Kita merayakan Hari Bumi pada Sabtu (22/4) yang lalu. Bumi, Ibu pertiwi, dengan kasih setianya terus menerus memberikan kehidupan bagi semua makhluk hidup, termasuk umat manusia. Bumi sebagai rumah kita bersama perlu dirawat agar semua hidup dan hidup dalam kelimpahan. Bumi sebagai ibu pertiwi perlu diselamatkan.Setiap orang dipanggil untuk menyelamatkan planet bumi.
Salah satu persoalan pokok pada peringatan Hari Bumi ini adalah kaum ibu dan anak dan orang miskin paling menderita dari kerusakan dan kehancuran alam di bumi ini. Kehancuran ini terjadi karena ketamakan dan kerakusan manusia itu sendiri.
Konteks kita di Indonesia, Hari Kartini bersanding/berdekatan dengan Hari Bumi. Terintegrasi dalam satu makna humanitas ekologis: Bumi Ibu Pertiwi. Bumi memberikan kehidupan terus menerus dengan kasih tanpa syarat. Bahkan ketika BUMI Ibu Pertiwi luka dan tekoyak-koyak, bumi meyembuhkan dirinya dengan caranya sendiri sehingga membuat kita terpesona. Misalnya letusan gunung api beribu ribu tahun lalu saat ini menjadi tempat ekowisata yang terindah dan paling indah. Misalnya, danau Toba, Tangkuban Perahu, Bromo, danau Kelimutu dsb.
Meskipun demikian, Hari Bumi ini mengundang kita untuk mengubah cara berpikir dan bertindak kita.Cara berpikir dan bertindak bahwa kita semua bersaudara dalam keanekaragaman. PARADIGMA EKOPEDAGOGI HATI: BERSAUDARA DALAM KEANEKARAGAMAN memampukan kita untuk mengambil langkah langkah nyata yang konkret: mencegah mentalitas membuang, mengurangi penggunaan plastik, dan styrofoam, mengkritisi dan menolak tambang, tidak membuang makanan (sebutir nasi sejuta keringat petani, tidak merampas hak orang miskin), menggunakan pupuk organik, merawat tanaman, memelihara lingkungan sekitar. Kebijakan tidak menggunakan plastik perlu digiatkan kembali dan pengolahan sampah agar menjadi berkat bagi alam semesta.
Paradigma Bersaudara dalam keanekaragaman harus dimulai dalam gerakan keluarga, sekolah, lingkungan, dan masyarakat,. Dalam hal ini Pendidikan di Sekolah juga memainkan peranan yang sangat vital dalam rangka revitalisasi Bumi Ibu Pertiwi. Pendidikan di sekolah kita perlu untuk membentuk peserta didik memiliki kemampuan beriman, beradab, bersaudara, berdemokrasi dan berkeadilan sosial.
Pendidikan di sekolah dengan pendekatan Bersaudara dalam Keanekaragaman bertujuan untuk membangun Rumah Kita Bersama sebagai warga bumi Indonesia yang beriman, beradab, bersaudara, berdemokrasi dan berkeadilan sosial.
Paradigma Bersaudara Dalam Keanekaragaman (BdK) mewajibkan kita secara moral untuk memelihara kasih persaudaraan.
SEKOLAH menjadi tempat untuk belajar berdialog dalam budaya kasih persaudaraan. Sekolah kita bukan untuk berfokus pada hasil nilai ujian, bukan mengejar produk, tetapi proses menalar untuk berbudaya kasih persaudaraan. Maka paradigma ekopedagogi hati sangatlah aktual dan relevan dalam menyelamatkan planet bumi, untuk membentuk kewargaan bumi.
EKOPEDAGI HATI BERTUJUAN untuk menntegrasikan, mengawinkan science modern baik ilmu alam dan ilmu sosial baik iman maupun moralitas. Ilmu pengetahuan saintifik dan computational thinking harus digunakan untuk mempromosikan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial demi kesejahateraan umat manusia dan secara khusus memperhatikan orang orang yang menjadi korban dari kerusakan alam dan mencegah kerusakan ekosistem dan setia menjaga generasi yang akan datang. Kita dipanggil untuk memenuhi tanggungjawab moral demi kemanusiaan dan masa depan planet bumi kita.
Selamatkan Ibu Pertiwi sebagai Rumah Kita Bersama dengan Paradigma Ekopedagogi HATI: BERSAUDARA DALAM KEANEKARAGAMAN: PELIHARALAH KASIH PERSAUDARAAN ( Ibr 13:1).
Sdr. Darmin Mbula, OFM