Para saudara fransiskan sedang berfoto dengan latar 'Papa Francisco'. doc. http://www.ofmjpic.org/en/news/

JAKARTA, jpicofmindonesia.com Para saudara Fransiskan dalam spirit Penyelenggaraan Allah bekerja sama dengan asosiasi umat awam sedang menyelesaikan persiapan kapal rumah sakit. Kapal rumah sakit dinamai ‘Papa Francisco’ yang akan mengingatkan orang pada  spirit  kepedulian dan keterbukaan Paus Fransiskus terhadap orang miskin dan terpinggirkan.

Adapun ‘Papa Francisco’ dibuat untuk menaklukkan medan berat di hutan Amazon, Pará, sebuah negara bagian Brasil, karena dikelilingi sungai yang dikenal paling besar dan terpanjang di dunia. Akibatnya,  pelayanan kesehatan ke sudut-sudut pemukiman penduduk setempat yang terpencil menjadi kurang optimal. De facto, lebih dari 700 ribu penduduk daerah Amazon hanya dapat dicapai melalui sungai.

Selain itu, kapal rumah sakit “Papa Francisco” juga menjadi sarana dalam pewartaan Injil seraya memberikan pelayanan bantuan kesehatan sosial kepada penduduk setempat. Rencananya, kapal tersebut akan beroperasi mulai Juli 2019 mendatang.

Sebagaimana laporan Agenzia Fides, kapal sepanjang 32 meter itu menampung rumah sakit terapung dengan fasilitas terlengkap di negara itu. Lengkap dengan fasilitas untuk diagnosa, penanganan perawatan, rawat inap, obat-obatan, unit opthamologi (mata), penanganan odontologi (gigi), operasi, analisis laboratorium, ruang vaksin, unit radiografi, serta mamografi (USG payudara), dsb.

“Karya sosial karitatif para Fransiskan melalui rumah sakit terapung yang dinamai ‘Papa Francisco’ (Paus Fransiskus) siap menjangkau daerah-daerah terpencil di sepanjang sungai Amazon, Pará, sebuah negara bagian Brasil. Kapal rumah sakit ini sedang dalam tahap penyelesaian dan akan diluncurkan pada Juli 2019 mendatang.”

Kapal akan berangkat dari pelabuhan Óbidos. Awak kapal terdiri dari 10 orang saudara fransiskan dan 20 relawan medis dan paramedis (termasuk profesor dan mahasiswa universitas). Mereka akan mengunjungi sekitar 1.000 wilayah pesisir dalam ekspedisi 10 hari. Dalam ekspedisi itu, mereka akan terlebih dahulu mengirimkan dua perahu motor-ambulans untuk melakukan survei awal dalam mengobservasi kesehatan penduduk di masing-masing daerah. Selain itu, untuk mengantisipasi keadaan darurat. Ekspedisi ini akan bekerja sama dengan rumah sakit lokal, yaitu Juruti dan Óbidos. Pada saat banjir, dua perahu motor itu juga akan berfungsi sebagai kapal penyelamat.

Inspirasi Paus Fransiskus pada ‘Papa Francisco’

Mengenai penamaan kapal, ternyata ada kisah unik di balik pemberian nama ‘Papa Francisco’ ini. Inisiatif membangun kapal rumah sakit ini rupanya berawal dari kunjungan Paus Fransiskus ke sebuah rumah sakit di Rio de Janeiro yang dilayani Ordo fransiskan, pada kesempatan Hari Pemuda Sedunia 2013. Paus bertanya kepada saudara fransiskan pendiri rumah sakit tersebut, pastor Fransiskus Belotti OFM, apakah pelayanan mereka juga menjangkau wilayah terpinggirkan di Amazon. Pastor Fransiskus menjawab tidak. Paus menimpali, “Jikalau demikian, kamu harus pergi (ke Amazon, red)!”.

Bak gayung bersambut, Ordo Fransiskan setempat bersama asosiasi umat awam mengambil alih dua rumah sakit yang sebelumnya telah ditutup yang berada di dekat wilayah sungai Amazon. “Segera kami sadari bahwa masyarakat yang tinggal di tepi sungai memiliki kesulitan yang cukup besar untuk mendapat pelayanan rumah sakit. Kemudian, kami mengerti bahwa satu-satunya cara adalah mendatangkan rumah sakit bagi mereka”, demikian penjelasan pastor Fransiskus sebagaimana dikutip laman http://www.fides.org/en.

Misi ini akan dikoordinasikan oleh seorang imam fransiskan, yang bertugas mewartakan Injil kepada penduduk yang dikunjungi. Seraya memastikan pendekatan yang berperikemanusiaan dan bantuan sosial yang secukupnya. Sementara ini, pembangunan kapal rumah sakit tersebut dimungkinkan berkat perjanjian persaudaraan fransiskan dengan negara. Dalam hal ini, pemerintah Brasil telah mengalokasikan dana kompensasi akibat kasus-kasus moral sebagai dampak perluasan proyek Shell Chimica dan Basf SA, yang berdampak pada kerusakan lingkungan yang memakan kurang lebih 60 korban jiwa dan berdampak pada kerusakan berat lainnya pada saat itu.

Sdr. Sulaiman Ottor OFM/ http://www.catholicnewsworld.com

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here