Bunda Maria memiliki kedekatan dalam devosi umat beriman Katolik. Devosi terhadap Bunda Maria nampak begitu kuat dan hidup dalam keseharian umat beriman. Kita, para Fransiskan juga sejatinya memiliki kedekatan dengan Bunda Maria, karena St.
Fransiskus menempatkan Maria sebagai Ratu Pelindung Ordo. Maria menjadi teladan dan sekaligus pendoa bagi kita dalam menjalankan tugas perutusan sehari-hari. Salah satu gelar Bunda Maria adalah sebagai Ratu Surga dan Dunia.
Maria Sebagai Ratu dari Sang Raja Kristus
Mengapa Bunda Maria disebut sebagai Ratu? Gelar Maria sebagai Ratu tidak terlepas dari pengakuan Gereja akan Kristus sebagai Raja. Kita semua tahu bahwa seluruh gelar yang diberikan kepada Maria adalah demi kehormatan Yesus Kristus Putera-Nya, dan penghormatan ini selalu berada di bawah penghormatan kepada Kristus.
Dasar penghormatan kita kepada Bunda Maria adalah karena perannya sebagai Bunda Allah. Sebagai Bunda Allah, Maria dikuduskan Allah dan mengambil peran istimewa dalam keseluruhan rencana keselamatan Allah.
Lantas, bagaimana kita memahami Maria sebagai Ratu? Dalam PL, ratu kerajaan bukanlah istri sang raja, tetapi ibu sang raja, yang disebut geḇiyrāh (ibu suri). Geḇiyrāh ini dihormati bersama raja (lih. Yer 13:18), dan namanya dicantumkan bersama dengan setiap raja Yehuda (1 Raj 14:21, 15:9-10, 22:42; 2 Raj 12:2; 14:2; 15:2; 15:33; dst), yang merupakan keturunan Raja Daud. Demikian juga dalam kitab 1 Raja- raja, ketika Ratu Batsyeba menghadap Raja Salomo, Raja memberikan tempat duduk/ tahta kepada bundanya di sebelah kanan-nya (lih. 1 Raj 2:19).
Inilah dasar mengapa kita menyebut Maria sebagai Ratu dari Sang Raja, Kristus. Maria adalah geḇiyrāh yang dihormati bersama Putra-Nya. Maria sebagai Bunda adalah permaisuri yang berpakaian emas, berada di sebelah kanan sang Raja, yang mengacu kepada Kristus sendiri (lih. Mzm 45:10), yang tahtanya tetap untuk selama- lamanya (Mzm 45:7; lih. Luk 1:32-33). Dialah Ratu yang memiliki peran istimewa dalam sejarah keselamatan, yaitu sebagai Bunda yang melahirkan Kristus Sang Raja Penyelamat umat manusia (lih. Luk 1:31-32).
Selain itu, Kitab Suci juga mengajarkan bahwa para kudus di surga akan menerima mahkota kehidupan, terlebih Bunda Maria yang adalah orang kudus yang terbesar. Tuhan memberikan mahkota kebenaran kepada orang- orang yang telah mengakhiri pertandingan dalam kehidupan ini dengan baik dengan memelihara iman (lih 2 Tim 4:8).
Kesetiaan Bunda Maria yang bertahan sampai akhir, mendatangkan mahkota kehidupan yang dijanjikan Tuhan (lih. Yak 1:12, 1 Pet 5:4, Why 2:10). Di dalam diri Maria dipenuhi janji Tuhan yang memberikan, “kerajaan yang mulia dan mahkota yang indah dari tangan Tuhan” kepada orang-orang yang benar (Keb 5:16).
Ratu Seluruh Dunia Ciptaan
Dalam upaya mewujudkan keutuhan ciptaan, kita juga senantiasa menjadikan Maria sebagai patron. Paus Fransiskus, dalam Ensiklik Laudato Si 241 menempatkan Maria sebagai Ratu seluruh Dunia Ciptaan.
