Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
1. Pengantar
Bangsa Israel mempunyai pemahaman unik mengenai Allah. Hal ini terlihat melalui cara bangsa Israel memandang raja, penciptaan, kejatuhan, dan kebijaksanaan. Meskipun bangsa Israel memeroleh pengaruh dari bangsa-bangsa lain, pengaruh tersebut mengalami transformasi sesuai pemahaman bangsa Israel mengenai Allah. Dalam tulisan ini, penulis menelusuri Eksistensi Dunia dalam Mitos Timur Tengah dan Kosmologi Perjanjian Lama. Oleh karena itu, penulis menguraikan tulisan ini ke dalam lima pokok bahasan. Pertama, Sekilas Tentang Mitos. Kedua, Status Raja di Timur Tengah. Ketiga, Dari Mitos Kosmogoni Menjadi Sabda Kreatif. Keempat, Kejatuhan dalam Perspektif Mitos dan Kitab Suci. Kelima, Eksistensi Dunia dalam Mitos Timur Tengah dan Kosmologi Perjanjian Lama.
2. Sekilas Tentang Mitos
Pada dasarnya, mitos[1] mempunyai nilai dan harus dihargai. Karena mitos memainkan peranan penting, membuka perkembangan pemikiran rasional. Namun, berdasarkan manifestasi konkret dan historis, mitos harus dikritisi dalam terang pemikiran rasional dan ditransfigurasikan melalui wahyu Kitab Suci. Oleh karena itu, pemikiran rasional dan pewahyuan hendaknya berdiri pada tataran pemikiran yang bersifat dasariah, yaitu mitopoetik.[2]
Mitos seringkali dianggap ketinggalan zaman dan tidak relevan. Banyak orang meremehkan mitos, lantaran mereka yakin mampu menghilangkan pola berpikir mitos dalam dirinya. Padahal, dalam kesadaran diri manusia, bangunan mitos tetap eksis. Karena bangunan mitos selalu muncul dalam kesadaran reflektif manusia. Melalui kesadaran tersebut manusia berpegang pada realitas terdalam, realitas dunia yang paling rahasia dan otentik.
Dalam berbagai kebudayaan, realitas kesadaran tersebut dapat ditemukan dalam diri setiap manusia. Karena realitas kesadaran merupakan struktur hakiki manusia. Berdasarkan studi banding mengenai agama dan kebudayaan, ditemukan representasi simbolis universal yang tampak tetap dalam ruang[3] dan waktu[4]. Fenomena tersebut memerlihatkan struktur jiwa manusia, menghasilkan gambaran atau pandangan yang serupa terhadap alam semesta.
3. Status Raja di Timur Tengah[5]
Berdasarkan sejarah peradaban manusia, eksistensi raja tidak muncul begitu saja. Munculnya raja berkaitan dengan perkembangan kesadaran religius manusia. Raja menjadi perwujudan Yang Ilahi dengan berbagai makna yang dimilikinya. Selanjutnya akan diuraikan secara ringkas tentang Hierofani, Mitos Kerajaan, Raja Mesir, Raja Babilon dan Kanaan, dan Raja Israel.
Pertama, Hierofani. Bentuk hierofani dalam berbagai tahap perkembangan kesadaran religius berkaitan dengan tahap-tahap kebudayaan manusia. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa hierofani merupakan bentuk manifestasi “yang suci” (the sacred) dalam “objek” apa pun sepanjang sejarah. Objek tersebut berupa batu, pohon, dan manusia yang menjelma.
Kedua, Mitos Kerajaan. Pada fajar peradapan pertama, raja menjadi poros hidup antara dua dunia. Dunia yang pertama adalah kosmos dan segala sesuatu yang melampauinya. Sedangkan dunia yang kedua adalah kota, dunia kecil yang dibangun manusia bagi dirinya sendiri. Pada tahap tersebut mitos mencapai bentuk klasiknya. Raja menjadi hierofani dominan yang menunjukkan relasi dengan berbagai hierofani kosmis dalam ritus manusia.
Ketiga, Raja Mesir. Raja Mesir dipandang sebagai “yang ilahi” dan diidentifikasikan dengan dewa-dewa yang paling berkuasa. Hal ini terjadi karena pada waktu itu raja mengontrol keteraturan irigasi dan pertanian. Oleh karena itu, raja dilihat sebagai perwujudan dari Horus, putra Osiris, dewa pertumbuhan. Namun, raja juga perwujudan Ra, dewa matahari, dan penampakan dari Nil.
