Home HEADLINE Malu Buang Sampah Sembarangan

Malu Buang Sampah Sembarangan

2069
0
Komang Sudiartha
Ia setia memperhatikan sampah di mana saja dan kapan saja. Tanpa lelah, ia datangi sekolah-sekolah dan menyapa anak-anak demi berkampanye ”Malu Dong Buang Sampah Sembarangan”. Ia adalah Komang ”Bmo” Sudiarta (51), warga Tapak Gangsul, Kota Denpasar, Bali, yang menyebarkan virus kebersihan sejak enam tahun silam. Kini, puluhan orang menjadi relawannya.Tanpa dibayar, tanpa dipaksa, tanpa diminta, Om Bmo—panggilan akrab Sudiarta—setiap hari mengajak siapa pun yang ditemuinya untuk lebih peduli pada sampah. Tak muluk-muluk, ia hanya berupaya mengajak masyarakat untuk memperlakukan sampah yang dihasilkan dengan tepat.

Bagaimana Om Bmo tersentuh untuk berkampanye semacam itu? Pada mulanya, lelaki itu sedih karena hampir setiap hari melihat orang-orang dewasa membuang sampah sembarangan. Padahal, tak jauh dari tempat orang dewasa itu berdiri ada sebuah tong sampah.

Saat bersamaan, ia kerap mendapati anak-anak sekolah dasar terbiasa buang sampah apa pun secara sembarangan di sekelilingnya. Mereka tak berusaha mencari tong sampah.

”Kunci dari masalah sampah ini adalah perilaku. Apa pun itu. Jika perilaku itu bisa dibenahi, sampah tak akan lagi berserakan, tetapi berada di tempat seharusnya dengan baik. Jika begitu, sampah otomatis bisa terpilah,” katanya.

Tapi, apa yang terjadi? ”Anak-anak usia SD pun memprihatinkan untuk urusan sampah ini. Menangis melihatnya,” kata Om Bmo dengan nada sedih dan mata sedikit berkaca-kaca saat ditemui di rumahnya di Tapak Gangsul, awal April lalu.

Ia tak menyangka, ketika mengantar anaknya ke sekolah, perilaku sebagian besar orangtua dan anaknya juga hampir serupa. Mereka buang sampah semaunya di mana saja. Tak ada upaya menyimpan sampahnya sampai bertemu tong sampah.

Pengalaman itu berlangsung tahun 2011. Menyadari kondisi memprihatinkan terkait budaya ”nyampah”, Om Bmo berupaya mendekati secara pribadi para orangtua di SD anaknya, termasuk guru dan kepala sekolah. Ia ingin mengajak semua orang bersama-sama memperbaiki perilaku. Ternyata ia malah mendapat cemooh.

Mulai dari saudara

Lelaki yang berprofesi sebagai penjahit itu tak menyerah. Ia kembali memulai dengan kampanye kepada saudara-saudaranya. Satu per satu didatanginya. Syukurlah, ia diterima dan didukung para saudaranya. Mereka mau mulai memilah sampah dan memanfaatkan limbah yang bisa diolah kembali semampunya.

Om Bmo lantas berpikir, kampanye membuang sampah barangkali bakal lebih mengena jika dilakukan dengan sesuatu yang lebih menarik perhatian. Setelah bergumul dengan gagasan itu, ia menemukan kalimat sederhana, tapi mengena: ”Malu Dong Buang Sampah Sembarangan”.

Lalu, dengan uang sendiri, lelaki itu mencetak kata-kata itu di atas kain warna-warni dalam bentuk bendera ataupun spanduk. Bahkan, jika ada pesanan kain kaus atau baju tersisa dari usaha menjahitnya, lagi-lagi, dengan uangnya sendiri mencetak sablon kata-kata itu.

Setiap kali bepergian, ia kenakan baju dan bendera dengan berbekal spanduk bertuliskan Malu Dong Buang Sampah Sembarangan. Tentu saja, gaya berkampanye itu menjadi perhatian. Apalagi, sambil mengenakan semua itu, ia berkeliling mengayuh sepeda.

