Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Krisis ekologi melanda seluruh dunia. Hal ini mendorong manusia menjaga integritas ekologi, melindungi dan merawat ciptaan lainnya. Gereja dan lembaga masyarakat harus berkolaborasi serta memberikan solusi otentik. Sebagaimana ditegaskan ajaran iman Kristen, paradigma teologi ekologi pada tingkat ortodoksi dan praksis harus mengaktualisasikan keadilan ekologi.
Gereja dipanggil untuk memahami, menafsirkan, dan memberikan tanggapan terhadap krisis ekologi. Oleh karena itu, Gereja menegaskan bahwa krisis ekologi merupakan persoalan moral dan iman Kristen.[1] Hal ini mendorong Gereja menyerukan tanggung jawab ekologis. Seruan Gereja tersebut terkait dengan pertobatan dan kesadaran ekologis, yaitu cara manusia menjalin relasi dengan ciptaan lainnya. Karena manusia adalah penentu kesejahteraan bumi. Perlu diketahui bahwa penyalahgunaan ilmu pengetahuan, teknologi, produksi, dan konsumsi berdampak negatif terhadap alam semesta. Selain itu, kerusakan lingkungan hidup mengakibatkan relasi antara manusia dan ciptaan lainnya tidak harmonis.
Pada tataran teologis, para teolog berupaya merefleksikan dan mewartakan ajaran iman Kristen, yaitu melestarikan alam semesta. Dalam ajaran iman Kristen, teologi ekologi memberikan informasi, motivasi, komitmen, dan tanggung jawab kepada manusia untuk merawat ciptaan lainnya.[2] Terkait dengan hal ini, teologi penciptaan John Zizioulas[3] memberi inspirasi yang memungkinkan transformasi imajinasi umat Kristen dan mendorong praktik keadilan ekologi.[4] Oleh karena itu, gagasan Zizioulas tersebut mendukung aktualisasi misi keadilan ekologi Gereja.
Zizioulas menegaskan bahwa krisis ekologi berakar pada pengaruh pandangan dunia kosmologi dualistik, di mana manusia dan ciptaan lainnya dibedakan secara tajam, tidak ada relasi di antara keduanya.[5] Selain itu, Zizioulas melihat krisis ekologi sebagai persoalan spiritual dan budaya, hilangnya sakralitas (sacrality) alam.[6] Untuk mengatasi krisis ekologi, yang dibutuhkan bukan etika, tetapi etos (ethos). Bukan program, tetapi sikap dan mentalitas. Bukan undang-undang, tetapi budaya. Oleh karena itu, Zizioulas mengemukakan etos ekologis, yaitu tindakan liturgis dan etis.[7] Menurut Zizioulas, harus ada budaya baru di mana dimensi liturgis (liturgical dimension) dan etis menempati posisi sentral.[8] Dengan kata lain, manusia harus menempatkan diri sebagai imam ciptaan.[9] Sebagai imam ciptaan, manusia mengemban tanggung jawab sebagai mediator, merujuk ciptaan lainnya kepada Allah.
Dimensi liturgis dan etis diaktualisasikan melalui tindakan manusia yang memungkinkan persekutuan antara Allah dan ciptaan lainnya. Proposisi ekologis tersebut muncul lantaran terjadi relasi disfungsional antara manusia dan ciptaan lainnya. Perlu diketahui bahwa manusia hanya dapat hidup ketika bersekutu dengan “yang lain” (the other), yaitu Allah, sesama manusia, dan ciptaan lainnya.[10] Oleh karena itu, Zizioulas menegaskan bahwa krisis ekologi berakar pada pudarnya relasi antara manusia dan ciptaan lainnya. Manusia tidak menghargai keberbedaan dan eksistensi “yang bukan manusia”, menyerap ciptaan lainnya ke dalam diri sendiri.[11] Dengan kata lain, manusia menempatkan diri sebagai pusat segala sesuatu.