Keempat, Raja Babilon dan Kanaan. Berbeda dengan raja Mesir, penguasa Babilon dan Kanaan tidak dipandang sebagai pewaris takhta kerajaan. Melainkan sebagai manusia yang dijadikan raja, kepala suku. Kepemimpinannya sebagai kepala suku terjadi karena adanya krisis besar. Misalnya, serangan yang berhasil dipukul mundur atau pun karena terjadi bencana alam. Oleh karena itu, raja bukan dewa yang menjelma. Statusnya sebagai raja diangkat para dewa, kemudian raja tersebut menjadi hamba utama para dewa.
Kelima, Raja Israel. Paham mengenai raja bagi orang Israel sangat unik. Terutama terkait dengan paham mereka mengenai Allah. Satu-satunya raja adalah Allah yang menyatakan diri-Nya kepada Abraham. Berdasarkan sabda para nabi, Israel tidak akan pernah mendapatkan raja manusia. Oleh karena itu, Allah menjadi tuan atas sejarah manusia. Dengan demikian, Allah merupakan raja dan kekuatan kosmis. Hal ini terlihat dalam aktualisasi devosi yang tidak diarahkan kepada raja manusia. Melainkan kepada raja yang tidak kelihatan, Tabut Perjanjian.[6]
4. Dari Mitos Kosmogoni Menjadi Sabda Kreatif
Mitos yang dihayati setiap daerah mengalami perubahan. Perubahan tersebut menunjukkan pengalaman spesifik dan tanggapan setiap orang. Perkembangan tersebut mengimplikasikan transformasi radikal dari pandangan fundamental atas realitas kosmis dan manusiawi. Selanjutnya, akan diuraikan secara ringkas mengenai Mitos Kosmogoni di Sumer, Mitos Kosmogoni Babilon, dan Kosmogoni Kitab Suci Perjanjian Lama.
Pertama, Mitos Kosmogoni di Sumer. Bangsa Sumer mempunyai keyakinan bahwa segala sesuatu datang dari laut. Mereka menganggap penting batas-batas yang telah ditetapkan, di mana kombinasinya “mengadakan” segala sesuatu. Laut pada dasarnya dibatasi horizon langit dan lepas pantai. Keduanya dipersonifikasikan dan diberi nama Ann (dewa langit) dan Ki (dewi bumi). Persatuan Ann dan Ki menghasilkan Enlil (dewa udara). Enlil membawa dewi Ninhil yang mewakili langit. Enlil dan Ninhil dilempar ke dunia bawah tanah dan melahirkan Nanna atau Sin (dewi bulan). Persatuan Nanna dan Ningal melahirkan Utu (dewa matahari).
Selanjutnya muncul Enki (dewa kebijaksanaan). Enki membujuk Enlil supaya menghasilkan dewa-dewi yang baik hati, yaitu Lahar (dewa ternak) dan Ashnan (dewi gandum). Akhirnya, Enlil menghasilkan manusia yang dibentuk dari tanah liat oleh Nammu (dewi air purba) dan Ninmah (dewi kelahiran).
Kedua, Mitos Kosmogoni Babilon. Dalam epik Akadia (Enuma Elish), dikisahkan perayaan tahun baru di mana Marduk menjadi dewa sentral dan paling berkuasa. Ada sifat dualistis dalam mitosnya. Pada mulanya, Apu merupakan dewa sungai. Sedangkan Tiamat adalah dewa laut yang melahirkan Kingu, kekuatan jahat bawah tanah. Apu dan Tiamat melahirkan Lahmu dan Lahamu yang berada di setiap sisi perbatasan laut dan sungai. Sedangkan Anshar dan Kishar berada di atas dan di bawah cakrawala. Akhirnya, Aun mewakili langit dan Nadimmud-Ea mewakili bumi serta kebijaksanaan.
