(Oleh: Isabela Piro)
Penerj. P. Martin Harun, OFM
Beberapa departemen Vatikan bekerja sama untuk menerbitkan sebuah dokumen berjudul “Melangkah untuk merawat rumah bersama”, yang menawarkan panduan bagi semua orang Kristen tentang bagaimana menjaga hubungan yang sehat dengan alam ciptaan.
Pada hari Kamis 18 Juni 2020, Vatikan telah mengeluarkan sebuah dokumen yang menawarkan panduan kepada umat Katolik, dan semua orang Kristen tentang hubungan kita dengan ciptaan Allah. Berjudul “Melangkah untuk merawat rumah bersama”, kehadiran dokumen ini bertepatan dengan ulang tahun kelima ensiklik Paus Fransiskus, Laudato Sì yang ditandatangani pada tanggal 24 Mei 2015 dan diterbitkan pada tanggal 18 Juni 2015. Dokumen tersebut disusun oleh “Kerja sama Antardepartemen Takhta Suci menyangkut Ekologi Integral”, yang didirikan pada tahun 2015 untuk mengevaluasi cara terbaik untuk memajukan dan menerapkan ekologi integral. Lembaga-lembaga yang terhubung dengan Takhta Suci, bersama dengan beberapa Konferensi Uskup, dan organisasi-organisasi Katolik, membentuk komisi itu. Teks tersebut ditulis sebelum pandemi Covid-19, menyoroti pesan utama Laudato Sì: Semuanya terhubung; setiap krisis tertentu merupakan bagian dari satu krisis sosial-ekologis yang kompleks yang meminta pertobatan ekologis yang tulen.
Bagian Pertama: Pendidikan dan Pertobatan Ekologis
Bagian pertama dokumen tersebut dibuka dengan suatu peringatan akan perlunya pertobatan ekologis. Pertobatan ekologis melibatkan suatu perubahan mentalitas yang mengantar kita kepada perawatan hidup dan alam ciptaan, dialog dengan orang lain, dan kesadaran akan keterkaitan mendalam antara berbagai masalah di dalam dunia.
Prakarsa-prakarsa seperti “Musim Penciptaan” (“Season of Creation”)[1] dikatakan harus ditingkatkan, bersama dengan tradisi-tradisi monastik yang mengajarkan kontemplasi, doa, pekerjaan, dan pelayanan. Prakarsa-prakarsa ini berkontribusi mendidik orang dalam menjaga keseimbangan hidup pribadi, sosial, dan ekologis yang saling terkait.
Melindungi Hidup Dan Memajukan Keluarga
Lalu dokumen menegaskan kembali sentralitas hidup dan pribadi manusia, karena “alam tidak dapat dibela tanpa membela hidup setiap manusia.” Dari fakta ini timbul perlunya mengembangkan konsep “dosa terhadap hidup manusia” di kalangan generasi-generasi muda, yang dapat membantu untuk membedakan “budaya membuang” dengan “budaya peduli”.
Dokumen ini juga sangat menekankan keluarga sebagai “protagonist[2] ekologi integral”. Bila keluarga didasarkan pada prinsip-prinsip dasariah “persekutuan dan kesuburan”, keluarga dapat menjadi “tempat istimewa untuk pendidikan di mana orang belajar menghormati manusia dan ciptaan”. Oleh karena itu, negara-negara didesak untuk “memajukan kebijakan cerdas bagi pengembangan keluarga”.
Sentralitas Sekolah dan Universitas
Pada saat yang sama, sekolah-sekolah diajak untuk menerima “tempat sentral yang baru”, dengan kata lain, menjadi tempat untuk mengembangkan kemampuan penegasan (capacity for discernment), pemikiran kritis, dan aksi yang bertanggung jawab. Dalam hal ini dokumen menawarkan dua saran, yaitu: (1) melancarkan hubungan antara rumah, sekolah, dan paroki; dan (2) meluncurkan proyek-proyek pelatihan bagi “kewarganegaraan ekologis”, yang harus memajukan di antara kaum muda “suatu model baru aneka hubungan” yang melampaui individualisme, guna mengembangkan solidaritas, tanggung jawab, dan kepedulian.
Universitas diundang untuk memusatkan kurikulum-kurikulum mereka pada ekologi integral sebagai tulang punggung. Melalui Tri Dharma pengajaran, penelitian, dan pelayanan kepada masyarakat, universitas harus mendorong mahasiswa untuk melibatkan diri ke dalam “profesi-profesi yang melancarkan perubahan lingkungan yang positif”. Dokumen menyarankan secara khusus agar mahasiswa “mempelajari teologi ciptaan, yang mengungkapkan keterkaitan manusia dengan bumi”, sementara tetap sadar akan kenyataan bahwa merawat alam ciptaan membutuhkan “pendidikan berkelanjutan” dan “kesepakatan pendidikan” yang tulen antara semua lembaga yang terlibat dalam pendidikan itu.
