Negara harus Menghentikan Teror kematian dan Kekerasan Terhadap Pembela Lingkungan dan Pejuang Agraria di Indonesia

Kami, organisasi masyarakat sipil yang bekerja pada isu lingkungan hidup, agraria, dan hak asasi manusia, mengutuk peristiwa penembakan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian dari Polres Sumba Barat pada tanggal 25 April 2018 lalu, yang telah mengakibatkan Produka (45 tahun) meninggal, dan Matiduka, yang mengalami luka tembak di kedua kakinya, serta tindakan kekerasan yang dialami oleh 10 orang masyarakat, salah seorang diantaranya adalah anak SMP.

Aparat kepolisian menggunakan kekuasaan yang dimilikinya untuk mengamankan perusahaan industi pariwisata, dengan menyerang masyarakat sipil yang berupaya mempertahankan ruang hidupnya. penembakan ini merupakan bukti nyata bahwa kepolisian tidak menerapkan prinsip-prinsip HAM dalam menghadapi kritik maupun situasi konflik yang terjadi di masyarakat. Hal ini juga menunjukkan pihak kepolisian tidak bertindak secara profesional. Padahal kepolisian te;ah menerbitkan ketentuan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Repoblik Indonesia (Perkap Kepolisian NKRI) Nomor 8 tahun 2009 tentang implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepoisian Negara Republik Indonesia.

Kami menyesalkan dan mempertanyakan kehadiran aparat kepolisian dalam pengamanan investasi dan melindungi PT. Sutra Marosi, terlebih dengan menggunakan tindak penembakan dan kekerasan yang berujung pada kematian dan luka-luka terhadap warga sipil. Bagi kami organisasi masyarakat sipil, peristiwa ini semakin menunjukkan bahwa amanat reformasi tidak mampu dijalankan oleh pemerintah. Kepolisian yang didorong lepas dari TNI, justru menunjukkan watak yang sama dengan TNI. 20 tahun reformasi, aparat kepolisian justru semakin menunjukkan watak aslinya, militeristik. Dan bahkan kepolisian turut mengambil bagian dalam bisnis sumber daya alam dengan memberikan jasa pengamanan pada perusahaan.

Masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dan sumber-sumber agrarianya, berhadapan dengan aparat kepolisian yang memfasilitasi perusahaan. Sebelumnya aktivis dan pegiat anti korupsi, Daud Hadi tewas. Peristiwa ini sebagai akibat dari sikap kepolisian yang tidak menjunjung tinggi asas kesamaan di muka hukum (equality before of law) karena sebelumnya Daud Hadi telah melaporkan kekerasan yang dialami, namun tidak ditindaklanjuti oleh kepolisian.

Dari berbagai peristiwa yang terjadi, kami memandang bahwa janji Nawacita Presiden Jokowi untuk menghadirkan rasa aman bagi waga negara terbukti gagal, dan bahka dicederai oleh institusi kepolisian. Negara hadir justru sebagai teror bagi masyarakat yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup dan sumber-sumber kehidupannya. Kami mengritik keras kementrian ATR/BPN yang selalu menggunakan pendekatan kekerasan dan terlebih menggunakan aparat kepolisian/TNI dalam setiap konflik agraria di lapangan.

Peristiwa ini bukan hanya memperpanjang angka konflik agraria, namun juga bertentangan dengan komitmen Presiden  untuk menjalankan reforma agraria. Kita tahu bahwa RKP 2018 telah menjadikan sektor pariwisata menjadi prioritas pembangunan nasional dan pengembang dunia usaha. Tidak berbeda dengan industri ekstraktive, industri pariwisata massal yang mengabaikan hak masyarakat adat/masyarakat lokal, hanya akan memperpanjang konflik agraria.

WALHI, KPA, JATAM, KIARA, YPII, KontraS, HuMa, KruHa, HRW, ELSAM, YLBHI

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

three × two =