Banjir bandang kembali mendatangi Jakarta pada Selasa, 25/2/2020, sejak dini hari. Banjir kali ini terjadi merata di hampir seluruh wilayah DKI Jakarta. Ini merupakan banjir keenam yang melanda Jakarta di tahun 2020, setelah sebelumnya terjadi pada 1 dan 18 Januari 2020, lalu pada 2, 8, dan 23 Februari 2020 (Kompas, 26/2/2020).
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan banjir bulan ini paling parah terjadi di Jakarta Timur, dengan 25 kelurahan yang terdampak dan 758 individu yang mengungsi. Di Cawang, Jakarta Timur, misalnya, menurut data yang dihimpun dari pantauan petabencana.id dan Tribunnews.com, ketinggian air pada 25/2/2020 mencapai 100-300 cm, tepatnya di Jalan Arus Dalam, RT 08 RW 001.
Di Jakarta Pusat, titik banjir terparah ada di Jalan Hayam Wuruk, dengan ketinggian air mencapai 60-90 cm. Sedangkan di Jakarta Utara, kondisi terparah ada di Jalan Sunter Raya II, dengan ketinggian air mencapai 60 cm, sehingga banyak kendaraan bermotor yang mogok di daerah tersebut.
Di Jakarta Selatan, titik banjir terparah ada di RW 01 Pengadegan. Ketinggian air di kawasan ini lebih dari 150 cm. Sementara di Jakarta Barat, ketinggian air mencapai 105 cm, tepatnya di Gang Wijaya 1, Wijaya Kusuma.
Akibat banjir yang parah ini, beberapa kantor dan lebih dari 100 sekolah terpaksa diliburkan, mulai dari TK, SD, SMP, SMP/SMK sampai Perguruan Tinggi, termasuk STF Driyarkara yang menjadi tempat studi para calon imam dari sejumlah tarekat religius. Hal ini terpaksa dilakukan karena akses jalan menuju kantor dan sekolah-sekolah tersebut tidak bisa dilewati akibat banjir.
Tidak hanya itu, sebagian dari kantor dan sekolah-sekolah itu bahkan sudah tergenang air. Maka, untuk menghindari risiko yang lebih buruk, sejumlah kantor dan sekolah tersebut pun diliburkan.
Penyebab Banjir
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan penyebab banjir tahun ini adalah cuaca ekstrem yang diakibatkan oleh perubahan iklim. Fenomena perubahan iklim yang terjadi meningkatkan risiko dan peluang curah hujan ekstrem (lebih dari 150 mm per hari). Curah hujan ekstrem pada awal tahun ini bahkan menjadi salah satu kejadian hujan paling ekstrem selama ada pengukuran dan pencatatan curah hujan di Jakarta dan sekitarnya.
Selain faktor curah hujan ekstrem, ada beberapa penyebab lain yang disinyalir, sebagaimana dilansir oleh Katadata.co.id, seperti penurunan permukaan tanah akibat pengambilan air tanah yang cukup banyak, rendaman rob akibat permukaan laut pasang, saluran air yang tersumbat oleh sampah, perilaku masyarakat dan industri yang gemar membuang limbah dan kotoran ke sungai dan akhirnya menyebabkan pendangkalan dan penyempitan sungai, dan sikap masyarakat yang cenderung melihat sungai sebagai tempat pembuangan sampah yang praktis dan murah.
Faktor-faktor ini menyebabkan banjir menjadi bencana laten di Jakarta. Dalam kurun Januari-Februari 2020, ada lebih dari 100 jiwa yang meninggal dunia akibat bencana ini (Tirto.id, 28/2/2020), belum terhitung yang hilang. Selain itu, ada banyak warga yang harus mengungsi dan mengalami kerugian secara ekonomis dan kesehatan. Tidak hanya itu, lingkungan, infrastruktur, dan fasilitas-fasilitas publik juga banyak yang rusak.
Andil JPIC OFM Indonesia
Melihat parahnya dampak banjir di Jakarta, khususnya pada Selasa, 25/2/2020, lembaga Justice, Peace, and Integrity of Creation (JPIC) OFM Indonesia, dalam kerja sama dengan beberapa relawan banjir dan sejumlah donator, berinisiatif membuka dapur umum untuk membantu menyediakan makanan bagi para korban banjir. Dapur umum dibuka sejak Selasa (25/2) pagi hingga Rabu (26/2) malam.
Pada Selasa (25/2), dapur umum JPIC OFM menghasilkan 372 bungkus nasi dan dibagikan kepada warga di dua titik banjir, yaitu di Galur, Jakarta Pusat (72 bungkus nasi) dan di keluharan Cipinang-Melayu, Jakarta Timur (300 bungkus nasi). Lalu, pada Rabu (26/2), ada 410 bungkus nasi yang dihasilkan dan semuanya disumbangkan di sejumlah tempat pengungsian di Cipinang-Melayu, yang merupakan titik banjir terparah pada Februari.
Kegiatan masak-memasak di dapur umum ini melibatkan para pegawai di kantor pusat JPIC OFM Indonesia, para frater OFM dari komunitas-komunitas studi yang ada di Jakarta, ibu-ibu dari paguyuban Wanita Katolik (WK) Paroki St. Paskalis Cempaka Putih dan Paroki Hati Kudus Kramat, dan beberapa relawan yang berbaik hati. Tim ini cukup solid dalam “pelayanan dua hari” kepada masyarakat terdampak banjir.
Selain membuka dapur umum, JPIC OFM juga menyumbangkan kebutuhan lain untuk para korban banjir, seperti tikar, pakaian layak pakai, wiper (pembersih air), karbol, pampers, pembalut, peralatan mandi, indomie, dan beras. Aneka barang kebutuhan pokok ini dikemas dalam bentuk paket sembako dan semuanya berjumlah 500 paket. Setiap keluarga mendapat 1 paket, tanpa memandang latar belakang etnis, budaya, dan agamanya.
“Ini menjadi tanda bahwa JPIC OFM hadir untuk semua korban banjir ini, siapa pun dia dan apa pun latar belakangnya,” jelas Cahaya Teguh, sekretaris kantor pusat JPIC OFM Indonesia sekaligus koordinator lapangan kegiatan pembagian sembako ini.
Untuk menutup rangkaian keterlibatan JPIC OFM bagi masyarakat korban banjir di Cipinang-Melayu, pada Sabtu, 29/2/2020, pukul 09.00-17.00 WIB, diadakan bakti sosial dalam bentuk pemeriksaan kesehatan gratis untuk seluruh warga Kelurahan Cipinang-Melayu, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Ada 3 dokter, 5 perawat, 1 bidan, dan sejumlah tenaga medis lainnya yang ikut ambil bagian dalam kegiatan pelayanan ini. Sementara warga yang mengikuti kegiatan ini berjumlah 374 orang.
“Kami sangat bersyukur karena masih ada banyak orang baik yang mau peduli dengan keadaan kami di sini. Terima kasih sebanyak-banyaknya untuk JPIC OFM, Pater, para frater, para suster, dan para tenaga medis semuanya. Sekali lagi, terima kasih,” imbuh Frans Bulin, tokoh masyarakat yang mengoordinasi seluruh warga dalam bakti sosial ini. Rangkaian kegiatan ini lalu ditutup dengan joget ria dan aksi bersih-bersih di area baksos.
(Laporan: Joan Udu, OFM)