Menurut Zizioulas, untuk mengatasi krisis ekologi manusia harus mengenali “yang lain”. Mengakui bahwa setiap ciptaan pada dirinya sangat baik (very good). Hal ini dimungkinkan melalui persekutuan yang bersifat pribadi. Kontekstualisasi gagasan teologis Zizioulas dapat diejawantahkan dalam berbagai macam tradisi dan budaya. Perlu diketahui bahwa teologi penciptaan Zizioulas mengambil pendasaran pada tradisi Ortodoks Timur, yaitu doktrin creatio ex nihilo, sakramentalitas, dan asketisme. Oleh karena itu, Zizioulas menggarisbawahi karakter kesucian dan kesakralan ciptaan.[12] Dengan demikian, manusia mempunyai tanggung jawab menjalin relasi secara personal dengan ciptaan lainnya. Terkait dengan hal ini, gagasan teologi penciptaan Zizioulas berpadanan dengan misi keadilan ekologi Gereja.
Keadilan ekologi berjalan beriringan dengan keadilan sosial. Oleh karena itu, kesejahteraan manusia dan bumi harus diupayakan sedemikian rupa. Selain itu, martabat manusia dan integritas ekologi harus dijunjung tinggi. Tanggung jawab etis tersebut didasarkan pada keberadaan dan keunikan setiap makhluk yang mempunyai hak untuk diterima serta dihormati. Sebagaimana ditegaskan Leonardo Boff, manusia wajib melestarikan dan mempertahankan eksistensi ciptaan lainnya, di mana martabat bumi (dignitas terrae) dilihat secara menyeluruh.[13] Karena manusia pada dasarnya merupakan bagian integral ciptaan.[14]
Perlu diketahui bahwa krisis ekologi dewasa ini bermetamorfosis menjadi realitas kompleks dengan dimensi beragam dan menuntut tanggapan integral. Oleh karena itu, tidak masuk akal menyatakan bahwa hanya tradisi religius atau hermeneutika ekologis dapat menyediakan fondasi epistemologis dan teologis untuk mengkontekstualisasikan iman Kristen. Studi terhadap teologi penciptaan Zizioulas dimaksudkan untuk menunjukkan pentingnya kolaborasi antara tradisi iman Kristen, perkembangan ilmu pengetahuan, dan kearifan lokal.
Zizioulas menawarkan gagasan teologis yang signifikan dan relevan. Ia menyadari bahwa setiap ciptaan mengandung dimensi empiris, religius, dan eksistensial.[15] Oleh karena itu, misi Gereja mewujudkan keadilan ekologi harus diaktualisasikan. Perlu diketahui bahwa komitmen umat Kristen mengaktualisasikan keadilan ekologi bukan agenda humanistik, melainkan suatu bentuk visi kosmologis, antropologi ekologi transformatif, dan spiritualitas ekologi integral.[16] Dengan kata lain, umat Kristen dipanggil menjaga integritas ekologi, karena manusia senantiasa ada bersama ciptaan lainnya.[17]
Daftar Pustaka:
Boff, Leonardo. Ecology and Liberation: A New Paradigm. New York: Orbis Books, 1995.
Groppe, Elizabeth T. “Creation Ex Nihilo and Ex Amore: Ontological Freedom in the Theologies of John Zizioulas and Chatherine Mowry Lacugna”, Modern Theology 21, Juli 2005.
Kaniaru, Antony. Rethingking Rationality: Theological Anthropology in light of Profound Cognitive Impairment, Relationality, Embodiment, and Personhood. Durham: Durham University, 2012.
Knight, Douglas H. “Introduction” dalam The Theology of John Zizioulas: Personhood and the Church, diedit oleh Douglas H. Knight. Hampshire: Ashgate, 2007.
Louth, Andrew. “Theology of Creation in Orthodoxy”, International Journal of Orthodox Theology 8, 2017.
Out, Idara. The Eco-Theologies of Thomas Berry and John Zizioulas: Intimations for Ecological Justice. Toronto: Toronto School of Theology, 2012.
Papanikolaou, Aristotle. Being with God: Trinity, Apophaticism, and Divine Human Communion. Notre Dame: University of Notre Dame Press, 2006.
Russell, Norman. “Modern Greek Theologians and the Greek Fathers”, Philosophy and Theology 18, 2006.
Skira, Jaroslav. “Destined Before the Foundation of the World: Creation and Incarnation in Georges Florovksy and John Zizioulas”, ΘEOɅOΓΙA 4, 2010.
Turner, Robert. “Eschatology and Truth” dalam The Theology of John Zizioulas: Personhood and the Church, diedit oleh Douglas H. Knight. Hampshire: Ashgate, 2007.