Ketiga, Kosmogoni Kitab Suci Perjanjian Lama. Sebagaimana terdapat dalam kitab Kejadian, kosmogoni Perjanjian Lama sangat unik. Eksistensi dunia tidak muncul melalui proses dialektis, pemisahan dan kombinasi para dewa. Secara jelas dan tegas kitab Kejadian menyatakan bahwa dunia diciptakan Allah dengan sabda kreatif.[7] Kosmos berasal dari Allah yang transenden dan murah hati. Silsilah (genealogi) sebagaimana dilukiskan dalam kitab Kejadian, tidak berkaitan dengan dewa, melainkan dengan manusia. Terjadi perkembangan bertahap dalam kehidupan manusia, di mana penciptaan semakin lama semakin memuncak. Pada titik tertinggi, manusia tampil sebagai citra Allah.[8] Manusia mampu memahami tugas ilahi dan kehendak Allah, membantu menyempurnakan ciptaan-Nya.
Jika dicermati dengan baik, maka terdapat pergeseran terkait eksistensi dunia. Dari perkembangan alam semesta material yang dilihat sebagai perpecahan realitas ilahi, menjadi konsep Allah transenden tunggal yang menghasilkan segala sesuatu melalui komunikasi dan kemurahan hati-Nya. Kisah penciptaan menggambarkan bagaimana manusia diciptakan menyerupai Allah dan menjadi teman-Nya. Seksualitas pun ditransfigurasikan menjadi persahabatan timbal balik yang merupakan ciri khas ciptaan. Selain itu, Allah menciptakan makhluk dengan sabda-Nya. Dengan demikian, setiap ciptaan adalah ungkapan kesatuan pikiran dan kehendak Yang Ilahi.
Kisah penciptaan mempunyai ciri antropogenesis, tidak berpuncak pada penciptaan manusia. Meskipun terdapat banyak tema yang dipinjam dari mitos, kisah tersebut memerlihatkan ciri khas kosmogoni Kitab Suci. Perlu ditegaskan bahwa hidup manusia dimulai oleh nafas Allah. Selain itu, Allah ingin memberikan kekekalan kepada manusia, hidup seperti diri-Nya, asalkan manusia taat pada perintah-Nya. Namun, karena manusia sombong dan serakah, terjadi “kejatuhan” di dunia.
5. Kejatuhan dalam Perspektif Mitos dan Kitab Suci
Kosmogoni dalam mitos pada dasarnya merupakan teogoni[9] atau asal-usul dewa-dewi. Dalam kosmogoni tercakup kejahatan (fall), “kecelakaan” yang muncul sesudah penciptaan alam semesta. Sedangkan dalam mitos, kejatuhan dilihat sebagai kemerosotan dewa-dewi yang berimplikasi pada terjadinya kosmos.[10] Oleh karena itu, penjelasan mengenai kejatuhan bercampur dengan penjelasan mengenai penciptaan. Sebaliknya, dalam Kitab Suci, kejatuhan merupakan peristiwa yang terpisah dari penciptaan. Karena yang jatuh adalah manusia, bukan Allah. Selanjutnya akan diuraikan pandangan Sumer dan Babilon mengenai kejatuhan serta kejatuhan menurut Kitab Suci.
Pertama, pandangan Sumer dan Babilon mengenai kejatuhan. Dalam mitologi Sumer, Ninhil (dewi yang mewakili langit) dibawa oleh Enlil (dewa udara), kemudian dilemparkan ke bumi. Selanjutnya Ninhil melahirkan dewi bulan yang kemudian melahirkan dewa matahari. Dari dewa matahari muncul dewa inferior lain dan manusia dipanggil untuk mengabdinya. Ia juga melahirkan Inanna (dewi dan ratu langit) yang diidentifikasikan dengan bintang pagi. Dewi tersebut tenggelam dalam dunia bawah tanah. Perhiasan dan harta kerajaannya dirampas serta dihukum mati. Sesudah absen dari langit selama tiga hari, Ninshubur mendesak Enki (dewa kebijaksanaan) untuk menghidupkan Inanna dengan memberinya makanan dan minuman.
Kedua, kejatuhan menurut Kitab Suci. Jika membandingkan kisah kejatuhan sebagaimana diuraikan di atas dengan kisah kejatuhan dalam Kitab Suci, terdapat perbedaan yang menonjol. Berbeda dengan mitos, sebagaimana dilukiskan dalam Kitab Suci, manusia sejak awal ditempatkan di firdaus oleh Allah.[11] Hal ini menunjukkan bahwa manusia diarahkan pada kekekalan. Namun, kesatuan manusia dalam wujud laki-laki dan perempuan tidak memenuhi rencana Allah. Karena manusia ingin menguasai dunia.[12] Makhluk-makhluk yang seharusnya menjadi wakil Allah lari dari-Nya dan memuaskan keinginannya sendiri.
