Pengantar
Pembicaraan tentang Papua akhir-akhir ini sering mengerucut pada gejolak sosial politik yang diwarnai oleh Freeport serta seringnya kunjungan Presiden Jokowi, yang sesekali diselingi polemik NKRI vs Papua Merdeka dengan segala macam kepentingan nya.
Dalam kaitan dengan itu, pembicaraan tentang pariwisata di Papua lalu menjadi tidak seseksi dan semenggodanya Sumber Daya Alam Papua itu sendiri. Akan tetapi, jika dikaitkan dengan ekologi, maka pokok tentang pariwisata patut diberi ruang yang cukup karena berkaitan langsung dengan manusia Papua itu sendiri.
Pariwisata di Indonesia
Pariwisata atau turisme yang selalu dekat dengan unsur rekreasi, tidak terlepas dari aspek ekonomi. Itu sebabnya dalam arti yang lebih lengkap pariwisata terkait erat dengan industri jasa mulai dari transportasi, tempat tinggal, makanan, minuman, tetapi juga budaya dengan semangat petualangan untuk menikmati pengalaman yang baru dan berbeda.
Wikipedia mencatat pariwisata sebagai sektor ekonomi penting di Indonesia. Pada tahun 2009, pariwisata menempati urutan ketiga dalam hal penerimaan devisa setelah komoditi minyak dan gas bumi serta minyak kelapa sawit.
Berdasarkan data tahun 2016, jumlah wisatawan mancanegara yang datang ke Indonesia sebesar 11.525.936 juta lebih atau tumbuh sebesar 10,79% dibandingkan tahun 2015.
Kekayaan alam dan budaya merupakan komponen penting dalam pariwisata di Indonesia. Alam indonesia memiliki kombinasi iklim tropis, 17.508 pulau, yang 6.000 di antaranya pulau kosong tanpa penghuni serta garis pantai terpanjang di dunia setelah Kanada dan Uni eropa.
Wisata alam seperti taman nasional di Sumatera, Bunaken, pantai-pantai di Bali, Gunung Rinjani Lombok, didukung dengan warisan budaya yang kaya yang mencerminkan sejarah dan keberagamaan etnis seperti Candi Prambanan dan Borobudur di Yogyakarta, budaya Toraja, maupun di Minangkabau.
Belum lagi 7 lokasi tujuan wisata di Indonesia yang telah ditetapkan oleh Unesco dalam daftar situs warisan dunia.
Pariwisata di Asmat Papua
Badan Pusat Statistik menyebut sebelas provinsi yang paling sering di kunjungi oleh para wisatawan yakni Bali, DKI Jakarta, DI Yokyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Selatan, Banten, dan Sumatera Barat. 59% dari para wisatawan tersebut mempunyai tujuan untuk liburan, sementara 38% lainnya untuk tujuan bisnis.
Papua tidak disebut. Namun dari segi objek wisata, nama Raja Ampat disebut berulang kali. Raja Ampat adalah objek wisata dengan taman laut terbesar di Indonesia yang memiliki beraneka ragam biota laut dan lokasi selam scuba terbaik karena jarak pandang mencapai 30 meter pada siang hari dengan 1.300 spesies ikan, 600 jenis terumbu karang, dan 700 jenis kerang.
Begitu juga nama Taman Nasional Lorentz yang memiliki sekitar 42 spesies mamalia langka seperti kangguru pohon, landak irian, tikus air, walabi dan kuskus dengan 1.000 spesies ikan, di antaranya ikan koloso. Di taman ini juga terdapat salju abadi yang berada di puncak Gunung Jayawijaya.
Papua saja tidak disebut apa lagi (kabupaten) Asmat. Namun hal ini tidak lalu berarti Asmat miskin objek dan potensi pariwisata. Objek wisata Asmat mencakup wisata budaya dan wisata alam.
Wisata budaya mempunyai daya tarik terbesar karena berkaitan dengan pola hidup masyarakat yang masih alami, berburu dan meramu dan terutama kemampuan ukir dengan nilai seni yang tinggi. Tentang seni ukir Asmat ini, dunia jadi saksi. Belum lagi tarian tradisional beserta pesta-pesta adatnya.
Di samping wisata budaya, ada pula wisata alam berlumpur. Wisata lumpur karena topografi tanah di Asmat ialah dataran rendah tepat pada garis pantai nyaris tenggelam pada permukaan laut yang dikelilingi oleh hutan luas membentang dengan ribuan anak sungai yang saling memotong sebagai sarana transportasi.
Topografi yang demikian pun menghasilkan daya cipta berupa rumah panggung dengan bahan dasar kayu yang dihubungkan oleh jembatan kayu yang panjang. Itu sebabnya Asmat disebut Kota Lumpur atau Kota Seribu Papan. Buat yang berminat, kami ucapkan selamat datang, dor- moomoo….
