Oleh : Bernadinus Steni
Perantau Manggarai Di Jakarta

Latar Belakang

Pabrik semen merupakan salah satu kebutuhan utama megaproyek “Belt and Road (BRI)” yang diluncurkan Presiden China Xi Jinping dan saat ini didukung oleh banyak negara, termasuk Indonesia. Proyek itu berusaha menghidupkan kembali jalur sutra dan mengembangkan jalur baru dari daratan Mongol, Rusia, Eropa, China Daratan, Asia Tengah, hingga wilayah barat Indonesia.

Proyek BRI menjanjikan pembangunan infrastruktur di lebih dari 60 negara yang mencakup lebih dari separuh penduduk dunia dan sepertiga dari GDP global. Jika BRI sukses, negara peserta akan mencakup 4.4. Milyar penduduk dan berkontribusi sebesar 21 Triliun GDP dunia (Damuri et al, 2019). Saat ini, terdapat 46 negara peserta aktif BRI yang diharapkan akan meningkatkan ekspor mereka dari 5-135 Milyar USD dan peningkatan GDP antara 0.3-1.4 % (Teo et al, 2019).

Ketika menghadiri pertemuan BRI di China 2017, Presiden Jokowi menyambut baik inisiatif Xi Jinping dan menandatangani 28 kerja sama antara Indonesia dan Cina yang nilainya mencapai US$91 miliar, atau lebih dari Rp 1.288 triliun. Di samping manfaat tunai, proyek ini diperkirakan akan membawa manfaat ikutan berupa efisiensi dalam konektivitas jalur barang dan orang, meskipun hal itu masih menimbulkan perdebatan di kalangan ekonom (Damuri et al, 2019).

Proyek ambisius ini, selain menjanjikan akselerasi ekonomi, dalam berbagai studi disebutkan akan membawa risiko, antara lain: (1) peningkatan utang untuk pembiayaan infrastruktur, (2)  konflik lahan dengan warga yang terkena dampak, (3) dampak lingkungan langsung maupun tak langsung, dan (4) kompetisi yang tidak berimbang antara negara yang relatif siap dan yang tidak dan antara orang yang mampu dan tidak mampu beradaptasi (Teo et al, 2019).

Lubang bekas tambang PT. Arumbai/Istindo Mitra perdana di Renggekomba-Serise (Dok. JPIC OFM Indonesia, 2017)

Di samping itu, BRI ditengarai sarat dengan muatan politik yang disebut sebagai agenda kebangkitan eurasia. Maximilian Mayer dalam “Rethinking the Silk Road” menyebutkan bahwa generasi pemimpin baru pemimpin China seperti Presiden Xi Jinping saat ini secara bertahap meninggalkan prinsip Deng Xiaoping, “mengulur waktu sambil berbaring rendah (biding time while lying low).” Dengan kemampuan ekonomi dan militernya yang tumbuh cepat, “ketegasan model baru” tampaknya menjadi ciri perilaku Cina dalam hal klaim teritorial, seperti di Laut Cina Selatan, dan perburuan kepentingan nasional (Mayer, 2018). Mayer dan kawan-kawan menulis:

Belt and Road merupakan puncak dari pencarian Cina terhadap narasi strategi besar. Inisiatif ini menunjukkan bahwa Eurasia adalah arena kebangkitan China saat ini dan di masa depan. Klaim negara itu atas posisi “tradisional” dalam sistem dunia terkait dengan “Momen Eurasia” dan karenanya berkenaan dengan nasib kemunculan hubungan Eurasia yang saat ini digalakan (Mayer 2018, pg 25-26).

Dalam hal ekonomi, China menyediakan diri sebagai pemberi pinjaman paling murah hati untuk hampir semua negara, termasuk Amerika Serikat yang terseok-seok dan sebagian besar negara Afrika. Brahma Chellaney menyebutnya sebagai “jebakan diplomasi utang” (Chellaney, 2017).

