Minggu Prapaskah V
Kata Marta kepada-Nya: “Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.” Jawab Yesus: “Akulah kebangkitan dan hidup.” (Yoh 11:24-25)
Kematian selalu mengagetkan kita, entah karena sifatnya yang tiba-tiba, entah karena sifatnya yang final. Juga ketika orang yang kita cintai telah sakit untuk waktu yang lama dan kematian datang sebagai kelegaan baginya dan kita yang ditinggalkan, reaksi awal adalah keterkejutan. Apalagi dalam kasus kematian yang mendadak dan tidak diduga, reaksi ini semakin besar. Kita yang percaya pada kebangkitan pun tetap mengalami reaksi manusiawi ini.
Baca Juga: Prapaskah Bersama St. Fransiskus: Keterbatasan
Kita tidak beda jauh dengan tanggapan Marta terhadap Yesus tentang keyakinannya akan kebangkitan pada akhir zaman. Pikiran dan keyakinan kita memberi tahu kita satu hal yaitu kebangkitan, tetapi hati dan tubuh kita sering kali menolak keras pada peristiwa perpisahan dan kehilangan yang begitu nyata dan tidak dapat dihindari, pada kematian. Ya, kita harus belajar untuk hidup dengan paradoks ini.
Janji kebangkitan dalam inti iman kita memungkinkan kita untuk merayakan orang-orang yang kita kasihi bahkan dalam kematian mereka, karena kita tahu bahwa hidup, bukan kematian, adalah realitas final.
Dalam bait terakhir dari Kidung Saudara Matahari, Fransiskus memuji saudari maut badani. Ia menambahkan bait ini tidak lama sebelum kematiannya, setelah sdr. Leo dan sdr. Angelo menyanyikan Kidung tersebut seperti yang dimintanya. Thomas Celano menceritakan bahwa kata-kata terakhir dari Fransiskus adalah “selamat datang, saudari maut”.
Doa St. Fransiskus
TerpujilahEngkau,Tuhanku, karena Saudari Maut badani, daripadanya tidak akan terluput insan hidup satu pun. Amin
Sdr. Franski, OFM