keadilan.

Tantangan untuk kita saat ini adalah, mampukah kita melihat sesama kita sebagai saudara? Saudara berarti kita satu darah. Karena satu darah tidak akan ada perbedaan dan diskriminasi yang dialami kaum disabilitas. Mereka (kaum disabilitas) mungkin terlihat tidak mampu dalam melakukan sesuatu. Akan tetapi, mereka memiliki kekuatan yang mahadahsyat ketika semua potensi yang dimiliki dioptimalkan. Namun, sayangnya kecendrungan kita memandang sebelah mata mereka yang menyandang disabilitas telah mempersulit diwujudkan mimpi itu.

Kaum Disabilitas dan Fransiskan

Kaum disabilitas adalah saudara. Seperti kata St Fransiskus Asisi “setiap saudara adalah anugerah”. Dengan memandang orang cacat sebagai anugerah, kita tentu akan rela melakukan apa saja untuk kebaikan mereka. Sebab mereka adalah saudara yang dianugerahi Allah untukku.

Peringatan hari orang cacat sedunia mengingatkan para Fransiskan untuk selalu berkaca pada pengalaman hidup St Fransiskus Asisi, selaku pendiri Ordo. Fransiskus Asisi selama hidupnya dekat dengan semua orang. Tidak ada sekat yang memisahkan antara dirinya dengan yang lain. Relasi intim antara dirinya dengan semua orang menjadikan dia dengan mudah diterima oleh semua orang. Para Fransiskan juga diharapkan agar selalu ada dalam koridor warisan sang pelindung.

Kekayaan pengalaman St Fransiskus adalah kesempatan bagi para Fransiskan sekarang agar selalu bertindak sesuai pengalaman sang Santo. Pengalaman St Fransiskus dalam melayani orang kusta adalah contoh nyata bagi Fransiskan dalam melayani orang-orang berkebutuhan khusus. Kehadiran Rumah Singgah St Antonius Padua adalah salah satu implementasi semangat Fransiskus Asisi. Rumah Singgah adalah salah satu wadah dalam melayani mereka yang berkebutuhan khusus. Oleh karena itu, pada peringatan hari orang sakit sedunia para Fransiskan diharapkan untuk selalu bercermin pada kekayaan spiritualitas yang telah diwariskan oleh St Fransiskus Asisi. Orang cacat juga manusia. Mereka layak mendapatkan apa yang menjadi hak mereka dalam masyarakat.

Sdr. Yeri Lando OFM

Penulis adalah mahasiswa semester VI Sekolal Tinggi Filsafat Driyarkara-Jakarta

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

3 × 1 =