Indonesia sendiri merupakan salah satu peminjam yuan. Total utang Indonesia dalam mata uang yuan China per akhir Juli 2019 masih berada pada angka US$ 1,83 miliar.[1] Jumlah yang masih jauh di bawah mata uang dolar AS yang mencapai 395,6 miliar dollar AS atau yen Jepang.[2] Akan tetapi, sejak 2014, utang luar negeri berdenominasi yuan melesat 264,66% point-to-point. Dalam periode yang sama, utang dalam dolar AS tumbuh hanya 24,72% dan dalam yen malah turun 2,28%.[3] Artinya, pengaruh China akan makin besar dalam menentukan sumber utang baru, pun titik tolak agenda ekonomi Indonesia ke depan.

Lalu apa dampak ekspansi China terhadap kebijakan makro ekonomi nasional maupun kebijakan mikro di tingkat lokal.

Salah satu yang paling kasat mata adalah berkembangnya kebijakan semua negara untuk menyokong pembangunan infrastruktur yang diikuti dengan pertumbuhan industri yang menopang infrastruktur tersebut. Kebijakan ini sebagaimana ditunjukan lewat BRI disebut sebagai momentum baru China untuk menempati posisi teratas ekonomi global.

Di pihak lain, orientasi China bergerak sejalan dengan pertimbangan politik domestik di banyak negara yang mengacu pada kepentingan dapur sendiri dan kesadaran bahwa China adalah kekuatan utama ekonomi masa depan. Hal ini persis dialami Indonesia saat ini, dimana upaya China membangun infrastruktur disambut oleh keberterimaan kepentingan domestik Pemerintah Indonesia (Damuri et al, 2019).

Dalam kerangka itu pula, kurva investasi China di Indonesia bergerak naik. Dalam catatan Damuri dkk, periode 2010 sampai 2015, pada sektor yang memberikan manfaat langsung seperti listrik, gas, dan penyediaan air, China menyumbang 23 % investasi di Indonesia, sementara tambang berkontribusi sebesar 20 %. Porsi terbesar dari investasi China adalah pada rencana investasi pembangunan tenaga listrik sebesar 35.000 MW, yang sudah dikoreksi oleh Pemerintahan Jokowi. Hingga paruh kedua 2017, China telah menginvestasikan 763 proyek dengan total investasi mencapai 1.3 Milyar USD.  Pada periode kuartal pertama 2018, BKPM mencatat China berada pada urutan ke-4 investasi terbesar yang mencapai 700 juta USD, setelah Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.[4] Perbandingan head-to-head dengan investor lain menunjukan bahwa dalam 10 tahun terakhir, China selalu menempati urutan 5 investor teratas dan mengukuhkan dirinya sebagai salah satu investor terbesar Indonesia saat ini.

Selain investasi urban seperti real estate skala global yang saat ini digeber besar-besaran oleh CFLD (China Fortune Land Development) di banyak kota, investasi China telah berkembang pula di berbagai daerah. Petrochina, misalnya, telah menjadi salah satu pemain utama sektor minyak dan gas di beberapa blok utama saat ini, seperti blok jabung dan bangko (Sumatera), tuban (Jawa Timur) dan blok salawati (Kepala Burung Papua).

Pemain utama lainnya adalah suplai bahan baku untuk infrastruktur seperti pabrik baja dan semen. Tak ketinggalan perusahaan milik negara seperti China First Heavy Industries (CFHI) Co Ltd ikut berpartisipasi. Salah satu perusahaan raksasa China itu telah siap menetapkan rencana investasi di Kawasan Ekonomi Khusus Sulawesi Tengah senilai Rp. 120 Triliun pada awal 2020 ini, namun terkendala oleh pandemi global COVID-19.[5] CFHI merupakan perusahaan manufaktur terbesar di China yang memproduksi smelter dan besi serta menguasai 70 % pasar China.[6]

Tulisan berikut ini mengupas secara sekilas siapa perusahaan-perusahaan China di belakang investasi semen, sekelumit kinerja mereka, rencana operasinya di Manggarai dan sejauh mana rencana tersebut kompatibel dengan daya dukung ekologi yang dikeluarkan oleh KLHK, dan analisis untung rugi berdasarkan perhitungan nilai ekonomi, sosial dan lingkungan.

Investasi Semen China

Dalam laporan CNBC 2018,[7] sejak 2014 perusahaan semen China mulai masuk dan menjadi pemain baru yang mengkhawatirkan pemain semen lokal. Perusahan-perusahaan China tersebut sangat ekspansif dan menyebabkan kelebihan produksi semen nasional yang dapat memicu terjadinya perang harga.

