TENTANG, JPIC OFM Indonesia – Pastor Dr. Vincentius Darmin Mbula OFM, Ketua Majelis Nasional Pendidikan Katolik (MNPK) bertatap muka dengan Kepala Sekolah, guru, pembinaan asrama, dan karyawan di lingkup Yayasan Santo Fransiskus Ndoso, Kec. Ndoso, Manggarai Barat, NTT, Senin (10/6/2019).
Kehadiran doktor lulusan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam sosialisasi pengintegrasian kurikulum K-13 dengan pendidikan berbasis spiritualitas Fransiskan.
Dalam pertemuan itu, Darmin – sapaan karibnya, menyampaikan nilai-nilai dasar pendidikan Fransiskan yang selalu berintegrasi dengan tujuan pendidikan nasional.
“Proses pendidikan Fransiskan adalah sebuah komunitas kasih untuk membentuk dan mendidik anak-anak menjadi duta cinta kasih Allah di dunia. Karena inti pendidikan Fransiskan adalah kasih. Kalau kita tidak punya kasih maka kita tidak bisa bekerja sama. Dan dalam komunitas kasih tidak ada tindakan menghakimi melainkan yang diberikan adalah memberikan harapan atau optimis kepada anak-anak,” tegasnya
Lebih lanjut,  Ketua Presidium MNPK ini menegaskan,  nilai-nilai dasar  pendidikan Fransiskan yang mencakup kasih sebagai inti diterjemahkan ke dalam nilai turunan, nilai khas Fransiskan yaitu persaudaraan, kedinaaan, dan damai.  Nilai-nilai itu tidak bertentangan dengan  kurikulum pendidikan Nasional.
“Kurikulum Fransiskan berbasis relasi kasih persaudaraan. Dan itu yang membedakan sekolah Fransiskan dengan sekolah lain. Nilai itu tentunya tidak  bertentangan dengan kurikulum Nasional. Karena hal tersebut ditegaskan dalam UU 1945, Pancasila dan Bhineka Tunggal Ika dan PP no 87 tahun 2017. Mengintegrasikan nilai-nilai dalam setiap mata pelajaran. Dan kurikulum 2013 menegaskan itu, yaitu mengintegrasikan kompetensi spiritual, sikap sosial, kognitif, dan keterampilan; keterampilan hidup abad ke- 21 dan menyambut era 4.0 dan 5.0,” papar pastor asal Manggarai Timur itu.
Mengenal Diri dan Lingkungan
Seluruh proses pendidikan Fransiskan itu harus mampu mengantarkan anak-anak supaya  mengenal dirinya sendiri dan lingkungan di sekitarnya. Dan itu bisa dilakukan dengan semangat membangun kasih persaudaraan.
“Kalau anak tidak mampu menerima dirinya sendiri maka sangat sulit menghargai orang lain atau orang tuanya. Ini poin penting dalam proses pendidikan kita. Karena inti dari seluruh pendidikan Fransiskan adalah relasi kasih. Dan relasi kasih itu mencakup relasi dengan diri sendiri, relasi dengan sesama, alam ciptaan dan relasi dengan Allah. Dari nilai relasi itu akan diturunkan dan diterjemahkan pada tiga nilai khas Fransiskan, yaitu persaudaraan, kedinaan dan damai,” tegasnya.
“Konteksnya adalah Indonesia sebagai Negara Bhineka Tunggal Ika. Kita mewujudkan nilai persaudaraan, namun ditemukan persoalan seperti radikalisme, intoleransi, diskriminatif, eksploitasi alam, penggunaan barang yang tidak ramah lingkungan, aborsi, prostitusi, ujaran kebencian (hoaks), dan fitnah melalui medsos,” ungkapnya.
Fransiskan menawarkan suatu nilai yaitu nilai persaudaraan; setiap orang (peserta didik) memiliki kemampuan untuk menganggap dan menghargai semua manusia dan margasatwa di dunia ini sebagai saudara dan memelihara dunia ini sebagai rumah bersama yang nyaman dan damai untuk semua makhluk.)****