Zizioulas, John. Communion and Otherness: Further Studies in Personhood and the Church. London: T & T Clark, 2006.
——————-. Lectures in Christian Dogmatics. London: T & T Clark, 2008.
——————-. The Eucharistic Communion and the World. London: T & T Clark, 2011.
[1] John Zizioulas, Communion and Otherness: Further Studies in Personhood and the Church (London: T & T Clark, 2006), 261.
[2] Dalam ajaran iman Kristen terdapat tiga pendekatan ekologis. Pertama, apologis. Pendekatan apologis diambil dari tradisi Kristen dan ajaran ekologi Gereja sebagai landasan teologis mewartakan tanggung jawab ekologis. Kedua, sakramental. Pendekatan sakramental didasarkan pada asumsi bahwa ciptaan merupakan wahyu Yang Ilahi. Ketiga, eskatologis. Pendekatan eskatologis berasal dari harapan umat Kristen terhadap janji Ilahi, di mana ciptaan akan dipulihkan Yesus Kristus. Lih. Idara Otu, The Eco-Theologies of Thomas Berry and John Zizioulas: Intimations for Ecological Justice (Toronto: Toronto School of Theology, 2012), 2.
[3] John Zizioulas adalah teolog Ortodoks kontemporer dan metropolitan Gereja Ortodoks Timur di Pergamon. Ia menjabat sebagai anggota komisi dialog dengan Gereja Katolik dan Anglikan. Selain itu, ia menjadi sekretaris komisi Faith and Order di Jenewa. Dalam bidang akademis, ia menjabat sebagai profesor teologi sistematika di Universitas Glasgow dan dosen tamu di Universitas Jenewa, King’s College London, dan Universitas Gregoriana Roma. Lih. Andrew Louth, “Theology of Creation in Orthodoxy”, International Journal of Orthodox Theology 8 (2017), 53-54. Jaroslav Skira, “Destined Before the Foundation of the World: Creation and Incarnation in Georges Florovksy and John Zizioulas”, ΘEOɅOΓΙA 4 (2010), 205-206. Norman Russell, “Modern Greek Theologians and the Greek Fathers”, Philosophy and Theology 18 (2006), 85-86. Aristotle Papanikolaou, Being with God: Trinity, Apophaticism, and Divine Human Communion (Notre Dame: University of Notre Dame Press, 2006), 1.
[4] Dennis Edwards dan Celia Deane-Drummod mengakui pentingnya teologi ekologi Zizioulas dalam menanggapi krisis ekologi. Lih. Idara Otu, The Eco-Theologies of Thomas Berry and John Zizioulas: …, 2.
[5] Douglas H. Knight, “Introduction” dalam The Theology of John Zizioulas: Personhood and the Church, diedit oleh Douglas H. Knight (Hampshire: Ashgate, 2007), 1.
[6] John Zizioulas, The Eucharistic Communion and the World (London: T & T Clark, 2011), 174.
[7] Idara Otu, The Eco-Theologies of Thomas Berry and John Zizioulas: …, 61.
[8] Robert Turner, “Eschatology and Truth” dalam The Theology of John Zizioulas: Personhood and the Church, diedit oleh Douglas H. Knight (Hampshire: Ashgate, 2007), 18.
[9] John Zizioulas, The Eucharistic Communion and the World, 134.
[10] Antony Kaniaru, Rethingking Rationality: Theological Anthropology in light of Profound Cognitive Impairment, Relationality, Embodiment, and Personhood (Durham: Durham University, 2012), 79.
[11] John Zizioulas, Lectures in Christian Dogmatics (London: T & T Clark, 2008), 97.
[12] John Zizioulas, The Eucharistic Communion and the World, 174-175.
[13] Leonardo Boff, Ecology and Liberation: A New Paradigm (New York: Orbis Books, 1995), 87.
[14] Leonardo Boff, Ecology and Liberation: …, 88.
[15] Elizabeth T. Groppe, “Creation Ex Nihilo and Ex Amore: Ontological Freedom in the Theologies of John Zizioulas and Chatherine Mowry Lacugna”, Modern Theology 21 (Juli 2005), 477.
[16] Idara Otu, The Eco-Theologies of Thomas Berry and John Zizioulas: …, 9.
[17] Idara Otu, The Eco-Theologies of Thomas Berry and John Zizioulas: …, 108.