Para peserta berfoto bersama Ukup Keukupan Bogor, dalam misa pembuka pertemuan INFO JPIC di Gereja St. Yosef Sukabumi, Minggu 19/08
Sukabumi, jpicofmindonesia.com Intern Franciscan for Justice, Peace, and Integrity of Creation Indonesia (INFO JPIC Indonesia) kembali mengadakan pertemuan tahunan. Yang menjadi penyelenggara tahun ini adalah para Saudari dari konggregasi Fransiskanes Sukabumi (SFS) dan diselenggarakan di Rumah Ret-ret St. Lidwina Sukabumi, 19-25/08.
Hadir dalam pertemuan ini JPIC Fransiskan-fransiskanes Indoensia, JPIC OFM, JPIC OFMCap Medan, Pontianak, dan Sibolga, JPIC OFM Papua, JPIC MTB, JPIC FSGM, JPIC OSF, JPIC FMM, JPIC KFS, JPIC FCH, JPIC SMFA, JPIC SFD, JPIC DSY, JPIC Ordo Ketiga Manado, Bogor, Sukabumi dan Malaysia yang seluruhnya berjumlah 66 orang.
Pesan Uskup Bogor
Dalam misa pembukaan yang dipimpin oleh Uskup Keuskupan Bogor, Mgr. Paskalis Bruno Syukur, OFM pada misa bersama umat di Gereja St. Yosef Sukabumi mengajak para animator JPIC untuk semakin menghayati panggilannya sebagai Fransiskan.
“Ada tiga hal yang ingin saya sampaikan kepada para peserta INFO JPIC Fransiskan berdasarkan bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini, yang dibacakan,” ungkap Uskup Paskalis.
“Pertama, belajar dari Nabi Yehezkiel yang harus kita lakukan pertama-tama adalah mencari Tuhan. ‘Carilah Aku, maka kamu akan hidup’. Karena itu, para saudara dan saudari yang berkarya dalam bidang JPIC harus mencari TUHAN terlebih dahulu, karena di dalam Dia kita semua mendapatkan kekuatan,” tegasnya.
“Kedua, dari St. Paulus kita mendapat peneguhan untuk menjadi pelaku dari apa yang kita katakan. ‘Hat-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong…’. Para animator harus menjadi pelaku dari apa yang disampaikan agar dapat meyakinkan masyarakat,” harapnya.
“Ketiga, seperti Yesus, para animator juga diajak untuk menegaskan identitasnya. Dalam Injil Lukas, “Roh Tuhan ada padaku, oleh sebab ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin …”. Ungkapan Yesus ini mengajak kita semua untuk semakin menegaskan identitas JPIC kita dalam kata-kata dan tindakan, dalam karya-karya kita masing-masing,” tutupnya.
Perayaan Ekaristi yang dikemas dalam tradisi Sunda ini menghadirkan penari-penari Sunda dan dimeriahkan oleh koor yang diiringi angklung dari para siswa dan siswi SMP Mardiwaluya 2 Sukabumi.
Sharing dan Belajar Bersama
Pertemuan INFO JPIC diawali dengan sharing kegiatan JPIC dari setiap konggregasi selama tahun 2017 pada hari pertama dan kedua (20-21/08). Selanjutnya para peserta juga diajak untuk mendengarkan dan belajar dari beberapa pakar kebudayaan lokal.
Panitia lokal, mengundang Bpk. Frans Borgias untuk berbicara dari perspektif Kitab Suci dan Budaya Lokal, sementara dari perspektif Ajaran Sosial Gereja disampaikan oleh P. Peter, OFM pada hari kedua (21/08).
Hari ketiga (22/08), para peserta diperkaya dengan materi dari Prof. Robert Lawang yang berbicara dari perspektif Sosiologi. Para peserta juga semakin mendapat pemahaman dengan kehadiran pelaku budaya lokal melalui seni dari kelompok “Soerawoeng” dan malam harinya diperdalam dengan materi dari Sdr. Budi yang jadi utusan Fransiskan Internasional memperkaya para peserta dengan pengetahuan hukum internasional dan lokal terkait Masyarakat Adat.
Pada hari keempat (23/08) para peserta secara khusus mendalami tema kebudayaan lokal dari perspektif Antropologi yang disampaikan oleh Dosen Unpar, Bpk. Stefanus Djunaidi.
Panitia juga memberikan kesempatan khusus pada hari ke-5 untuk belajar langsung dari kelompok masyarakat adat di Kasepuhan Cipta Mulya, Desa Sinar Resmi Banten. Di sana, para peserta berkesempatan berbincang-bincang tentang kehidupan masyarakat adat dari pimpinan kasepuhan Abah Hendri.
Memperteguh Panggilan Fransiskan
Dari seluruh proses yang dilewati, Sr. Theresio OSF memberi tanggapan untuk seluruh proses yang telah dijalani bersama. Fransiskanes Semarang, kelahiran Sukabumi ini semakin mellihat pentingnya panggilan Fransiskan untuk mewujudkan kebhinekaan.
“Dengan mengangkat tema ‘Menggali Nilai-nilai JPIC dalam kebudayaan Lokal’ menggerakan hati saya untuk mendukung kebhinekaan kita. Melalui karya Fransiskan semakin dipanggil untuk memperjuangkan dan menanggapi panggilan cita-cita Fransiskus ketika mengunjungi Sultan 8 abad yang lalu. Selain itu bungkusan budaya lokal dalam Ekaristi pembuka meneguhkan hati saya dalam hubungan dengan TUHAN dan saling menghargai satu sama lain dengan lebih baik,” terangnya.
Sementara itu, dari seluruh materi, asisten I Provinsial dari Ordo Santo Fransiskus Semarang merasa terbantu untuk menemukan akar masalah dalam pelayanan berkaitan dengan kaum yang dimarginalkan atau dimiskinkan, secara khusus Masyarakat Adat. Selain itu, Theresio, begitu dia biasa disapa merasa diteguhkan panggilannya sebagai Fransiskan, karena nilai-nilai Fransiskan itu universal dan ditemukan di masyarakat-masyarakat adat.