Dialog Ekumenis dan Antaragama
Dokumen ini juga menegaskan kembali bahwa “komitmen untuk merawat rumah kita bersama adalah bagian integral kehidupan orang-orang Kristen”, dan bukan pilihan sekunder. Lebih jauh lagi, perawatan bagi rumah kita bersama merupakan “medan yang istimewa” untuk membangun dialog dan kerja sama ekumenis dan antaragama. “Hikmat” yang terdapat dalam berbagai agama, dikatakan, dapat mendorong suatu gaya hidup “kontemplatif dan ugahari” yang membantu “mengatasi kerusakan Planet.”
Ekologi Media
Bagian pertama dokumen diakhiri dengan suatu pasal tentang komunikasi dan “analoginya yang mendalam” dengan perawatan rumah kita bersama. Keduanya, sebenarnya, didasarkan pada “persekutuan, keterkaitan, dan pertalian”.
Dalam konteks “ekologi media”, media didesak untuk menyoroti hubungan antara “nasib manusia dan lingkungan alam”, seraya memberdayakan masyarakat, dan memerangi “berita palsu”.
Bagian Kedua: Ekologi Integral dan Pengembangan Manusia Integral
Bagian kedua dokumen dibuka dengan tema makanan, seraya merujuk pada kata-kata Paus Fransiskus: “setiap kali makanan dibuang, itu seolah-olah mencuri dari meja orang miskin” (LS 50). Karena itu, membuang makanan dikutuk sebagai tindakan ketidakadilan.
Dokumen menyerukan peningkatan model “pertanian diversifikasi dan berkelanjutan”, melindungi produsen kecil dan sumber daya alam, dan kebutuhan mendesak akan pendidikan tentang makanan yang sehat, baik dari sudut kuantitas maupun kualitas. Ada pula seruan kuat untuk memerangi sejumlah gejala seperti perampasan tanah dan proyek agro industri skala besar yang mencemari lingkungan, serta seruan untuk melindungi keanekaragaman hayati.
Gema seruan ini dapat juga ditemukan dalam pasal khusus tentang air dan aksesnya yang merupakan “hak asasi manusia yang hakiki”. Di sini ada pula seruan untuk menghindari pemborosan dan melampaui kriteria keberuntungan yang mengarah pada privatisasi sumber daya alam ini.
Berinvestasi dalam Energi Terbarukan
Demikian juga ada ajakan untuk mengurangi polusi, menghilangkan karbon dari sektor energi dan ekonomi, dan berinvestasi dalam energi “yang bersih dan terbarukan”, yang harus bisa diakses oleh semua.
Laut dan samudera juga sangat sentral dalam ekologi integral, sebab merupakan “paru-paru biru planet”, dan membutuhkan tata kelola yang berfokus pada kebaikan bersama seluruh umat manusia dan didasarkan pada prinsip subsidiaritas (ditangani mulai dari tingkatan paling bawah).
Dokumen juga menekankan urgensi untuk mengembangkan “ekonomi sirkular” yang tidak tertuju pada eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya produktif, tetapi pada pemeliharaan jangka panjangnya, sehingga dapat digunakan kembali. Kita harus mengatasi konsep “limbah yang harus dibuang”, karena semuanya memiliki nilai. Namun, hal ini hanya akan dimungkinkan melalui interaksi positif antara inovasi teknologis, investasi dalam infrastruktur berkelanjutan, dan peningkatan keproduktifan sumber daya.
Sektor swasta diminta untuk bertindak transparan dalam rantai pasokan. Dokumen selanjutnya menyerukan perubahan dalam hal subsidi bahan bakar fosil dan pungutan pajak dari yang menyebabkan emisi CO2.
Perkembangan Sosial Ekonomi
Di bidang ketenagakerjaan, dokumen mengungkapkan harapan untuk memajukan pembangunan sosial-ekonomi yang berkelanjutan, sehingga kemiskinan bisa diberantas dan mereka yang terpinggirkan dapat menemukan jalan-jalan untuk maju di skala sosial dan profesional. Diserukan juga perlunya pekerjaan yang layak, upah yang adil, upaya untuk memerangi pekerja anak, dan ekonomi inklusif yang mendukung nilai keluarga dan keibuan, bersamaan dengan pencegahan dan pemberantasan “bentuk-bentuk perbudakan baru”, seperti perdagangan manusia.
