Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Estetika berasal dari kata Yunani aisthetikos, mengamati dengan indra (aisthanomai). Selain itu, estetika terkait dengan kata aesthesis, pencerapan (perception). Perlu diketahui bahwa estetika berhubungan dengan pengalaman indrawi dan berbagai macam perasaan yang ditimbulkannya. Dengan demikian, estetika merupakan teori mengenai yang indah, prinsip landasan seni, penciptaan seni, dan penilaian terhadap karya seni.
Ruang lingkup estetika dibagi ke dalam tiga bidang. Pertama, filosofis (karakter, norma, dan nilai seni). Kedua, psikologis (pengamatan dan tanggapan, aktivitas penciptaan, dan pertunjukan). Ketiga, sosiologis (pengamatan, sarana, dan lingkungan).
Sedangkan kerangka pemikiran estetika terdiri dari empat periode. Pertama, Yunani kuno (kosmosentris, alam menjadi titik acuan refleksi). Kedua, abad pertengahan (teosentris, Allah menjadi titik acuan refleksi). Ketiga, modern (manusia menjadi titik pusat, titik tolak, dan titik gerak penyelidikan). Keempat, abad dua puluh dan dua puluh satu (simulasi digital, virtual reality, hyper reality, dan hologram).
Karya seni dapat dilihat dalam empat cara pandang. Pertama, idealisme (produk kegiatan mental-spiritual atau imajinasi kreatif, tidak bersifat fisik). Kedua, realisme logis (bersifat universal dan mendapat bentuk dari medium material). Ketiga, fenomenalisme (objek estetis). Keempat, linguistik (bersifat fisik).
Estetika dibagi ke dalam dua bagian. Pertama, estetika deskriptif, menguraikan fenomena keindahan. Kedua, estetika normatif, menyelidiki hakikat, dasar, dan ukuran keindahan. Selain itu, ada yang membagi estetika ke dalam dua cabang. Pertama, filsafat seni, mempertanyakan status ontologi karya seni. Kedua, filsafat keindahan, membahas pengertian keindahan dan mempertanyakan apakah keindahan itu subjektif atau objektif.
Perlu diketahui bahwa sepanjang sejarah para filsuf mempunyai pandangan yang bervariasi mengenai estetika. Selanjutnya, akan diuraikan secara singkat gagasan para filsuf mengenai estetika. (1) Plato: seni merupakan keterampilan mereproduksi sesuatu. (2) Aristoteles: seni mempunyai pengaruh bagi hidup manusia. (3) Plotinus: keindahan mengandung dimensi etis dan estetis. (4) Thomas: karya seni merupakan simbol Yang Ilahi.
(5) Alberti: seniman harus mengambil inspirasi dari alam. (6) Ficino: keindahan identik dengan realitas transenden. (7) Leonardo: lukisan harus dinamis-ekspresif dan membawa ketenangan. (8) Patrizi: seniman merupakan pencipta, bukan peniru alam. (9) Bacon: fungsi seni yaitu mempresentasikan tiruan realitas.
(10) Shaftesbury: cita rasa tunggal berguna untuk membuat putusan tentang ada atau tiadanya keindahan. (11) Hutcheson: keindahan merupakan nama yang diberikan pada ide yang muncul dalam diri manusia. (12) Burke: teori rasa internal bukan dasar keindahan. (13) Hume: yang indah merupakan hasil penilaian mereka yang menganggapnya indah.
(14) Kant: keindahan merupakan penilaian estetis yang subjektif. (15) Hegel: arsitektur menempati posisi lebih rendah daripada puisi. (16) Schopenhauer: musik menempati posisi lebih tinggi daripada puisi. (17) Nietzsche: seni merupakan media untuk memahami dunia. (18) Shinichi: seni pada dasarnya asimetris, tidak seimbang.
(19) Croce: karya seni bukan sekadar hiburan, pendidikan intelektual, dan moral. (20) Collingwood: seni dan kriya pada dasarnya berbeda. (21) Langer: seni mengandung logika simbolis. (22) Bell: bentuk bermakna merupakan kualitas seni visual. (23) Beardsley: karya seni merupakan tiruan dari tindakan berbicara.
Daftar Pustaka:
Ali, Matius. Estetika: Pengantar Filsafat Seni. Jakarta: Sanggar Luxor, 2011.
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Hamersma, Harry. Pintu Masuk Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Rapar, Jan Hendrik. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1996.
Sutrisno, Mudji, dkk. Teks-Teks Kunci Estetika: Filsafat Seni. Yogyakarta: Galangpress, 2005.