Minggu Prapaskah IV
“Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (Yoh 9:2-3)
Sama seperti kebutaan spiritual bisa jauh lebih menghancurkan daripada kehilangan penglihatan fisik, maka dengan memulihkan visi rahmat Allah kita dapat membawa kesembuhan yang jauh melampaui kesehatan fisik. Dulu kita hanya tahu keputusasaan, sekarang kita melihat harapan.
Baca Juga: Prapaskah Bersama St. Fransiskus Assisi: Kerendahan Hati yang Suci
Lebih dari itu kita melihat cara-cara baru untuk menyampaikan pengharapan tersebut kepada sesama. Kita melihat terang dari pada kegelapan, dan dalam terang tersebut kita menemukan kembali bagian diri kita sendiri yang telah hilang. Kita memandang dengan mata baru kepada orang-orang di sekitar kita dan melihat bagaimana mereka juga adalah anak-anak Allah.
Salah satu karya besar Fransiskus adalah “Kidung atau Nyanyian Saudara Matahari”. Fransiskus menulis ini pada masa-masa akhir hidupnya. Dia dalam keadaan hampir buta. Dia tidak bisa lagi melihat keindahan alam yang sangat dinikmatinya sepanjang hidup. Di tengah penderitaan dan kegelapan, dia memuji terang dan kegembiraan.
Paradoks hidup kristiani kita adalah bahwa hanya melalui kematian kita akan memperoleh kehidupan kekal. Jika kita mulai dengan keyakinan ini sebagai dasar yang kuat, kita dapat mengikuti Kristus dan orang-orang kudusNya dalam mengubah kesedihan dan perjuangan hidup kita menjadi sarana untuk memuji Tuhan dalam hati kita, walaupun pikiran kita perlu waktu lebih panjang untuk bisa memahaminya.
Doa St. Fransiskus
Tuhan Allah yang Mahatinggi dan Mahaluhur, semua yang baik adalah milikNya. Semoga Ia menerima segala hormat dan bakti, segala pujaan dan pujian,segala syukur dan kemuliaan. Amin
Sdr. Franski, OFM