Kegiatan tersebut ia jalani selama enam tahun ini. Sudah sekitar 300 sekolah, mulai dari SD sampai sekolah menengah atas, yang ia datangi satu per satu. Tak kenal menyerah, ia terus mengusung propaganda Malu Dong Buang Sampah Sembarangan.

”Berapa uang sudah dikeluarkan untuk propaganda ini, saya tak peduli. Saya menyadari, harus ada orang yang memulai untuk ini. Saya memilih untuk itu,” tegas Om Bmo.

Di studio jahitnya banyak tumpukan spanduk, stiker, kaus, pin, dan bendera di sana. Semua bertuliskan Malu Dong Buang Sampah Sembarangan. Barang-barang itu ia cetak sendiri dengan uang yang dihasilkan dari pekerjaannya. Bagi dia, barang-barang itu berharga untuk menyebarkan virus perilaku tak buang sampah sembarangan.

Tak berhenti di situ. Om Bmo juga memesan 1.500 dompet khusus untuk membuang puntung rokok. Dompet yang berharga sekitar Rp 15.000 per buah itu juga menjadi bagian untuk menyadarkan para perokok untuk tak membuang puntung sembarangan.

”Dari literatur yang saya baca, puntung rokok atau ujung rokok bekas isapan itu ternyata berbahaya. Kaget juga. Makanya, saya memesan dompet pembuangan puntung rokok ini,” tuturnya.

Proyek bersama

Tahun 2013, ia membuat proyek kecil dengan mengajak beberapa teman yang bersedia turut menyebarkan virus ”Malu Dong” di sekitar Gedung Olahraga (GOR) Ngurah Rai. Mereka bersama-sama berusaha mengubah perilaku para pengguna fasilitas itu untuk lebih peduli membuang sampah secara tepat.

Setiap hari selama tujuh bulan, ia dan relawan mendekati masyarakat yang tengah olahraga agar tak membuang sampah sembarangan. Selain itu, ia membuat 16 tempat sampah untuk ditaruh secara cuma-cuma di beberapa lokasi sekitar Gelora Ngurah Rai itu.

Gerakan itu lumayan mengubah keadaan. Kini, para pengguna sarana olahraga di situ semakin disiplin mencari tempat sampah dan membuang sampah di tempatnya.

Hanya saja, ia masih sedih. Sarana olahraga yang menjadi tanggung jawab pemerintah setempat itu ternyata tidak memiliki tempat pembuangan sampah yang memadai. Ada satu lapangan bola yang tak dilengkapi satu tempat sampah pun.

Menemukan kenyataan demikian, Om Bmo hanya bisa menghela napas. Ia pun ikhlas menyediakan tempat-tempat sampah itu yang diperlukan.

Sayangnya, begitu proyek itu kelar, para relawan turut pergi meninggalkannya. Ia kembali sendirian pada tahun 2013 itu.

Ia lantas tergerak untuk berkampanye di media sosial (medsos). Foto-foto yang diunggahnya di medsos mendapatkan respons positif dari teman-temannya lewat jaringan online. Lebih dari itu, sejumlah orang menawarkan diri untuk menjadi relawan baru.

Lalu, sejumlah relawan dan teman-teman lamanya dari berbagai komunitas datang dan bersepakat untuk merilis ulang gerakan Malu Dong Buang Sampah Sembarangan pada April 2016. Mereka juga bergabung sebagai komunitas.

Kini, para relawan itu berkumpul setiap hari Minggu untuk bersih-bersih sampah dan edukasi gratis kepada siapa pun yang ditemui di Pantai Mertasari di Sanur, Bali.

Komunitas ini menggelar Festival Malu Dong pada pertengahan April lalu. Mereka mengusung gerakan itu sebagai virus positif yang mesti disebarkan kepada khalayak lebih luas.

Bagi Om Bmo, dukungan para relawan dan teman-temannya merupakan anugerah. Dia berharap, dengan bantuan mereka, gerakan bersih-bersih dan membuang sampah pada tempatnya kian meluas.

 AYU SULISTYOWATI; Kompas 17 Mei 2017

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

twenty + nine =