Spirit of TAU
Dalam rangka memperingati Spirit of Asisi, staf JPIC OFM yang sedang mengadakan capacitybuilding di Bogor mendapat kesempatan untuk merayakan bersama para suster Fransiskanes Sukabumi (SFS) Komunitas Bondongan, Bogor pada tanggal 28 Oktober 2017.
Perayaan Spirit of Asisi diawali dengan Ibadat dengan tema “In The Spirit of TAU” yang dipimpin oleh Sdr. Charles, OFM. Melalui ibadat, Saudara Charles mengajak para peserta untuk menjadi lilin yang menerangi kegelapan hati dan dunia yang terancam kedamaiannya melalui semangat TAU yang menjadi kekhasan St. Fransiskus dan Fransiskan.
“TAU sebagai lambang pertobatan, keselamatan, kesempurnaan, dan perdamaian hendaknya menjadi gaya hidup para Fransiskan. Para Fransiskan hendaknya menjadi TAU hidup atau TAU berjalan untuk menjadi saksi hidup damai,” pesan Sdr. Charles dalam renungan singkat.
Humanisme Persaudaraan
Selepas ibadat, Sdr. Darmin, OFM berkesempatan untuk membahas Dokumen Humanisme Persaudaraan Membangun Peradaban Kasih yang diterbitkan oleh Koggregasi untuk pendidikan Katolik dalam rangka memperingati Lima Puluh Tahun Populorum Progressio pada tanggal 16 April 2017.
Berdasarkan pembacaannya terhadap dokumen tersebut, Darmin menyimpulkan bahwa Sekolah-sekolah Katolik harus berkontribusi dalam menjawab harapan globalisasi untuk semakin bersolidaritas dalam rangka membangun hidup damai yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan yang berpusat pada Pribadi Yesus Kristus Sendiri.
“Karena itu sekolah Katolik harus mendidik atau menumbuhkembangkan dialog interkultural untuk hidup dalam peradaban kasih,” ungkap Fransiskan yang menjabat ketua MNPK (Majelis Nasional Pendidikan Katolik) tersebut.
Cara-cara praktis yang dapat dilakukan menurut dosen UNIKA Atmajaya tersebut adalah proaktif membangun dialog dengan model live in dalam rangka membangun hidup bersama dalam perbedaan agama, tradisi dan adat istiadat.
“Sekolah-sekolah cenderung lebih banyak menghabiskan tenaga dan waktu dengan kurikulum. Padahal sekolah Katolik dituntut untuk membangun tata bahasa dialog, yaitu perjumpaan muka denngan muka,” lanjutnya memberi catatan kritis.
Selain itu menurut doktor lulusan Universitas Negeri Jakarta ini, perlu membangun jejaring untuk melakukan studi dan penelitian agar ilmu pengetahuan dan teknologi diarahkan untuk membangun humanisme persaudaraan.
“Karena itulah, sekolah seharusnya merupakan Komunitas pendidikan yang mempromosikan saling memahami, saling menghormati, dan keramahtamahan untuk menunjukan ciri manusia sebagai makhluk yang bersaudara, yang mau hidup bersaudara,” tutupnya.
Untuk melaksanakan hal tersebut, Sr. Elis Koten, SFS yang hadir pada saat itu berharap sekolah-sekolah Katolik bisa bersatu dan siap untuk berjalan bersama mengemban amanah sekaligus menjawab tantangan global untuk membangun persaudaraan semesta.
Dokumen yang Sangat Kristiani
Dokumen ini sangat bersifat inkarnatoris. “Humanisme Persaudaraan merujuk pada peristiwa Inkarnasi, Allah yang mau menjadi manusia. Allah yang menjadi manusia dalam diri Kristus membuat kita bersaudara satu sama lain dalam kasih Allah, dimana Kristus sendiri adalah buah sulungnya,” ungkap Pater Peter Aman, OFM yang menjabat sebagai direktur JPIC OFM Indonesia.
“Semangat inilah yang menjiwai St. Fransiskus dalam hidup pertobatannya mengikuti Kristus yang Injili. Kristus yang diikuti Fransiskus adalah Kristus yang menjadi manusia dan membuat kita bersaudara satu sama lain dan bahkan dengan segala makhluk sebagai yang berasal dari Allah yang sama,” lanjut Fransiskan yang juga adalah dosen Moral pada STF Driyarkara, Jakarta.
Semoga semangat St. Fransiskus untuk menjadi pembawa damai menjiwai kita semua dan kita siap menjadi pembawa damai dengan spirit pertobatan yang ditawarkannya. Dan semoga setiap cara hidup kita semakin mendidik untuk membangun hidup atas dasar kasih persaudaraan yang berlandsakan dialog dengan penerimaan yang utuh atas segala macam perbedaan.
Sdr. Charlest, OFM