6. Eksistensi Dunia dalam Mitos Timur Tengah dan Kosmologi Perjanjian Lama
Berdasarkan kisah di atas, terdapat sejumlah perbandingan mengenai eksistensi dunia dalam mitos timur tengah dan kosmologi[13] Perjanjian Lama. Pertama, secara dasariah mitos melebur “yang ilahi” atau dewa dengan realitas alam. Dalam hal ini, Kitab Suci menyatakan bahwa hanya ada satu Allah yang mampu melampaui realitas alamiah.
Kedua, dalam mitos tidak ada pembedaan antara penciptaan dunia dan kejatuhannya. Sebab dunia ada karena kejatuhan para dewa yang mengalami kemerosotan dan konflik dengan dewa lain. Sedangkan menurut Kitab Suci, penciptaan merupakan tindakan bebas Allah dan berasal dari kemurahan hati-Nya. Oleh karena itu, ciptaan pada dasarnya baik, meskipun terbatas.
Ketiga, mitos mengimplikasikan bahwa keanekaragaman dan materialitas merupakan sumber kejahatan. Sebaliknya, Kitab Suci menyatakan bahwa bagian paling spiritual dari ciptaan ditarik untuk dekat dalam kesatuan dengan Allah. Kejahatan terjadi melalui godaan awal berupa kesombongan dan ketamakan.
Keempat, dalam mitos, manusia tidak lain merupakan tahap terakhir dari kemerosotan “yang ilahi”. Sedangkan Kitab Suci menyatakan bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan berdasarkan gambar Allah.
Kelima, mitos berpegang pada pandangan bahwa “yang ilahi” menyebar dan melipatgandakan diri melalui berbagai tingkat ke bawah. Dalam hal ini, Kitab Suci menyatakan bahwa Yang Ilahi seluruhnya ada dalam Dia Yang Esa.
Keenam, mitos menggambarkan ciptaan dan dewa-dewi sebagai campuran antara kebaikan serta kejahatan. Sedangkan Kitab Suci menyatakan bahwa Allah yang berbicara kepada manusia merupakan kebaikan itu sendiri. Karena segala sesuatu yang Dia ciptakan pada dasarnya baik. Manusia menjadi jahat karena “kecelakaan”, kesombongan dan pemberontakan.
7. Penutup
Mitos secara dasariah melebur “yang ilahi” dengan realitas alam. Sedangkan Kitab Suci sejak awal menyatakan bahwa hanya ada satu Allah yang melampaui realitas alamiah. Dalam mitos juga dikatakan bahwa adanya dunia terkait dengan peristiwa jatuhnya para dewa. Hal ini berbanding terbalik sebagaimana dikatakan dalam Kitab Suci, penciptaan merupakan tindakan bebas Allah. Selain itu, mitos memberikan gambaran bahwa kejahatan melekat pada eksistensi para dewa dan manusia. Namun, dalam Kitab Suci, tidak ada kejahatan pada Allah. Akhirnya, mitos melukiskan ciptaan dan para dewa sebagai campuran antara kebaikan serta kejahatan. Dalam hal ini, Kitab Suci dengan tegas mengatakan bahwa Allah yang bersabda kepada manusia adalah sumber kebaikan. Segala sesuatu yang diciptakan Allah itu baik. Manusia menjadi jahat karena kesombongan dan sikapnya yang selalu memberontak.
Daftar Pustaka
Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2009.
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Bakker, Anton. Kosmologi dan Ekologi: Filsafat Tentang Kosmos Sebagai Rumah Tangga Manusia. Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Bergant, Dianne dan Robert J. Karris. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Penerj. A.S. Hadiwiyata. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Browning, W.R.F. Kamus Alkitab. Penerj. Lim Khiem Yang dan Bambang Subandrijo. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Dister, Nico Syukur. “Dunia Sebagai Keterciptaan: Sebuah Tinjauan Kosmologi Teologi.” Diskursus, Oktober 2002, 137-163.