Sumber: CNBC, 2018

Kapasitas produksi semen sudah mencapai 107 juta ton per tahun. Sementara, jumlah konsumsi semen dalam negeri pada 2018 diperkirakan baru sebesar 66.3 juta ton. Sehingga terdapat kelebihan produksi semen domestik sekitar 41 juta ton.

Pada Februari 2020, kelebihan suplai semen dalam negeri sudah mencapai 45 juta ton. Karena itu, dalam rapat dengar pendapat awal Februari 2020,  DPR, Menteri BUMN dan Kepala BPKM setuju melakukan moratorium pabrik semen baru, kecuali untuk Papua.

Meski demikian, beberapa perusahaan semen asal China telah mulai beroperasi. Beberapa nama perusahaan yang masuk ke Indonesia antara lain: Conch Cement, Jui Shin, Panasia, Haohan Cement, dan Cement Hippo atau Sun Fook Cement. Belakangan, perusahaan semen China yang baru masuk yaitu Hongshi Holding Group diindikasikan memiliki andil dalam mendukung investasi pabrik semen di Manggarai Timur.

Singa Merah-Imasco

Dalam perjanjian pembebasan lahan dengan warga lolok, Istindo membawa Singa Merah sebagai salah satu pihak. Nampaknya, Istindo sendiri tidak mempunyai kapasitas pengelolaan industri semen sehingga memilih bekerja sama dengan Singa Merah untuk membawa teknologi China ke dalam rencana ini. Tidak banyak informasi online yang tersedia untuk sepak terjang Singa Merah. Perusahaan ini disebut sebagai anak perusahaan dari Hongshi Holding Group (HH) yang juga disebut “red lion” atau Singa Merah. Website perusahaan ini tersedia dalam Bahasa dan Huruf Tiongkok (cek: http://www.hongshigroup.com/). Singa merah sendiri mempunyai website Berbahasa Indonesia yang menyebut dirinya sebagai anak perusahaan HH (http://singamerah.com/). Bisa jadi Singa Merah adalah HH dalam terjemahan indonesia untuk memudahkan orang daripada menyebut Hongshi.

Disebutkan dalam sejumlah sumber bahwa HH adalah salah satu dari 500 top perusahaan swasta di China dan satu dari 12 perusahaan skala besar tingkat nasional yang didukung China. HH memiliki total aset 40.6 Milyar Yuan, lebih dari 13.000 pekerja dan mempunyai tiga dimensi utama operasi: semen, perlindungan lingkungan dan investasi. Saat ini HH berekspansi di Laos, Nepal, Myanmar dan Indonesia.

Di Indonesia, HH akan membangun pabrik semen di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur dengan nilai investasi mencapai US$ 2,1 miliar atau sekitar Rp 29 triliun di areal seluas 822 hektar. Selain itu, sejak 2019 HH sudah membuka pabrik di Jember Jawa Timur di bawah bendera PT. Imasco Asiatic dengan nilai investasi 5 Triliun dan kapasitas terpasang 1.5 juta ton per tahun (Henan Putihrai Sekuritas, 2020). Nilai ini juga disebutkan di beberapa media seperti investor.id, tribun news surabaya, namun  berbeda dengan laporan DPMPTSP Jawa Timur tahun 2015 yang hanya menyebut angka 1.33 Triliun Rupiah.[8]

Imasco Asiatic sepertinya merupakan anak perusahaan dalam negeri sebagai wadah operasional dari HH di Jember. Disebutkan bahwa salah satu proyek utama Semen Singa Merah adalah PT. Semen Imasco Asiatic untuk berpartisipasi mengembangkan rencana OBOR. Imasco merupakan investasi ke-3 setelah pembukaan pabrik semen di Laos , Myanmar dan Nepal, dengan total investasi 300 juta dolar Amerika.

PT Semen Imasco Asiatic mengklaim menerapkan standar internasional untuk teknologi, peralatan, perlindungan dan manajemen lingkungan. Tujuan utamanya adalah memenuhi permintaan pasar semen berkualitas tinggi dalam pembangunan infrastruktur lokal, dan pada saat yang sama menciptakan sekitar 500 lowongan pekerjaan untuk penduduk lokal, dan mendorong pengembangan industri transportasi dan industri lain di wilayah Jawa Timur.