“Maria, Bunda yang merawat Yesus, sekarang merawat dunia yang terluka ini dengan kasih sayang dan rasa sakit seorang ibu. Sama seperti hatinya yang tertusuk telah meratapi kematian Yesus, sekarang dia merasa kasihan dengan penderitaan orang-orang miskin yang disalibkan dan makhluk-makhluk dari dunia yang dihancurkan oleh kuasa manusia. Sepenuhnya telah berubah rupa, dia hidup dengan Yesus, dan semua makhluk menyanyikan keelokannya. Dia adalah “perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya”. (Wahyu 12:1). Terangkat ke surga, dia adalah Ibu dan Ratu seluruh ciptaan. Dalam tubuh kemuliaannya, bersama dengan Kristus yang bangkit, sebagian dari ciptaan telah mencapai kepenuhan keindahannya. Ia tidak hanya menyimpan dalam hatinya seluruh kehidupan Yesus yang ia asuh dengan setia (bdk. Lukas 2:19,51), tetapi sekarang pun ia memahami arti segala sesuatu. Oleh karena itu, kita dapat meminta dia untuk membantu kita memandang dunia ini dengan mata yang lebih bijaksana”.
Maria menjadi Ratu, tidak hanya di surga. Dia sudah menjadi Ratu saat di dunia. Maria menjadi Ratu sejak menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel (Luk, 1:26-38) – “Maria, Bunda yang merawat Yesus …(LS 241)”.
Dia menjadi Ratu yang memelihara kehidupan saat mengungsi ke Mesir untuk menyelamatkan Yesus dari pengejaran Herodes. Maria juga menjadi Ratu yang menemani seluruh hidup dan pewartaan Yesus.
Ia menjadi Ratu yang memperhatikan kebutuhan orang-orang yang sedang dalam kesulitan hidup (Yoh, 2:1-11 – Perkawinan di Kana). Ia hadir saat Yesus menderita sengsara dan wafat Yesus.
Karena perannya ini, Paus Fransiskus menyebut dalam ensikliknya “Maria, Bunda yang merawat Yesus, sekarang merawat dunia yang terluka ini dengan kasih sayang dan rasa sakit seorang ibu. Sama seperti hatinya yang tertusuk telah meratapi kematian Yesus, sekarang dia merasa kasihan dengan penderitaan orang-orang miskin yang disalibkan dan makhluk-makhluk dari dunia yang dihancurkan oleh kuasa manusia.”
Paus mengidentifikasikan pengalaman dunia dan orang-orang yang menderita karena kuasa manusia yang menghancurkan kehidupan dan menghancurkan ibu bumi dengan pengalaman Maria yang menderita bersama Yesus Putera-Nya. Sesungguhnya, pengalaman salib dan penderitaan Kristus sedang dialami oleh ibu bumi dan orang-orang yang menderita akibat kehancuran ibu bumi.
Dia digambarkan sebagai perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya”. (Wahyu 12:1). Gambaran ini mengamini kesediaan Bunda Maria untuk berpartisipasi dalam sejarah keselamatan umat manusia dan keselamatan seluruh semesta alam oleh Kristus.
Karena kesediaannya itu, Maria berhak menerima mahkota keabadian yakni hidup besama Kristus dengan bermahkotakan dua belas bintang di atas kepalanya sekaligus membawa harapan keselamatan semesta dengan gambaran selubung matahari dan bulan di bawah kakinya.
Kita dipanggil untuk mendengarkan dan peduli pada tangisan bumi dan tangisan para papa yang adalah “tangisan” (baca: penderitaan) Kristus sendiri. Bersama Bunda Maria kita diteguhkan untuk semakin peka pada suara-suara penderitaan di sekitar kita.
Semoga teladan Bunda Maria Ratu Semesta Alam dan juga Ratu bagi Persaudaraan kita juga semakin meneguhkan kita dalam karya pelayanan masing-masing untuk semakin peka pada suara-suara penderitaan yang ada di sekitar kita.
Sdr. Charlest, OFM