Jakarta, jpicofmindonesia.com Pada Kamis (18/6) waktu setempat, beberapa Komisi Vatikan bekerja sama merilis sebuah dokumen berjudul “Perjalanan untuk Perawatan Rumah Kita Bersama” (Journeying Towards Care For Our Common Home). Dokumen ini memuat panduan bagi umat beriman untuk menjaga relasi yang sehat dengan seluruh alam ciptaan.
Penerbitan dokumen itu bertepatan dengan ulang tahun kelima ensiklik Paus Fransiskus, Laudato Si’, yang ditandatangani pada 24 Mei 2015 dan diterbitkan pada 18 Juni di tahun yang sama. Jelas bahwa dokumen ini ditulis jauh sebelum pandemi Covid-19 menjadi isu global.
Sebelumnya, Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Sì’ mendesak semua orang untuk menunjukkan perhatian khusus kepada masyarakat adat dan tradisi budaya mereka. Selain membela hak-hak mereka, Paus juga memberikan pengakuan bahwa masyarakat adat dapat menjadi teladan bagi dunia dalam mempraktikkan ekologi integral sebagaimana yang diserukan Gereja sebagai bagian dari pewartaan Injil Penciptaan.
Masyarakat adat dan tradisi budaya mereka menunjukkan pentingnya garis konversi ekologi yang tepat dan pendidikan ekologi. Hal ini terutama berlaku di wilayah luas Amazon, hutan tropis terbesar di dunia, yang meliputi 9 negara di benua Amerika.
Dokumen “Perjalanan untuk Perawatan Rumah Kita Bersama” menyoroti pesan utama Laudato Sí’, yaitu semuanya terhubung satu sama lain. Setiap krisis tertentu merupakan bagian dari krisis sosial-lingkungan tunggal yang kompleks. Karena itu, membutuhkan pertobatan ekologis yang sejati dari kita semua.
Isabela Pirro dari https://www.vaticannews.va/ menjelaskan bahwa secara umum dokumen tersebut dibagi menjadi dua bagian.
Bagian Pertama: Pendidikan dan Pertobatan Ekologis
Pembukaan dokumen ini diawali dengan ajakan untuk mengingat kembali pentingnya pertobatan ekologis.
Pertobatan ekologis melibatkan perubahan mentalitas yang menuntun kita untuk merawat kehidupan dan alam ciptaan, berdialog dengan orang lain, dan kesadaran akan hubungan yang mendalam antara kita dengan aneka masalah yang timbul di dunia pada zaman kiwari.
Inisiatif seperti “Musim Penciptaan (Season of Creation)” harus ditingkatkan, bersama dengan tradisi-tradisi monastik yang mengajarkan kontemplasi, doa, pekerjaan dan pelayanan. Inisiatif ini dapat mendidik orang dalam menata relasi yang seimbang antara kehidupan pribadi, sosial, dan lingkungan secara terpadu.
- Melindungi kehidupan dan Mengedepankan peran penting keluarga
Dokumen tersebut kemudian menegaskan kembali sentralitas kehidupan dan pribadi manusia. Sebab alam tidak dapat dipertahankan tanpa membela setiap kehidupan manusia. Dari fakta ini muncul konsep “dosa terhadap hidup manusia” di kalangan generasi muda milenial yang dekat dengan budaya “sekali-pakai-buang” sehingga dapat dibedakan dengan “budaya peduli”.
Selain itu, ditekankan pula peran penting keluarga sebagai “protagonis ekologi integral”. Berdasarkan prinsip-prinsip dasar “persekutuan dan kesuburan”, keluarga menjadi tempat istimewa untuk pendidikan di mana seseorang belajar menghormati manusia dan ciptaan lainnya”. Oleh karena itu, negara didesak untuk mempromosikan kebijakan yang cerdas untuk pengembangan keluarga yang berwawasan perawatan pada lingkungan.
- Sentralitas sekolah dan universitas
Pada saat yang sama, sekolah diundang untuk memperoleh “sentralitas baru”. Sekolah menjadi tempat untuk mengembangkan kearifan (discernment), daya kritis, dan tindakan yang bertanggung jawab. Dokumen ini menyarankan kepada sekolah-sekolah untuk: (1) memfasilitasi hubungan antara rumah, sekolah, dan paroki; dan (2) meluncurkan proyek pelatihan mengenai “kewarganegaraan ekologis” yang harus mempromosikan kepada kaum muda suatu “model hubungan baru” yang melampaui individualisme demi solidaritas, tanggung jawab, dan kepedulian bersama.
