Sengari, JPICOFM.com – Masyarakat selalu menjadi korban cita-cita kesejahteraan yang diobral pemerintah dan pengusaha tambang.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Komisi JPIC Keuskupan Ruteng, RD Martin Jenarut dalam seminar Menyongsong Pilkada NTT dan Manggarai Timur di Aula Penginapan SVD, Sengari, 14/04.
Berbicara di hadapan lima puluhan anggota IMAMAT (Ikatan Masyarakat Adat Manggrai Anti Tambang) ketua Komisi JPIC Keuskupan Ruteng ini, menjelaskan tentang upaya pengembangan ekonomi dengan pilihan pada investor tambang yang tidak tepat.
Tambang pada dasarnya sejalan dengan cita-cita kesejahteraan masyarakat sesuai amanat Pasal 33 UUD 1945.
“Bumi, air, tanah dan semua kekayaan alam digunakan sebesar-besarnya kepentingan masyarakat tetapi dalam kenyataannya yang sejahtera adalah pemerintah dan pengusaha,” jelas Martin.
Selain itu, proses pertambangan selalu mengorbankan masyarakat dengan dalil, para investor tambang telah memegang IUP.
“IUP menjadi senjata ampuh untuk menghadapi penolakan masyarakat. Padahal IUP yang diterbitkan masih membutuhkan izin dari masyarakat,” lanjutnya.
“Selama ini IUP seolah-olah menjadi surat sakti bahwa para investor dapat dengan semena-mena menggali bahkan di tanah ulayat masyarakat,” terangnya.
Politik Kehilangan Makna
Politik idealnya adalah upaya keras untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat bukan sebaliknya untuk kesejahteraan diri sendiri. Karena itu pokitik sebenarnya bukan kekuasaan tetapi upaya untuk melayani kesejahteraan masyarakat.
“Yang sering terjadi, politik adalah ajang rebut kekuasaan sehingga tujuan suci dari politik itu tidak terlaksana, dan masyarakat tidak lain hanyalah korban dari setiap agenda politik, terutama dalam hubungan dengan Pilkada atau Pilgub,” tutup Martin.
Sementara itu, Melky Nahar dari JATAM menegaskan bahwa tambang menjadi sarana empuk untuk mengumpulkan modal dalam rangka melanggengkan politik yang serakah terutama saat pilkada.
“Untuk membiayai mahar politik yang begitu mahal, para calon biasanya melakukan ijon politik dengan para pengusaha tambang atau perkebunan,” tegas pria yang akrab disapa Mili ini.
“Tidak heran, setelah terpilih para calon akan mengobral IUP yang seolah-olah menjadi surat sakti itu,” tutupnya.