Jakarta, Jpicofmindonesia.com- Sabtu, 27 April 2019, pengurus Rumah Singgah St. Antonius Padua mengikuti diskusi di Unika Atma Jaya Jakarta.

Diskusi yang bertema “CASE CONVFERENCE VI How to deal with Sara’’diselenggarakan oleh komunitas Pena, Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya. Hadir juga dalam diskusi ini yakni Rumah Singgah KGJ, Rumah Singgah Prolife, Mahasiswa Fakultas Psikologi, serta Bapak Alles Saragi, S.Sos dan ibu Dr. Yohana R.Hestyanti selaku pembicara.

Menurut Ketua Komunitas Pena, diskusi ini bertujuan untuk menggali informasi mengenai situasi dan permasalahan seputar pendampingan anak-anak di Rumah Singgah.

Sdr. Fanus, OFM selaku ketua Rumah Singgah St. Antonius Padua dalam sharingnya mengatakan bahwa visi Rumah Singgah St. Antonius Padua adalah mendampingi orang-orang yang mengalami kesulitan terutama yang terpinggirkan.

Selain itu, Rumah Singgah ini juga bekerjasama dengan Komunitas Pena memberikan ruang kepada anak-anak untuk belajar. “Selama ini kami telah mewadahi anak-anak disekitar lingkungan untuk belajar di Rumah Singgah”.

Akan tetapi, salah satu permasalahan pokok ialah adanya kecurigaan dari masyarakat akan gerakan Kristenisasi, sehingga terkesan orangtua kurang mendukung anak-anaknya untuk belajar di Rumah Singgah setiap hari Sabtu.
Hal senada juga disampaikan oleh perwakilan dari Rumah Singgah KGJ yang bertempat di Cawang.

Beliau menceritakan bahwa pada awalnya, Rumah Singgah KGJ sering dimata-matai oleh masyarakat sekitar. “Kami sempat digrebek oleh warga karena mereka mencurigai bahwa ada upaya Kristenisasi diwilayah tersebut”.

Akan tetapi, menurutnya hal itu tidak membuat mereka menyerah untuk membantu masyarakat yang membutuhkan bantuan.

Fokus utama Rumah Singgah KGJ adalah pemberdayaan anak-anak yang putus sekolah. Selain itu, mereka juga memberdayakan para lansia.

Bapak Arianto, perwakilan dari Rumah Singgah Prolife, di Matraman juga mengatakan bahwa pada awalnya, masyarakat mencurigai adanya gerakan Kristensasi dari Rumah Singgah Prolife.

Akan tetapi, ketika mereka memperkenalkan visi dan misinya, masyarakat pun menjadi mengerti akan kehadiran mereka.

Adanya kecurigaan dari masyarakat akan gerakan Kristenisasi ini pun diakui oleh Ibu Yohana Ratrin Hestyanti. Menurutnya, keadaan tersebut memang sensitif untuk konteks sosial secara keseluruhan.

Lebih lanjut, Dosen Psikologi Atma Jaya ini juga menarasikan tentang bagaimana situasi sosial dan politik telah mempengaruhi pola pikir masyarakat dalam memandang sesamanya.

Selain itu, beliau juga menjelaskan berbagai teori tentang psikologi berhadapan dengan situasi semacam itu. Akan tetapi, dia tetap menekankan bahwa kita mesti berjuang karena masih ada orang yang membantu kita seperti NU.

Selain itu, bapak Alles Saragi mengatakan dalam pendampingan,kita mesti mengetahui tujuan kita mendampingi mereka. “Jangan-jangan kecurigaan mereka itu benar, bahwa kita sedang melakukan gerakan kristenisasi”.

Untuk menghindari adanya kecurgiaan, beliau menegaskan kita mesti berjuang untuk memberikan fokus pada tujuan kita, misalnya fokus Pendidikan. “Jangan kita hanya melihat banyaknya anak yang kita dampingi tetapi bagaimana upaya kita merawat dan mendampingi salah satu anak”.

Hal sederhana yang bisa kita lakukan adalah menemani, mendengar ataupun memperlakukan mereka seperti orang penting, tegasnya.

Diakhir penjelasannya, beliau mengatakan sesederhana apapun yang kita lakukan, kita mesti melakukan untuk orang yang membutuhkannya.

Diakhir diskusi, para peserta berkomitmen untuk tetap membantu anak-anak yang didampingi oleh ketiga Rumah Singgah tersebut.

Sdr. Simon Lebo, OFM

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here