Dalam pelaksanaannya, HH bekerja sama dengan Imasco membentuk Jember Hongshi Cement (JHC), sebuah Pabrik yang berlokasi di Desa Puger Wetan, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

JHC memiliki deposit tambang siap pakai berkualitas tinggi dengan sumber daya batu kapur lebih dari 100 juta ton, sedang dalam tahap pembangunan jalur produksi semen klinker, suatu proses kering baru dengan target output harian sebesar 8.000 ton dan sistem pembangkit listrik panas limbah murni bersuhu rendah 12MW. Setelah memasuki tahap produksi, diharapkan bisa menghasilkan 3 juta ton semen berstandar tinggi.

Sama halnya dengan klaim Imasco, JHC mengklaim didukung dengan peralatan canggih, teknologi termutakhir dan dilengkapi dengan sistem perlindungan lingkungan kelas atas.

Pada 2019, Semen Singa Merah-Asiatic mulai beroperasi di Indonesia dan mengumumkan pembukaan rekrutmen tenaga kerja besar-besaran. Pada tahun yang sama Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) Jember, memeriksa TKA 35 orang di PT. Semen Imasco Asiatic dan kontraktor 321 orang. Timpora menduga perusahaan ini membawa masuk tenaga kerja asal China tanpa dokumen yang sah. Isu impor buruh kasar menjadi salah satu kecenderungan umum perusahaan-perusahaan China yang menurut Arthur Kroeber (2016) dalam “China’s Economy”, merupakan salah satu tonggak menentukan dalam ekpansi mereka.

Awal tahun 2020, informasi sepak terjang Singa Merah muncul di beberapa media online. Misalnya, pada 9 Maret 2020, warga melakukan protes terhadap Imasco karena mengubah saluran irigasi tanpa persetujuan penuh warga. Imasco ditengarai melakukan tindakan itu dengan mengandalkan dukungan dari grup warga yang setuju. Warga yang tidak setuju didukung oleh Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia melakukan advokasi. Bagi petani yang terdampak, jika musim kemarau mereka tidak kebagian air. Saat musim hujan airnya meluap hingga kebanjiran. Protes ini dihadang polisi dengan keras, 6 orang dibawa ke rumah sakit dan puluhan lainnya luka-luka. Akibatnya, pada 12 Maret 2020 Dewan dan Polisi mendatangi Lokasi Imasco dan menemukan bahwa tindakan Imasco dilakukan tanpa meminta persetujuan Provinsi. Temuan ini sejalan dengan rekomendasi Dinas PU Jember yang menegur PT itu melalui surat teguran Nomor: 610/195/35.09.312/2020 tertanggal 19 Februari 2020 agar relokasi irigasi segera dikembalikan ke tempat semula, tapi tidak diindahkan oleh perusahaan.

Beberapa laporan seperti Human Rights Watch (2020) WALHI (2020) menyebutkan kinerja lingkungan perusahaan-perusahaan China dengan melihat pengalaman di Myamar, Laos, Vietnam termasuk buruk karena safeguards lembaga-lembaga pembiayaan mereka yang belum memadai. Salah satunya menurut laporan Inclusive Development International(2016), adalah karena perusahaan China tidak dituntut untuk beroperasi sesuai standard kinerja lingkungan yang berlaku di lembaga-lembaga pembiayaan internasional lainnya. Bank pembangunan mereka AIIB yang baru berdiri belum memiliki standard sekuat ADB.

Berbagai laporan lain pada dasarnya menyebutkan bahwa teknologi China masih relatif muda dalam persaingan memapankan kemampuan di berbagai dimensi, terutama aspek lingkungan hidup. China sendiri terkenal sebagai negara dengan kualitas lingkungan terburuk, meskipun beberapa tahun belakangan ini ada upaya melakukan perbaikan (Chan, 2006). Dalam Environmental Performance Index (EPI) yang dikeluarkan Yale Center for Environmental Law and Policy (2018), China adalah salah satu dari 10 negara dengan polusi terburuk di dunia, bersaing di papan buncit dengan India, Bangladesh dan Nepal. Untuk semua kategori lingkungan, posisi China berada di urutan ke-120 dari 180 negara, jauh di bawah negara miskin seperti Nicaragua, El Salvador, bahkan Guatemala dan Honduras yang sarat dengan kekerasan.

