Pastor Yahones Kristoforus Tara OFM (foto. dokumen pribadi)

ATAMBUA, JPIC OFM Indonesia –  Pastor Paroki Hati Kudus Yesus-Laktutus, Atambua, NTT, Yohanes Kristoforus Tara, OFM mendapat Kalpataru “Pengabdi Lingkungan Hidup” dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Belu, NTT, Selasa (27/11/2018.)

Penghargaan ini diserahkan langsung oleh Wakil Bupati Belu, JT. Ose Luan di kantor Bank Sampah Ai’ Kamelin, Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Belu.

Kalpataru itu diterima Pastor Kristo karena ia dinilai berhasil menghijaukan bukit Laktutus dengan beragam pepohonan baik untuk bahan bangunan maupun pohon buah-buahan di sekitar wilayah pastoran dan Gereja serta beberapa tempat lain yang dipercayakan kepada Gereja oleh masyarakat.

Baca Juga: Menteri LHK: Kesadaran Lingkungan Masyarakat Indonesia Rendah

Selain penghijauan bukit, Pastor yang  dalam kesehariannya sangat dekat dengan umat ini berhasil mengajak masyarakat untuk mengolah kebun yang selama ini dibiarkan begitu saja untuk menanam sayur-sayuran, buah-buahan, dan palawija secara organik untuk kebutuhan rumah tangga dan juga untuk dipasarkan.

Keutuhan Ciptaaan: Sebuah Kesadaran Hidup

Fransiskan kelahiran Wangka, Ende ini, menuturkan bahwa penghargaan tersebut bukan targetnya. Usahanya bersama umat dalam menghijaukan bukit yang gundul lebih-lebih merupakan bentuk tanggung jawab atas kehidupan yg muncul dari beragam kesadaran.

Kepada jpicofmindonesia.com,  Pastor yang di kalangan Fransiskan akrab disapa Itok ini, memaparkan beberapa kesadaran atas hidup yang menjadi dasar perjuangannya selama ini.

“Yang pertama kesadaran genesis, di mana sejak awal mula manusia hidup bersama dan tergantung pada entitas hidup yg lain. Karena itu, kita mesti bertanggung jawab menjaga dan memelihara setiap entitas hidup, agar kehidupan terus berkelanjutan,” ungkapnya.

Yang kedua, tambah Pastor Kristo, kepeduliannya berangkat dari situasi dunia sekarang ini yang sedang menghadapi kerusakan yang masif oleh karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tak terkendalikan yang terjadi secara global.

“Secara global kita melihat, bahwa seluruh dunia sedang menghadapi kerusakan lingkungan hidup yang masif. Bencana ekologis ini persis menusuk jantung kehidupan. Rekayasa ilmu pengetahuan dan teknologi, alih-alih memajukan dunia, justru semakin merusak kehidupan. Kesadaran etis global ini telah menggerakan banyak pribadi dan kelompok untuk bertanggung jawab menyelamatkan dunia dari laju kerusakan masif lingkungan hidup. Kualitas hidup yang baik dengan segala prasyaratnya tidak boleh berhenti pada generasi kita, tetapi harus diwariskan kepada generasi yang akan datang,” paparnya.

Lebih lanjut, lulusan Fakultas Teologi Wedabhakti, Universitas Sanata Dharma ini menjelaskan alasan spiritual di balik aktivitasnya adalah kesadaran akan peran agama untuk menjaga keberlangsungan hidup alam semesta ini.

Baca Juga: Atasi Sampah Plastik;  Bupati Ini Wajibkan Para Kades Terbitkan Perdes

“Di atas semuanya itu, agama-agama memiliki tanggung jawab besar atas keberlangsungan hidup. Allah telah memberi tugas dan tanggung jawab kepada manusia untuk merawat dan memelihara alam semesta ini agar tetap menjadi tempat yang layak bagi kehidupan,” jelasnya.

“Agama-agama tidak boleh menyerahkan begitu saja alam semesta ini pada cara kerja ilmu pengetahuan dan teknologi. Justru agama-agama memiliki peran dan tanggung jawab spiritual dan etis bekerja secara serius untuk menyelamatkan kehidupan,” harapnya.

Terakhir, sebagai seorang Fransiskan, imam yang ditahbiskan tahun 2008 yang lalu merasa bahwa apa yang dia lakukan adalah amanat dari St. Fransiskus.

“Sebagai seorang Fransiskan, saya mendapatkan amanat khusus dari St. Fransiskus Asisi, Pelindung Ekologi untuk selalu peduli, berpihak pada mereka yg miskin dan terpinggirkan, termasuk alam ciptaaan. Spiritulitas Fransiskan mendorong saya dan setiap saudara dina agar terus bekerja keras menyelamatkan alam semesta, terus bergerak dan mengabdi bagi lingkungan hidup,” tegasnya.

Kalpataru dan Pesan Kehidupan

Bagi Pastor Kristo, kalpataru adalah sebuah tanggung jawab atas kehidupan yang lahir dari aneka kesadaran bahwa hidup yang baik, hidup bersama dengan seluruh entitas kehidupan tidak boleh berakhir di tangan kita yang hidup sekarang ini.

“Hidup ini akan terus berlanjut, maka yang harus kita lakukan adalah memperjuangkan hidup yang berkelanjutan,” ucapnya dengan optimis.

Kalpataru juga akhirnya berarti sebuah panggilan akan kesadaran sosial, yang mengajak keterlibatan semua orang tanpa terkecuali.

Baca Juga: Sembilan Kesadaran Ekologis yang Harus Dimiliki

“Kalpataru merupakan sebuah ajakan sosial, agar semua orang yang mencintai kehidupan bergerak bersama, membangun koalisi ekologis. Bumi ini hanya bisa diselamatkan kalau semua orang memiliki kesadaran dan tanggung jawab etis yg sama. Kita mesti bisa bekerja sama menyelamatkan lingkungan hidup,” ajaknya.

“Kalpataru ini saya persembahkan untuk Persaudaraan OFM Indonesia, Umat Paroki Laktutus dan para aktivis lingkungan hidup,” tutupnya.)***

Charlest, OFM

1 KOMENTAR

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here

eighteen − 8 =