Oleh: Sdr. Andre Bisa, OFM, Koordinator Ekopastoral Fransiskan

“Pada awal mula penciptaan, Roh Allah melayang-layang di atas air dan menjadikannya sumber semua kebaikan. Air samudera raya adalah tanda dari air pembaptisan, pratanda kehidupan yang akan datang, akhir dosa dan awal baru bagi penciptaan semesta.

Melalui air Laut Merah Allah menuntun Israel keluar dari Mesir. Dalam air pembaptisan Umat Allah yang baru dibebaskan dari perbudakan dosa. Melalui sungai Yordan, Tuhan menuntun umat pilihan-Nya ke dalam negeri Kanaan agar dapat hidup dalam kesatuan dan kedamaian. Melalui air baptisan, Umat Allah yang berziarah memasuki tanah terjanji, tempat keadilan dan ketentraman meraja. Para nabi memaklumkan suatu bentuk pemurnian masa depan yang bakal menciptakan suatu hati yang baru dan melimpahkan roh baru. Yohanes Pembaptis mengajarkan suatu baptisan demi pengampunan dosa dan menampilkan secara dramatis pratanda dari turunnya penebusan melalui ritus permandiannya.

Sebagai pemenuhan baptisan-Nya, Yesus mati pada salib, dan ketika air dan darah mengalir dari lambung-Nya, Ia membuka bagi kita jalan keselamatan.

Pembaptisan bukanlah suatu ritus peralihan untuk menjadi anggota sebuah kelompok privilese. Pembaptisan pertama-tama dan terutama adalah sebentuk komitmen kepada hidup dalam pelayanan bagi sesama saudara-saudari kita dan komitmen untuk memaklumkan keadilan Allah dan Bapa kita sebagaimana dilakukan Yesus. Pembaptisan adalah sakramen, melaluinya kaum beriman mengungkapkan komitmen mereka untuk hidup sebagai jemaat penuh Roh, yang berikhtiar mengantisipasi kesempurnaan hidup yang disiapkan Allah bagi semua ciptaan.” (jpicclimatechange@yahoo.co.uk).

Sebagai warga bumi, kita dipanggil kepada sebuah tanggung jawab moral ekologis untuk melestarikan air. Tanggung jawab moral ekologis ini mensyaratkan adanya penghargaan dan penghormatan penuh takzim pada air bagaikan wanita yang mengandung dan menghidupkan atau “saudari” yang melayani. Sebuah model relasi kosmis ala Fransiskus Assisi, yang dalam maha karyanya Kidung Saudara Matahari, menyebut air sebagai Saudari: “Terpujilah Engkau Tuhanku karena Saudari Air, ia rendah hati, berharga dan murni.” Air digambarkan sebagai kehadiran kewanitaan yang melayani. Pertautan air dan perempuan sebenarnya amat mendasar dalam seluruh hidup dan keberadaan manusia. Ketiadaan air yang berdampak langsung pada kesehatan manusia akan lebih berdampak pada perempuan dan selanjutnya pada generasi penerus yang lahir dari rahim perempuan.

Kesadaran akan peran vital saudari air dalam kehidupan, mendesak kita untuk senantiasa bekerja sama menjaga dan melestarikan sumber air dari kepungan monster privatisasi air yang kian menggurita. Terasa sekali bahwa amanat undang-undang tentang Bumi dan air dan segala isinya yang semestinya dikuasai oleh negara dan dipakai untuk kepentingan rakyat….” (UUD pasal 33), ternyata tumpul di hadapan privatisasi dan perdagangan air, yang saat ini masih dianggap wajar (biasa saja) oleh kebanyakan orang, dan telah dilegalkan oleh sistem negara. Dengan mudah kita temukan perusahaan-perusahaan (kartel-kartel) air yang siap bergerak memobilisasi perdagangan air global, bahkan lembaga-lembaga utama dalam pemerintahan ekonomi global seperti WTO, IMF, dan Bank Dunia mensuplai dana untuk membangun pasar air dunia bagi perusahaan-perusahaan air transnasional, (Maude Barlow, Blue Gold, 2005). Monster privatisasi air ini menuai perdebatan panjang. Air adalah kebutuhan vital semua orang. Pemenuhan atasnya adalah perkara hidup dan mati. Itu sebabnya, air dijadikan sebagai hak asasi manusia (Deklarasi PBB 2011 tentang Air sebagai HAM). Sebelum paradigma orang diseragamkan oleh sistem kapitalisme, air adalah milik komunal, bukan komoditas perdagangan.

Tugas kita sekarang tidak lain adalah bekerja sama menjaga dan melindungi sumber air. Langkah-langkah konkret yang dapat kita tempuh adalah melalui konservasi air, hemat dalam penggunaan air dalam kebutuhan sehari-hari. Dengan demikian masing-masing kita dipanggil dan diutus oleh Sang Pencipta untuk pergi menjaga dan mewariskan “mata air” bukan air mata bagi generasi mendatang.  Semoga kita tahu bersyukur dan terus mendambakan Air Hidup yang datang dari Pencipta. Tuhan, berikanlah kami Air Hidup.***

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

four × 2 =