Sumber: Environmental Performance Index, 2018

Jika urusan dapurnya sendiri demikian kotor, tentu sulit untuk membayangkan perilaku tersebut akan lebih baik di negeri orang. Dalam hal ini, kombinasi antara praktek di belakang rumah mereka sendiri, komplain di negara-negara lain dan contoh tindak tanduk Singa Merah di Jember sudah menunjukkan gejala bahwa kinerja perusahaan-perusahaan merah ini akan potensial bermasalah ke depan.

Istindo-Singa Merah

Lokasi pabrik semen di Manggarai Timur berada di atas lahan yang oleh sejumlah media disebut seluas 505 hektar.[9] IUPnya yang tecatat pada database kementerian energi sumber daya mineral lebih luas yakni mencapai 599 ha.[10] Saat ini, telah berlangsung pembebasan lahan, dengan informasi sebagai berikut:

  • Tanah tak bersertifikat 12rb/M2.
  • Tanah bersertifikat 14rb/M2.
  • Perusahaan membangun rumah warga beserta fasilitasnya
  • Uang kompensasi pindah Rp150 juta/keluarga
  • Uang prabot Rp50 juta
  • Relokasi kampung lolok Satar Punda

Pembayaran sebagaimana disebutkan di sejumlah media dilakukan secara bertahap, saat ini warga sudah mendapatkan uang muka Rp10 juta.[11]

Meski nilai ini secara nominal nampak besar untuk ukuran lokal di Manggarai, perhitungan harga-harga ini belum secara komprehensif mengukur biaya dan manfaat instrinsik makro dan mikro ekologis yang menopang ekosistem karst di sekitar wilayah operasi tambang. Dalam kasus kendeng, misalnya, nilai tersebut dihitung oleh para pemantau independen yang mengeluarkan laporan valuasi ekonomi lingkungan pada ekosistem karst watuputih. Disebutkan dalam laporan itu bahwa apabila terjadi eksploitasi aktivitas pertambangan dalam periode 50 tahun (masa minimum operasi usaha penambangan batu gamping) maka kerugian ekonomi yang menjadi beban menjadi Rp 10.881.855.600.000,00 dengan nilai deviasi plus minus 10% dan kerugian tahunan mencapai Rp 3.273.710.000.000,00 per tahun (Ismaliana et al, 2017).

Meski produksi domestik berlebih, Gubernur NTT dan Bupati Manggarai Timur bergeming membuka pabrik semen baru. Penambangan batu gamping di Satar Punda disebut Gubernur sebagai suplai untuk bahan baku semen NTT. Gubernur mengklaim bahwa rencana pabrik ini akan mengisi kekurangan semen NTT yang hampir 1 juta ton tiap tahun. PT Semen Kupang yang merupakan andalan lokal hanya mampu menghasilkan 250 ribu ton semen per tahun. Kebutuhan NTT konon mencapai 1,2 juta per tahun. Kekurangan pasokan ini selama ini diimpor dari luar NTT.

Daya Dukung Flores dan Manggarai

Salah satu pertentangan utama pabrik semen adalah daya dukung ekosistem karst yang menjadi obyek utama investasi semen. Pada 2018, menjalankan mandate UU 32/2009, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan Peta Wilayah Ekoregion Indonesia yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor : SK.8/MENLHK/SETJEN/PLA.3/1/2018.

Sumber: KLHK 2018

Ekoregion adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli, serta pola interaksi manusia dengan alam yang menggambarkan integritas sistem alam dan lingkungan hidup. Jika diibaratkan dengan rumah, ekoregion adalah dasar dari dari satu rumah yang menentukan jenis fondasi agar rumah tersebut ditopang dengan kuat. Ekoregion memberikan deskripsi sebaran bentuk lahan yang tersusun oleh berbagai faktor antara lain proses tektonik dan iklim yang berevolusi selama jutaan tahun. Dalam pengelolaan sumber daya alam saat ini, ekoregion memberikan informasi dasar untuk menentukan daya dukung suatu pulau.

Peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan sendiri mewajibkan pertimbangan daya dukung lingkungan dalam menentukan izin usaha pertambangan.[12] Bahkan, suatu operasi pertambangan dapat dihentikan bila dalam kenyataannya melampaui daya dukung lingkungan hidup.[13] Keharusan yang sama berlaku untuk alokasi perkebunan dan pertanian.

Berdasarkan peta ekoregion yang ditetapkan Menteri KLHK di atas, Flores mempunyai empat ekoregion besar yakni: pegunungan struktural, vulkanik, karst dan fluvial. Ekoregion dominan adalah struktural dan vulkanik. Sementara ekoregion minor adalah karst dan fluvial. Dua ekosistem terakhir ini hanya berada di wilayah Manggarai.

Informasi daya dukung memberikan gambaran dasar bahwa dataran fluvial berkorelasi dengan ekosistem karst dimana operasi pabrik semen akan dibangun. Dataran fluvial sendiri adalah daerah basah yang kaya air. Sehingga, dataran fluvial yang berdampingan dengan ekosistem karst pada dasarnya menunjukan korelasi ekologis yang saling menopang, dimana daerah karst adalah regulator yang mengontrol suplai air yang kaya bagi dataran fluvial. Bahkan sejumlah literatur menyebutkan bahwa satu kawasan karst bisa memberikan 30 mata air.[14]

Karena itu, turbulensi pada eksosistem karst  sebagai pengatur tata air akan sangat mengganggu suplai air yang ada di dataran fluvial. Dalam template perencanaan tata ruang, kawasan karst umumnya ditetapkan sebagai kawasan lindung.[15] IUCN pada 1997 menetapkan panduan perlindungan karst dan gua yang menjadi rujukan penetapan perlindungan karst di berbagai negara. Panduan tersebut mewajibkan negara-negara untuk melindungi wilayah karst, daripada merusaknya.

Dalam laporan sejumlah studi karst Jawa disebutkan (Falah et al 2017), gangguan pada ekosistem karst dapat berupa kekeringan pada dataran fluvial atau banjir hebat ketika musim hujan. Hal ini disebabkan karena peran karst sebagai pengendali terganggu atau bahkan musnah oleh pertambangan. Falah dkkk menemukan bahwa bahkan proses reklamasi yang paling baik pun gagal untuk mengembalikan separuh dari nilai kemampuan batu gamping yang masih asli dalam menyerap air hujan. Selain menurunnya kemampuan dalam menyerap air hujan, dampak lainya adalah terjadinya hujan asam akibat penggunaan batubara dalam skala besar pada proses pengolahan batu gamping.

************

[1] Cantika Adinda Putri, 13 November 2019 10:11, CNBC Indonesia, Utang China di Mana-mana, Ngeri Nggak Sih https://www.cnbcindonesia.com/news/20191113100606-4-114838/utang-china-di-mana-mana-ngeri-nggak-sih

[2] Ade Miranti Karunia, Kompas.com dengan judul “Naik Lagi, Utang Luar Negeri Indonesia Capai 395,6 Miliar Dollar AS”, https://money.kompas.com/read/2019/11/15/113300226/naik-lagi-utang-luar-negeri-indonesia-capai-3956-miliar-dollar-as?page=all.
[3] Cantika Adinda Putri, Ibid.

[4] BKPM, Foreign Investment Realization in Indonesia 2018, https://www.investindonesia.go.id/en/article-investment/detail/foreign-investment-realization-in-indonesia-2018

[5] Adha Nadjemudin, Selasa, 18 Februari 2020 18:14 WIB, Sejumlah agenda investasi di KEK Palu tertunda karena corona (https://sulteng.antaranews.com/berita/98330/sejumlah-agenda-investasi-di-kek-palu-tertunda-karena-corona)

[6] Arthur Gideon, 17 Desember 2019, BUMN China Tanam Modal Rp 120 Triliun di Palu https://www.liputan6.com/bisnis/read/4136588/bumn-china-tanam-modal-rp-120-triliun-di-palu

[7] Houtmand P Saragih, 11 Juli 2018, Produsen Semen China Kian Ekspansif di RI https://www.cnbcindonesia.com/market/20180711121516-17-23006/produsen-semen-china-kian-ekspansif-di-ri