Universitas diundang untuk memusatkan kurikulum mereka pada ekologi integral secara fundamental. Melalui misi pengajaran, penelitian, dan layanan kepada masyarakat, universitas perlu mendorong siswa untuk terlibat dalam “profesi yang memfasilitasi perubahan lingkungan yang positif”. Dokumen itu menyarankan secara khusus bahwa siswa harus mempelajari teologi penciptaan, yang berisi relasi antara manusia dengan dunia. Universitas harus menyadari kenyataan bahwa merawat ciptaan membutuhkan “pendidikan berkelanjutan” dan “kesepakatan (kurikulum) pendidikan” yang tepat antara semua lembaga yang terlibat dalam pendidikan.
- Dialog ekumenis dan antaragama
Dokumen itu juga menegaskan kembali bahwa komitmen untuk merawat rumah bersama adalah bagian integral dari kehidupan Kristen dan bukan pilihan sekunder. Selain itu, kepedulian terhadap bumi rumah kita bersama menjadi pintu masuk yang baik untuk membangun dialog dan kolaborasi ekumenis dan antaragama. “Kebijaksanaan” yang ditemukan dalam berbagai agama dapat mendorong gaya hidup yang “berkesadaran dan kontemplatif” yang mengarah pada usaha bersama dalam rangka “mengatasi kerusakan planet”.
- Ekologi media
Bagian pertama dari dokumen ini diakhiri dengan bab yang didedikasikan untuk komunikasi dan “analoginya yang mendalam” dengan perawatan rumah kita bersama. Sesungguhnya, keduanya hal ini didasarkan pada “persekutuan, keterlibatan, dan keterhubungan”. Dalam konteks ekologi media, media didesak untuk menyoroti hubungan antara “nasib manusia dan lingkungan alam”, sambil memberdayakan masyarakat, serta memerangi “berita palsu”.
Bagian kedua: Ekologi Integral dan Pengembangan Manusia Integral
Bagian kedua dari dokumen diawali dengan topik mengenai makanan. Ini merujuk pada kata-kata Paus Fransiskus: “Setiap kali makanan dibuang itu seolah-olah dicuri dari meja orang miskin (LS, 50). Karena itu, limbah makanan dikutuk sebagai tindakan ketidakadilan.
Dokumen tersebut menyerukan promosi pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture), pertahanan produsen kecil dan penggunaan sumber daya alam, kualitas dan kuantitas produksi serta lingkungannya, serta kebutuhan mendesak akan pendidikan pangan yang sehat. Ada juga seruan kuat untuk memerangi fenomena sosial, seperti perampasan tanah dan proyek agroindustri besar yang mencemari lingkungan, serta seruan untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Gema dari seruan ini juga dapat ditemukan dalam bab yang dikhususkan untuk air bersih, yaitu akses yang merupakan “hak asasi manusia yang esensial”. Di sini, ada juga seruan untuk menghindari pemborosan dan melampaui kriteria utilitarian yang mengarah pada privatisasi kebaikan alami ini. Paus Fransiskus menolak adanya privatisasi air bersih untuk kalangan tertentu.
- Berinvestasi dalam energi terbarukan dan ramah lingkungan
Bersamaan dengan itu adalah undangan untuk mengurangi polusi, untuk menghilangkan karbon di sektor energi dan ekonomi, dan untuk berinvestasi dalam energi “bersih dan terbarukan” yang harus diakses oleh semua kalangan.
Lautan dan samudera juga menjadi pusat ekologi integral. Mereka adalah “paru-paru biru planet”, dan membutuhkan tata kelola yang berfokus pada kebaikan bersama seluruh keluarga manusia dan didasarkan pada prinsip subsidiaritas.
Dokumen ini juga menekankan kebutuhan mendesak untuk mempromosikan “ekonomi sirkular” yang tidak suka pada eksploitasi berlebihan sumber daya produktif, tetapi pada pemeliharaan jangka panjang sehingga dapat digunakan kembali. Kita harus mengatasi konsep “limbah buangan” karena semuanya memiliki nilai. Namun, ini hanya akan dimungkinkan melalui interaksi positif antara inovasi teknologi, investasi dalam infrastruktur berkelanjutan, dan pertumbuhan produktivitas sumber daya.
Sektor swasta diminta untuk beroperasi secara transparan dalam rantai pasokan. Dokumen itu selanjutnya menyerukan reformasi subsidi bahan bakar fosil dan pungutan pajak gas emisi CO2.
Di bidang ketenagakerjaan, dokumen tersebut mengungkapkan harapan untuk memajukan pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan, sehingga kemiskinan dapat diberantas dan yang terpinggirkan dapat menemukan jalan menuju kemajuan sosial-profesional. Selain itu, penegasan kembali atas pekerjaan yang layak, upah yang adil, upaya untuk memerangi pekerja anak, dan ekonomi inklusif yang mempromosikan nilai keluarga dan keibuan, bersama dengan pencegahan dan pemberantasan “aneka bentuk perbudakan baru”, seperti perdagangan manusia.
