Handphone (hp) sudah merupakan kebutuhan pokok di masyarakat pada era sekarang. Bahkan di masyarakat ekonomi menengah ke bawah pun hp bukan lagi barang langka. Dalam kelompok usia pengguna, anak-anak Sekolah Dasar sampai mereka yang berusia lanjut memegang alat komunikasi ini. Hp telah banyak dilengkapi dengan fitur-fitur canggih, misalnya kamera, mp3, games, internet, dan banyak fitur lainnya.
Seperti pedang yang bermata dua, Hp pun demikian. Di satu sisi memudahkan kita untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan di sisi lain menciptakan masalah sosial baru dalam kehidupan berumah-tangga dan bermasyarakat. Penulis coba menyoroti dampak penggunaan hp di kalangan anak-anak.
Menurut Erickson, perilaku anak usia 6-12 tahun sudah mulai terintergrasi. Mereka akan menggunakan energi fisik dan psikologis untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, sehingga anak pada usia ini rajin dalam melakukan sesuatu. Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungan dan tidak berhasil memenuhinya, maka akan timbul rasa rendah diri.
Tanpa bermaksud menafikan hal positif dari penggunaan Hp pada anak-anak seperti teknologi yang bisa menambah pengetahuannya, penulis melihat ada hal-hal yang perlu dikhwatirkan dari penggunaan hp tersebut di kalangan anak-anak. Dalam mana, Hp menyuburkan pola hidup yang invidualistis pada anak-anak, memudahkan anak-anak mengakses gambar atau video porno padahal mereka belum layak mengonsumsinya.
Orangtua kerap menggunakan alasan yang rasional-pragmatis mengizinkan anak-anak untuk menggunakan Hp. Alasan rasional-pragmatis itu antara lain supaya anak-anaknya tidak ketinggalan zaman, agar anak-anak tidak menganggu kesibukan orang tua, dll. Alasan lainnya adalah agar lebih mudah memantau kegiatan dan berkomunikasi dengan anak-anaknya.
Orangtua zaman sekarang terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Mereka lebih mementingkan materi untuk hidup kehidupan keluarganya agar hidup berkecukupan ketimbang memikirkan anak-anaknya. Mereka berpikir memenuhi kebutuhan fisik anak lebih utama dibanding kebutuhan jiwanya. Selain itu, mereka beranggapan bekerja keras adalah bekerja siang dan malam tanpa henti, dan tidak mau berpikir tentang keadaan anak dan keluarganya.
Kurangnya perhatian orangtua, dan pengalihan asuh kepada pembantu/pengasuh membuat pergaulan anak tidak terkontrol dan cenderung negatif. Perasaan dan emosi anak akan menjadi labil. Mereka mudah dipengaruhi oleh orang-orang yang negatif dalam pergaulannya.
Solusi: Membatasi dan Mendampingi
Persoalan anak ini tidak bisa diabaikan begitu saja atau nanti “Tuhan” sendiri yang mengatasi. Akan tetapi perlu langkah-langkah solutif konkret dan kreatif. Pembiaran terhadap gejala tersebut hanya semakin memperkeruh persoalan khususnya anak-anak yang merupakan tiang masa depan negeri dan bangsa ini.
Situs-situs yang dirasa berbahaya untuk anak-anak SD mesti bersih dari ruang media sosial. Perlu sebuah keputusan yang tegas dan komitmen yang kuat dari kementrian terkait. Orang tua mesti membatasi penggunaan Hp atau gadget untuk waktu-waktu tertentu, atau mendampingi saat anak-anak menggunakan alat-alat tersebut. Orangtua juga dapat membantu anak dalam pemakaian HP atau gadget, misalnya dengan memberi perhatian yang lebih, mendampingi anak ketika berasa di rumah atau lingkungan rumah. Pihak sekolah juga harus lebih mengawasi dengan regulasi sekolah yang ketat terhadap persoalan ini.
Kerja sama yang utuh dan tulus antara pemerintah, orangtua dan sekolah sangat membantu anak-anak dari pemakaian Hp dan gadget yang bablas dewasa ini. Ketiga komponen ini memiliki andil yang besar untuk menciptakan generasi masa depan bangsa yang handal.
Nina Sulastriningrum
Penulis adalah mahasiswi semester VI, Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP Universitas Veteran Bangunan Nusantara-Sukoharjo, Jogjakarta.