foto: ist
RESENSI, jpicofmindonesia.com – Hidup manusia merupakan pemberian Allah. Segala bakat, talenta, dan potensi yang dimiliki manusia, adalah pemberian Allah. Pendek kata, segala  yang ada pada manusia semata-mata karena pemberian cuma-cuma dari Allah. Kita dapat beriman kepada Allah, karena daya Roh Kudus yang memampukan dan  menggerakkan hati kita. Hidup kita kemudian menjadi lebih berhikmat dan bijaksana di dunia ini, bukan karena keuletan dan kecakapan kita dalam memahami misteri penyelamatan Allah, tetapi, karena Roh Allahlah yang mengerjakan semuanya. Hal itulah yang diketengahkan dalam buku yang berjudul ”Pneumatologi Bonaventura, Memahamai Hikmat Roh Kudus dan Karunia-Karunianya”. Buku ini memaparkan dan merefleksikan tema tujuh karunia Roh Kudus dalam pandangan Bonaventura (1217-1274), seorang Fransiskan (OFM), salah satu ikon teolog Abad Pertengahan.
Buku ini hendak membahas ketujuh karunia Roh Kudus yang senantiasa menuntun hidup manusia.  Sebelum menjelaskan secara detail tentang ketujuh karunia Roh Kudus, pengarang  pertama-tama menjelaskan secara rinci dengan bahasa yang sederhana tentang misteri Trinitas dan pandangan teologi Roh Kudus (pribadi ketiga Tritunggal) yang membantu kita memahami dengan baik tentang misteri Trinitas. Kemudian, satu per satu tujuh karunia Roh diulas secara mendalam. Ketujuh Roh itu antara lain: Roh Takut ak#an Allah, Roh Kesalehan, Roh Pengetahuan, Roh Kekuatan, Roh Penasihat, Roh Pengertian, dan Roh Kebijaksanaan.
Menarik dari ulasan ketujuh karunia Roh ini, yaitu masing-masing bagian memiliki relevansi dan juga buah-buahnya yang dapat kita usahakan dalam hidup. Perlu diakui, buku ini selain memiliki kadar ilmiah, tetapi juga sebagai penuntun praktis bagi hidup beriman kita. Bisa juga dikatakan bahwa buku ini sebagai kompas; penunjuk arah menuju hidup menjadi lebih bijaksana dan semakin berhikmat. Ketika kita semakin berhikmat itu berarti kita memiliki daya Roh kudus. Menerima Roh kudus berarti memiliki Allah yang menaungi seluruh diri dan hidup kita dengan kasih karunia-Nya, dan menjadikannya sempurna (hlm. 8).  Bagi Bonaventura, “karunia merupakan sifat konstitutif Roh kudus. Baginya, Roh Kudus merupakan anugerah paling luhur (primum donum) sehingga merupakan karunia kekal yang merupakan prototipe segala karunia. Ciri tersebut memperlihatkan bahwa Roh Kudus merupakan anugerah Allah yang tak terbalaskan (datio irredibilis). Selain itu, Bonaventura mengajarkan: dari Roh Kudus terpancar tiga kualitas ilahi, yakni kemurahan hati, keluhuran pribadi ilahi, dan kebebasan.
Buah-buah karunia Roh itu dapat menjadi pegangan hidup kita sehari-hari. Karunia pertama yang direfleksikan oleh Bonavetura ialah, Roh Takut Akan Allah. Bagi Bonaventura, rasa takut yang sering menghinggapi manusia hendaknya dimaknai secara positif bahkan sebagai sebuah karunia. Takut juga tidak melulu bermakna negatif. Rasa takut membuat kita bertindak hati-hati. Takut akan Allah berarti terbuka terhadap tuntunan rahmat-Nya. Namun, justru orang yang tidak memiliki ketakutan justru sering gegabah dalam bertindak dan keputusannya tidak dipertimbangkan dengan matang. Dengan demikian, bagi Bonaventura, Roh takut akan Allah mengikis kebanggaan diri yang sia-sia.