[8] DPMPTSP Jawa Timur, Laporan Kinerja Penanaman Modal Tahuan 2019 (http://dpmptsp.jatimprov.go.id/wp-content/uploads/2020/04/Lap-Kinerja-Penanaman-Modal-TAHUNAN-2019.pdf)

[9] Rencana Pabrik Semen Baru di Manggarai Timur dan Potret Industri Semen di Indonesia (https://www.floresa.co/2020/04/27/rencana-pabrik-semen-baru-di-manggarai-timur-dan-potret-industri-semen-di-indonesia/)

[10] Istindo Mitra Manggarai, https://modi.minerba.esdm.go.id/portal/detailPerusahaan/9398?jp=

[11] Gaudensius Suhardi, Tolak Pabrik Semen di Matim, Viktor: NTT Butuh Semen, (https://mediaindonesia.com/read/detail/307773-tolak-pabrik-semen-di-matim-viktor-ntt-butuh-semen)

[12] Peraturan Pemerintah Nomor 22/2010

[13] Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 (pasal 76).

14] LIPI, Ekosistem Kawasan Karst Tak Tergantikan (http://lipi.go.id/lipimedia/ekosistem-kawasan-karst-tak%20%09tergantikan/18002)

15] Permen ATR Nomor 1/2018 tentang Pedoman Penyusunan RTRWP/K

Daftar Pustaka

A.B. Rodhial Falah, Fredy Chandra, Petrasa Wacana, 2017, Karst Jawa Sebagai Ruang Hidup dan Ancamannya (https://pustaka.caves.or.id/index.php?p=show_detail&id=173&_ga=2.58982123.779541857.1589361974-1273668826.1589361974)

Brahma Chellaney, “China’s Debt-Trap Diplomacy,” Project Syndicate, January 23, 2017, accessed March 20, 2017, https:// www.project-syndicate.org/commentary/china-one-belt-oneroad-loans-debt-by-brahma-chellaney-2017-01

Damuri, Y. R., Perkasa, V., Atje, R., & Hirawan, F. (2019). Perceptions and Readiness of Indonesia towards the Belt and Road Initiative: Understanding Local Perspectives, Capacity, and Governance. CSIS, Indonesia

Chan, G. (2006). China’s compliance in global affairs: trade, arms control, environmental protection, human rights. World Scientific.

Guluzian, C. R. (2017). Making inroads: China’s new silk road initiative. Cato J.37, 135.

HP Financials, Senin 24 Februari 2020, Dilema Utilitas dan Investasi Industri Semen (https://hpfinancials.co.id/storage//dailyreport/pdf-0c7657ea5e91323c0863baa8f834f4b4.pdf)

Human Rights Watch, (2020), China’s Global Threat to Human Rights (https://www.hrw.org/world-report/2020/china-global-threat-to-human-rights)

Inclusive Development International, (2016) Making Inroads: Chinese Infrastructure Investment in ASEAN and Beyond, USA

Ismalina, Poppy, 2017, Valuasi Ekonomi Lingkungan Ekosistem CAT Watuputih – Pegunungan Kendeng, Jawa Tengah

Keller, Anett and Marianne Klute, 9 December 2016, “Dirty Cement: The Case of Indonesia”, (https://th.boell.org/en/2016/12/09/dirty-cement-case-indonesia)

Kroeber, A. R. (2016). China’s Economy: What Everyone Needs to Know®. Oxford University Press.

IUCN, 1997, Guidelines for Cave and Karst Protection

Teo, H. C., Lechner, A. M., Walton, G. W., Chan, F. K. S., Cheshmehzangi, A., Tan-Mullins, M., … & Campos-Arceiz, A. (2019). Environmental impacts of infrastructure development under the belt and road initiative. Environments6(6), 72.

Mayer, M., & Dreyer. (2018). Rethinking the Silk Road. Palgrave Macmillan.

Verstappen, Th. Herman, (2014), Garis Besar Geomorfologi Indonesia, Gadjah Mada University Press

Wendling, Z. A., Emerson, J. W., Esty, D. C., Levy, M. A., de Sherbinin, A., et al. (2018). 2018 Environmental Performance Index. New Haven, CT: Yale Center for Environmental Law & Policy. https://epi.yale.edu/

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here