Dokumen itu mengatakan dunia keuangan perlu memainkan perannya, dengan mengedepankan “kesejahteraan umum” dan berupaya mengakhiri kemiskinan. Pandemi Covid-19 menunjukkan bagaimana elemen-elemen sistem dipertanyakan, ketika mengurangi kesejahteraan, memungkinkan spekulasi bahkan dalam kemalangan, dan menindas orang-orang yang paling miskin.
Dokumen tersebut mendesak pemerintah untuk memberi sanksi kepada lembaga keuangan yang terlibat dalam operasi ilegal, dan menjembatani kesenjangan antara mereka yang memiliki akses mendapatkan kredit dan mereka yang tidak dapat memperolehnya. Selain itu, dokumen ini juga mendesak semua orang untuk mempromosikan gaya manajemen harta-benda Gereja yang diilhami oleh “transparansi, koherensi, dan keberanian” berdasarkan pada perspektif keberlanjutan yang integral.
- Masyarakat sipil, memerangi korupsi, dan hak atas perawatan kesehatan
Di dalam institusi sipil, dokumen tersebut menekankan “keunggulan masyarakat sipil”, yang harus dilayani oleh politik, pemerintah, dan administrasi. Ini menyerukan globalisasi demokrasi substantif, sosial, dan partisipatif, dan visi jangka panjang berdasarkan keadilan, moralitas, dan perang melawan korupsi.
Dokumen itu mengatakan aspek penting adalah peningkatan akses pada keadilan untuk semua, terutama bagi orang miskin yang terpinggirkan. Pemerintah harus memikirkan kembali dengan bijak berkaitan dengan sistem penjara, yaitu untuk mempromosikan rehabilitasi para tahanan, terutama bagi para tahanan dari kalangan kaum muda yang memasuki hukuman tahanan mereka yang pertama.
Selain itu, dibicarakan juga tentang sistem perawatan kesehatan. Ini menegaskan kembali pentingnya hak untuk peduli pada masalah-masalah sosial. Ketika jaringan ekologis mengalami degradasi maka jaringan sosial juga rusak. Dalam kedua kasus tersebut, orang miskinlah yang menderita karena paling dirugikan. Dokumen ini menawarkan saran konkret, termasuk pemeriksaan bahaya yang terkait dengan “penyebaran cepat epidemi virus dan bakteri”, dan peningkatan romosi perawatan paliatif.
- Pentingnya perjuangan melawan perubahan iklim
Akhirnya, dokumen ini juga meneliti masalah perubahan iklim. Masalah perubahan iklim mengandung relevansi lingkungan, etika, ekonomi, politik, dan sosial yang mendalam yang “berdampak pada orang miskin di atas segalanya.” Oleh karena itu, pertama-tama kita memerlukan “model pembangunan baru” yang menghubungkan perjuangan melawan perubahan iklim dengan perjuangan melawan kemiskinan yang “selaras dengan Ajaran Sosial Gereja”.
Mengingat bahwa “tidak ada yang bertindak sendiri”, dokumen tersebut menyerukan komitmen para pemimpin negara untuk pembangunan berkelanjutan “rendah karbon” yang dapat mengurangi emisi gas rumah kaca. Proposal yang dibuat di daerah ini termasuk reboisasi area seperti hutan hujan Amazon, bersama dengan dukungan untuk proses internasional yang bertujuan mendefinisikan kategori “pengungsi iklim” untuk memastikan “perlindungan hukum dan kemanusiaan yang mereka perlukan”.
Upaya yang dilakukan oleh Negara Kota Vatikan
Hal yang juga menarik dari dokumen ini terletak pada Bab terakhir yang didedikasikan untuk komitmen Negara Kota Vatikan sendiri.
Ada empat area operasional di Vatikan yang dapat diterapkan sebagai implikasi dari seruan Laudato Sí’, yaitu: (1) perlindungan lingkungan (misalnya, pengumpulan sampah yang disortir yang telah didirikan di semua kantor Vatikan); (2) perlindungan sumber daya air (misalnya, sirkuit tertutup untuk air mancur); (3) perawatan untuk area hijau (misalnya, pengurangan progresif produk-produk fitosanitasi berbahaya); (4) pengurangan konsumsi sumber daya energi (misalnya pada 2008, sistem fotovoltaik dipasang di atap Nervi Hall, dan sistem pencahayaan hemat energi baru dipasang di Kapel Sistine, Lapangan Santo Petrus, dan Basilika Vatikan, mengurangi biaya masing-masing 60, 70, dan 80 persen).
Sdr. Fransiskus Sulaiman Ottor OFM
Disadur ulang dari
www.vaticannews.va