Karunia kedua, yaitu Roh Kesalehan yang bersumber pada Allah Trinitas. Pada bagian ini Bonaventura hendak menegaskan bahwa kesalehan mengandaikan kesabaran dan kelembutan hati. Kesalehan hidup, bukan soal hafalan atau teoritis. Kesalehan hidup perlu sebuah latihan, dalam artian, mutlak diusahakan. Kesalehan merupakan lawan dari kelaliman dan kemarahan.
Lebih lanjut, Bonaventura menjabarkan Roh pengetahuan. Intinya pada bagian ini Bonaventura hendak menegaskan bahwa pengetahuan hendaknya digunakan bagi pengembangan diri dan membantu sesama dan bukan demi rasa ingin tahu.
Karunia keempat, yaitu Roh Kekuatan. Bonaventura menunjukkan bahwa figur ideal dari Roh Kekuatan ialah Bunda Maria. Ia ditampilkan sebagai wanita kuat dan teguh. Roh Kekuatan juga bertumbuh dalam harapan. Sebagai model Roh Kekuatan, Maria adalah harapan kita. Untuk memperoleh Roh Kekuatan ini pula perlu latihan melalui pengalaman konkret. Hal itu bisa saja cara kita berhadapan dengan peristiwa alam yang menantang dan cobaan lain dalam hidup kita. Orang yang teguh hatinya dalam menghadapi cobaan hidup akan menjadi semakin murni dalam Roh Kekuatan.
Untuk mewujudkan keutamaan-keutamaan itu, kita membutuhkan dampingan penasihat. Penasihat yang membantu kita untuk memilih yang baik dan benar. Dan penasihat yang ulung itu adalah Allah sendiri. Pokok inilah yang akan diutarakan oleh Bonaventura pada bagian ini, yaitu karunia Roh Penasihat. Dalam pembahasan  ini, Bonaventura menegaskan bahwa Roh Penasihat mengajarkan kita bertindak dengan baik dan benar. Bagi dia, orang yang mengikuti kehendak Allah akan menemukan kemantapan dalam relasi dengan Allah.
Untuk mengerti dengan baik nasihat dan kehendak Allah, kita pun harus mendengarkan Dia. Untuk itu, pada bagian yang keenam ini, Bonaventura mengantar kita pada penjelasan  Karunia Roh Pengertian. Kata kunci untuk Roh Pengertian ialah mendengar. Mendengar dengan baik merupakan pintu masuk untuk memiliki pengertian. Mengerti agar hidup menjadi lebih bijak. Buah utama dari Roh Pengertian bagi Bonaventura ialah kebebasan dalam bertindak, juga di hadapan Allah.
“Last but not least”, penjelasan ketujuh karunia Roh menurut Bonaventura ini berpuncak pada pembahasan karunia Roh Kebijaksanaan. Bagi Bonaventura, orang yang mau menjadi bijak hendanya pertama-tama merindukan kebijaksanaan. Kebijaksanaan datang dari Allah. Apa saja  buah-buah roh kebijakasanaan itu? Menurut Bonaventura buah-buah roh kebijaksanaan antara lain; kemurnian, kelemahlembutan, santun dalam tutur kata, perasaan hati yang jernih, kemurahan hati, matang dalam keputusan, dan hati yang lurus. Inilah buah-buah kebijaksanaan yang membuat hidup kita semakin berhikmat.
Praksis Menuju Hidup Hikmat
Ulasan dalam buku ini pertama-tama hendak menunjukkan langkah-langkah praktis menuju hidup lebih berhikmat. Buku ini memberikan banyak inspirasi bagi kita. Buku ini seolah-olah mengajak pembaca untuk menarik diri dari banyak aktivitas dan masuk dalam jiwa kita tempat sang kebijaksanaan itu bertahta. Hal itu mengisyaratkan kita mendengarkan kehendak Allah sendiri. Buku menjadi obor bagi kita saat ini, terutama di era dengan gempuran informasi yang kadang menguji kebijaksaaan kita dan kadang membuat kita semakin tidak bijaksana. Di tengah gempuran informasi yang datang tanpa permisi dan pergi tanpa pamit itu, buku ini mendorong kita untuk semakin bijaksana dalam menghadapi realitas hidup ini. Buku ini sangat direkomendasikan untuk mereka semua yang haus akan kebijaksanaan.)***
Sdr. Icky Santrio, OFM (Alumnus STF Driyarkara,Jakarta)
              

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here