https://www.google.co.id/url?sa=i&rct=j&q=&esrc=s&source=imgres&cd=&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwigpY3crJzXAhXqzVQKHZuZDEcQjB0IBg&url=https%3A%2F%2Fvolcano.si.edu%2Fvolcano.cfm%3Fvn%3D268060&psig=AOvVaw0vU2-1l6Hofn8HN4J0aesX&ust=1509590429907795

Kita tidak sedang ber­bicara tentang artis serba bisa Dorce Gamalama. Entahlah bagaimana  jejak kisah pertautan nama  belakang  beliau  dengan gunung tinggi di pulau Ternate, Gamalama. Gunung  itu  menyi­mpan  pesona  juga  misteri.  Ia mengokupasi seluruh pulau.

Ke­hidupan  masyarakat  Ternate    tak dapat dipisahkan dari gunung  Ga­malama. Sesewaktu ia meletus, men­datangkan ancaman bagi kehidupan di antero Ternate, tetapi masyarakat Ternate  tak berniat  meninggalkan­nya.  Gamalama   memberi  hidup, kesuburan, keindahan dan kekayaan hayati.   Puncak Gamalama seperti menyentuh   langit  mengais  rezeki bagi bumi Ternate dan penghuninya.

Dari   puncak yang sama penghuni Ternate  menangkap  isyarat langit agar berbenah hidup dan relasi, baik dengan  Sang Khalik, maupun  de­ ngan sesama manusia dan ciptaan. Peristiwa­peristiwa   alam   menjadi isyarat moral untuk berbenah hidup dan relasi. Alam Ternate amat ekso­tik dan mistis.

Di tengah kota Ternate berdiri istana Sultan, simbol pemersatu dan kerukunan warganya. Istana itu kini lowong, sultan baru masih ditung­gu. Istana yang menghadap ke laut seakan memberi isyarat keramahan, selamat datang, bagi tamu yang menggapai Ternate melalui laut. Juga mengiringi mereka yang pergi de­ngan lambaian atau untaian selamat berlayar.

Di pelabuhan itu Agustus 1987 kami merapat  bersama UM­SINI menuju  Jayapura. Meninggal­kan Bitung sore sebelumnya, lantas menerjang  selat Ternate  sepanjang malam dan menggapai Ternate   di pagi hari.

Ternate 30 tahun silam dan kini, dipisahkan oleh sejarah dan pembangunan.   Kerusuhan Ternate di tahun  1999 – 2000 membuat  kota itu  sejenak  ditinggalkan  dan  ber­henti. Kehancuran akibat kerusuhan kini  tinggal dalam  ingatan  warga, Ternate sudah pulih secara fisik.

En­tahlah, semoga Gamalama menu­runkan  embun  damai di hati. Ter­nate mewarisi   kejayaan masa lalu Indonesia,  sebagai sentra  rempah­ rempah, yang memicu konflik Portu­gal dan Belanda dengan melibatkan Kesultanan Ternate. Yang tersisa dari sejarah itu adalah benteng Portugal St. Lucas di pinggir Ternate.

Pulau Ternate mudah dijela­jahi. Jalanan mulus menyusur pantai, ibarat  ikat  pinggang  yang  mengi­kat kampung-­kampung sepanjang pantai menjadi satu entitas Ternate. Sepanjang pantai pengunjung disu­guhi  keindahan.  Ada Taman  Batu Angus. Areal bebatuan muntahan Gamalama di bibir pantai Kulaba. Di depannya bisa disaksikan keindahan pulau Hiri.

Masih ada teluk besar ber­nama Jikumalama dengan laut biru bening. Litani keindahan itu tak ber­henti di sini. Danau Tolire menem­pel di kaki Gamalama. Kaldera biru bening dengan dinding yang curam. Bila sempat terbang dari Ujung Pan­dang menuju Jayapura, dari jendela pesawat bagian kiri, anda akan sem­pat menyaksikan Gamalama dan To­lire di kakinya. Mengagumkan!

Ternate,  pulau  kecil, menyi­mpan kazanah wisata luar biasa. Keindahan yang dibingkai berkat sentuhan rasio dan eksotisme alam. Wisata yang dijahit  oleh sentuhan teknologi   dan  kearifan   lokal membuat    Ternate   tak   habis dinikmati  dan lantas  menjadi bosan.

Gambaran   kerukunan warga telihat dari berdempetnya rumah­rumah    ibadat,   menge­lilingi  pulau  dalam  rangkulan satu sumber kehidupan. Wewa­ngian cengkeh dan nyiur melam­bai membuat jelajah Ternate kian asyik dan  penuh  pesona. Sore itu kami berkeliling. Dalam satu putaran pulau Ternate dapat dijangkau.

Wisata Ternate tentu belum digarap sempurna. Kekayaan itu tak patut disia­-siakan, bukan karena da­pat mendatangkan banyak duit, teta­pi wisata Ternate menyimpan wari­san  kekayaan sejarah dan  budaya, yang dirajut dalam panorama alam yang indah dan kisah  mistik yang tak terurai dijelaskan.

Mengembang­kan ekowisata seharusnya merupa­kan manifestasi syukur atas alam serta  kekayaan keindahannya,  dan merawat kekayaan budaya serta se­jarah para penghuninya. Ekowisata mesti menjadi sintesa sempurna dari keindahan alam, kemampuan kreatif manusia  dan  respek pada  warisan kearifan masa lalu. Ekowisata mesti merawat kekayaan bumi dan kelimpahan kreasi manusia dari masa lalu, yang memberikan kesaksian tentang kemajuan peradaban.

Di kaki Gamalama, Ternate menggeliat dari  hari  ke hari.  Berbenah diri dan merawat kekayaan­nya bukan untuk generasi masa kini saja, tetapi untuk diwariskan ke gene­rasi yang akan datang.

Kesaksian dan kehadiran para saudari DSY, putri-putri Fransiskus Assisi, hanyalah se­cuil dari keindahan Ternate. Aroma Fransiskan akan semakin terasa an­daikata di masa depan gema pujian Laudato Si menggema di seantero pulau dan dikidungkan dari puncak Gamalama.)***

Redaksi

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

1 × one =