Hamersma, Harry. Pintu Masuk Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Sagan, Carl. Kosmos. Penerj. Ratna Satyaningsih. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2016.
Tjaya, Thomas Hidya. Kosmos Tanda Keagungan Allah: Refleksi Menurut Louis Bouyer. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
[1] Mitos mempunyai arti asli, yaitu kisah, hikayat dari zaman purbakala. Misalnya mitos-mitos tentang para pahlawan dan para dewa. Lih. Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), 659.
[2] Mitopoetik (mythopoetic) mendekati realitas kosmis pertama-tama melalui suatu insting yang pasti bahwa ada suatu harmoni spontan antara roh kita dan realitas tersebut. Kemudian melalui kualitas yang membiarkan roh, kita memahami realitas. Lih. Thomas Hidya Tjaja, Kosmos Tanda Keagungan Allah: Refleksi Menurut Louis Bouyer (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 37.
[3] Ruang adalah keseluruhan dunia sebagai kebersamaan atau kolegialitas antara pengkosmos-pengkosmos kuantitatif-kuantitatif, yang berelasi secara dimensional-intensif. Lih. Anton Bakker, Kosmologi dan Ekologi: Filsafat Tentang Kosmos Sebagai Rumah Tangga Manusia (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 165.
[4] Menurut Kant (1724-1804), waktu itu suatu bentuk (forma) apriori, atau suatu intuisi murni yang oleh keinderaan manusia dijatuhkan pada pengalamannya (bersama dengan ruang). Lih. Anton Bakker, Kosmologi dan Ekologi: …, 112.
[5] Pembahasan pada bagian ini disarikan dan diolah dari Thomas Hidya Tjaja, Kosmos Tanda Keagungan Allah: …, 39-44.
[6] Tabut Perjanjian merupakan sutu benda suci berpenutup yang mudah dibawa, yang diusung dalam perjalanan di padang gurun dan ketika mengelilingi tembok Yeriko, dan diduga berisi dua loh batu Taurat Tuhan. Lih. W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, Penerj. Lim Khiem Yang dan Bambang Subandrijo (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 432.
[7] Engkau mengasihi segala yang ada, dan Engkau tidak jijik dengan apa pun yang telah kauciptakan, sebab Engkau tidak akan membentuk apa pun yang Engkau benci (Kebijaksanaan 11:24). Keterciptaan oleh Allah, kasih kudus itu, yang –walau tetap setia– juga berubah-ubah dan menempuh jalan yang selalu baru untuk melaksanakan rencana-Nya, keterciptaan oleh Allah yang demikian itu berarti pula bahwa realitas kita yang dapat dipercaya, sekaligus bersifat terbuka bagi hal-hal yang tidak disangka-sangka, terbuka bagi pembelokan dan pengangkatan. Lih. Nico Syukur Dister, “Dunia Sebagai Keterciptaan: Sebuah Tinjauan Kosmologi Teologi,” Diskursus (Oktober 2002), 145.
[8] Apa yang dimaksud manusia menjadi gambar Allah? Dimana manusia diberi kekuasaan atas bumi. Sebagaimana Allah memerintah alam surgawi, begitu pula manusia memerintah alam duniawi sebagai wakil Allah. Pandangan ini sangat meluhurkan martabat manusia. Lih. Dianne Bergant dan Robert J. Karris, Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Penerj. A.S. Hadiwiyata (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 36.
[9] Teogoni terungkap dalam kumpulan mitos-mitos Yunani Kuno yang bersifat puitis yang dikenal pertama kali dalam literatur Eropa melalui karya Hesiodos pada abad ke-8 SM. Lih. Lorens Bagus, Kamus Filsafat, 1090.
[10] Kosmos adalah segala yang ada atau pernah ada atau akan ada. Lih. Carl Sagan, Kosmos, Penerj. Ratna Setyaningsih (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2016), 2.
[11] TUHAN Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu. Lih. Kejadian 2:15.
[12] Tanah jangan dijual mutlak, karena Akulah pemilik tanah itu, sedang kamu adalah orang asing dan pendatang bagi-Ku. Lih. Imamat 25:23.
[13] Kosmologi yang juga disebut filsafat alam berbicara tentang alam, kosmos. Lih. Harry Hamersma, Pintu Masuk ke Dunia Filsafat (Yogyakarta: Kanisius, 2008), 18.