Perhelatan Asian Youth Day (AYD) ke-7 yang berpuncak di Yogyakarta pada tanggal 2-6 Agustus 20017 diharapkan menjadi sarana belajar mengelola perbedaan yang merupakan kekayaan kemanusiaan.

Hal ini diungkapkan Mgr. Ignatius Suharyo di sela-sela pembukaan AYD di Jogja Expo Center (JEC), Rabu 2/8. “Orang muda yang hadir bisa belajar dari Indonesia yang terdiri dari berbagai macam agama, suku, dan budaya. Perbedaan ini memang mempunyai tantangan, tetapi pada dasarnya masyarakat Indonesia itu sungguh toleran. Orang muda dapat belajar dari perbedaan yang menunjukkan kekayaan kemanusiaan bukan yang memecah belah,” tegasnya.

Mgr. Ignatius yang adalah Ketua Konferensi Waligereja Indonesia menegaskan bahwa akhir-akhir ini banyak saudara dan saudari dari luar Indonesia mengira suasana Indonesia mencemaskan. Tetapi, ketika mereka darang ke sini, ternyata Indonesia aman.

Baginya, kehadiran orang muda dari 22 negara di Asia menjadi cara bagus untuk mempromosikan Indonesia.

Dengan mengalami sendiri situasi di Indonesia orang muda diharapkan dapat mengambil pesan penting untuk keberlanjutan terutama dalam kaitan dengan mewujudkan budaya damai.

“Ada dua pertanyaan yang harus dijawab orang muda. Pertama, apa makna perjumpaan ini bagi saya dan, kedua, apa yang harus dilakukan agar lingkungan kita lebih manusiawi?”

Untuk mewujdukan lingkungan yang lebih manusiawi, Uskup Keuskupan Agung Jakarta tersebut mengajak orang muda untuk memiliki kompetensi etis yang bisa memampukan mereka untuk berbela rasa atau berempati kepada sesama. kompetensi lain yang harus dimiliki dan dikuasai adalah kemampuan bekerjasama dengan siapapun.

Dua kompetensi ini menjadi kunci pokok bagi orang muda untuk bisa menjadi agen pembawa damai dalam kehidupan sehari-hari. Damai dapat diwujudkan jika ada bela rasa yang muncul dari dalam hati sembari menajamkan kemampuan menjalin hubungan dengan yang lain, bekerjasama satu sama lain dalam keberagaman.

Acara AYD 2017 di Yogyakarta dibantu oleh kelompok lintas agama dan diawali dengan kegiatan Live-in yang bertajuk Days in Diocese (DID), 30 Juli – 2 Agustus.

Melalui kegiatan live-in para peserta yang berjumlah 2000 orang muda dan berasal dari 22 negara itu diberi kesempatan untuk tinggal di lingkungan masyarakat Indonesia yang plural, sehingga mereka mendapat gambaran yang konkret dari situasi Indonesia. Mereka disebar disejumlah keuskupan di beberapa Provinsi di Indonesia.

Orang muda ini kemudia diharapkan kembali ke tempat asal masing-masing dapat menjadi agen pembawa damai sebagai perwujduan dari iman Katolik mereka.

RedaksiĀ 

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

8 + 7 =