Kearifan Wisata Lumpur
Undang-undang No.10/2009 tentang kepariwisataan, mendefinisikan pariwisata sebagai macam macam kegiatan wisata yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
Bukan tanpa sebab penyedia layanan disebut secara hierarkis mulai dari masyarakat lalu pengusaha lalu pemerintah. Godfrey (2000) misalnya, menegaskan bahwa “comunities is a basic elemen of modern tourism.”
Masyarakat menjadi elemen terpenting dalam pengembangan pariwisata karena salah satu tujuan utama wisatawan ialah melihat ke hidupan masyarakat lokal beserta kearifan budaya dan adat istiadat yang dianutnya.
Dengan demikian, jika masyarakat menjadi pelaku utama pariwisata yang multidimentional, multifaceted activity, which toucher many lives and many different econo- my activities (Chris Cooper, 1993:3), masyarakat jugalah yang mesti menjadi penerima manfaat terbesar bisnis rekreasi wisata.
Dalam kaitan dengan itu, pengembangan pariwisata menjadi amat ekologis. Dalam prinsip ekologi, pembangunan apapun termasuk di dalamnya pengembangan pariwisata “… bila tidak disertai dengan perkembangan sosial dan moral yang otentik, akhirnya akan berbalik melawan manusia.”
Perkembangan sosial dan moral yang otentik bermuara pada perkembangan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sebagai pemilik objek wisata itu sendiri. Prinsip ekologi dalam bidang pariwisata ini penting karena tidak memisahkan masyarakat dari lingkungannya sekaligus mengembangkan pariwisata yang berdasar pada kearifan lokal.
Dalam konteks Asmat (dan Papua), pembangunan (lewat bidang pariwisata) tidak memisahkan manusia dari lumpur tempatnya lahir, hidup dan kembali. Secara ekologis tidak memisahkan manusia dari ‘ikatan antara kepedulian terhadap alam, keadilan bagi kaum miskin, komitmen kepada masyarakat, dan ke damaian batin.’
Peduli pada alam karena bagi orang Asmat (dan Papua), alam adalah ibu, saudara dan saudari. Mereka hidup dari alam sehingga alam tidak hanya bernilai ekonomis tapi juga mistis religius.
Bersikap adil terhadap kaum miskin karena kaum miskin (dalam konteks Asmat ialah kaum lansia, janda, orang sakit dan anak-anak) selalu mendapat tempat pertama dalam pembagian hasil meramu atau hasil buruan.
Berkomitmen pada masyarakat karena nilai kebersamaan atau komunitas amat dijunjung tinggi. Mulai dari perencanaan yang dibicarakan bersama di para-para pinang atau di Jew (Asmat) hingga pembagian hasil kerja.
Kedamaian batin karena ikatanikatan dengan alam dan sesama (terutama kaum miskin) yang terawat menjaga relasi dengan roh leluhur dan roh nenek moyang.
Keyakinan akan kedamaian batin yang berelasi erat dengan dunia roh (ow capinmi, dampu ow capinmi, dan safar) termuat dalam ukiran ukiran Asmat hasil karya para pengukir (Wow Ipits).
Pengembangan pariwisata yang demikian itu merupakan “bentuk pembangunan berkelanjutan dan integral” untuk melawan “sebab-sebab struktural dari salah langkah ekonomi dunia dan mengoreksi model pertumbuhan yang tidak mampu menjamin penghormatan terhadap lingkungan (dan karenanya manusia di dalam nya)”
Akhirnya peran pemerintah untuk mendorong hal ini sekaligus memprokteksinya amatlah krusial. Tanpa peran pemerintah, pariwisata akan terjerumus pada bisnis semata mata dengan pengusaha sebagai pelaku utama dan masyarakat (yang punya wisata budaya dan alam) sebagai objek sematamata.
Jika sudah demikian, ihktiar memajukan ke sejahteraan umum dari pinggir Indonesia, lagi-lagi hanya omong kosong. Tong di Papua bilang; “dong baku tipu saja oo…”
Penutup
Penulis tidak hendak mempromosikan pariwisata di Indonesia, Papua atau Asmat ; meski tersentuh juga aspek itu. Sebaliknya, penulis hendak menawarkan suatu model pembangunan, khususnya dalam bidang pariwisata, yang berbasis ekologi.
Artinya pembangunan yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama sekaligus penerima manfaat terbesar bukan yang meminggirkan atau bahkan menjadikan mereka sekedar objek wisata. Hal ini penting karena pembangunan menjadikan masyarakat terutama masyarakat lokal sebagai objek sudah dan sedang terjadi.
Papua punya banyak cerita pilu tentang itu. Oleh karena itu, mari belajar dari kearifan wisata lumpur Asmat. dormomoo…
Sdr. Alexandro Rangga, OFM Penulis adalah Biarawan Fransiskan tinggal di Asmat Papua.