Dokumen mengatakan bahwa dunia keuangan perlu memainkan perannya, dengan “mengutamakan kesejahteraan bersama” dan berupaya untuk mengakhiri kemiskinan. “Pandemi Covid-19”, menurut dokumen ini, “menunjukkan bagaimana unsur-unsur sistem dipertanyakan, ketika sistem itu mengurangi kesejahteraan, memungkinkan spekulasi bahkan dalam situasi kemalangan, dan menindas orang-orang yang paling miskin”.
Dokumen mendesak pemerintah-pemerintah untuk menutup tempat-tempat aman pengelakan pajak, memberi sanksi kepada lembaga keuangan yang terlibat dalam operasi ilegal, dan menjembatani kesenjangan antara mereka yang memiliki akses ke kredit dan mereka yang tidak. Semua didesak untuk memajukan “suatu gaya manajemen harta milik Gereja yang diilhami oleh transparansi, koherensi, dan keberanian”, berdasarkan perspektif keberlanjutan yang integral.
Masyarakat Sipil, Perang Melawan Korupsi, Hak Atas Perawatan Kesehatan
Menyangkut institusi-institusi sipil, dokumen menekankan “keunggulan masyarakat sipil”, yang harus dilayani oleh politik, pemerintah, dan para pejabat. Diserukan suatu globalisasi demokrasi yang riil, sosial, dan partisipatif, dan suatu visi jangka panjang berdasarkan keadilan, moralitas, dan perang melawan korupsi.
Dokumen mengatakan bahwa aspek penting ialah peningkatan akses ke keadilan untuk semua, termasuk orang–orang miskin, mereka yang terpinggirkan, yang dikucilkan. Dokumen juga mendorong pemerintah untuk “memikirkan kembali dengan bijaksana” sistem penjara, untuk memajukan rehabilitasi para tahanan, terutama yang muda yang menjalani masa tahanan penghukuman pertama mereka.
Lantas dokumen mempertimbangkan sistem perawatan kesehatan, seraya menyebutnya “suatu soal kewajaran dan keadilan sosial.” Ditegaskan kembali pentingnya hak atas perawatan medis. “Ketika jaringan-jaringan ekologis mengalami degradasi”, dikatakan, “jaringan sosial juga rusak. Dalam kedua hal tersebut, akibatnya ditanggung oleh yang paling miskin”. Dokumen ini menawarkan saran-saran konkret, termasuk penelitian tentang bahaya yang terkait dengan “penyebaran cepat epidemi karena virus dan bakteri”, dan peningkatan perawatan paliatif.
Pentingnya Masalah Iklim
Akhirnya, dokumen antardepartemen Vatikan ini meneliti masalah perubahan iklim, dengan mengatakan bahwa masalah iklim memiliki “dampak lingkungan, etika, ekonomi, politik, dan sosial yang mendalam” yang “terutama berdampak pada orang miskin.” Oleh karena itu, pertama-tama kita memerlukan “model pembangunan baru” yang mengaitkan perjuangan melawan perubahan iklim dengan perjuangan melawan kemiskinan, “selaras dengan Doktrin Sosial Gereja”.
Mengingat bahwa “tidak ada yang bertindak sendirian”, dokumen tersebut menyerukan komitmen untuk pembangunan berkelanjutan yang “rendah karbon” untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Saran-saran yang diajukan dalam bidang ini termasuk reboisasi wilayah-wilayah seperti hutan hujan Amazon, dan juga dukungan untuk proses internasional yang bertujuan mendefinisikan kategori “pengungsi iklim” untuk memastikan bahwa mereka mendapat “perlindungan hukum dan kemanusiaan yang mereka butuhkan.”
Upaya yang Dilakukan Oleh Negara Kota Vatikan
Pasal terakhir dokumen ini dipersembahkan pada komitmen Negara Kota Vatikan.
Ada empat bidang operasional di mana implikasi Laudato Si’ diterapkan: (1) perlindungan lingkungan hidup (mis. pengumpulan dán pemilahan sampah yang telah diadakan di semua kantor Vatikan); (2) perlindungan sumber daya air (mis. sirkuit tertutup untuk air mancur); (3) perawatan kawasan hijau (mis. makin mengurangi produk-produk yang berbahaya bagi kesehatan tanaman); (4) pengurangan konsumsi sumber daya energi (misalnya pada tahun 2008 dipasang suatu sistem tenaga surya di atap Nervi Hall, dan sistem-sistem penerangan baru yang hemat energi di Kapel Sistine, Lapangan Santo Petrus, dan Basilika Vatikan, yang mengurangi biaya masing-masing 60, 70, dan 80 persen).
[1] Dirayakan setiap bulan September sampai Oktober (ed.).
[2] Penyokong atau pendukung utama (ed.).