Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
1. Pengantar
Menurut para cendekiawan Kitab Suci, orang-orang Ibrani mengokohkan kehadirannya di Palestina. Terutama melalui perpindahan yang dilakukan secara damai dan penyerbuan di mana terjadi tindak kekerasan terhadap Kanaan. Penyerbuan tersebut dilakukan kelompok kelas bawah yang tidak puas. Sebagaimana kita ketahui, kitab Yosua mengagung-agungkan YHWH sebagai Panglima Perang dan Tuan Besar yang marah, cemburu, mengeluh, menuduh, mengancam, menghukum, dan menyelamatkan. Barangkali kitab Yosua merupakan naskah Kitab Suci yang dilengkapi dengan narasi tindak kekerasan. Baik oleh manusia maupun Allah. Dalam tulisan ini, penulis menguraikan pribadi dan karya Yosua, latar belakang sejarah, tujuan penulisan, dan ketelitian historis. Selain itu, penulis menguaraikan cara membaca kitab Yosua dengan pendekatan tanggapan pembaca.
2. Kitab Yosua: Pribadi dan Karya Yosua, Latar Belakang Sejarah, Tujuan Penulisan, dan Ketelitian Historis
2.1 Pribadi dan Karya Yosua
Kitab Yosua disebut sesuai dengan nama pelaku utamanya, yaitu Yosua, anak Nun.[1] Perlu diketahui bahwa Yosua adalah pembantu Musa yang kemudian menggantikannya sebagai pemimpin umat Israel. Dalam bahasa Ibrani, nama Yosua berarti YHWH menyelamatkan atau semoga YHWH menyelamatkan.[2] Tema dalam kitab Yosua yaitu perebutan tanah sebelah Barat Sungai Yordan. Berdasarkan tema tersebut, kitab Yosua dibagi menjadi tiga bagian.[3] Pertama, perebutan Kanaan (bab 1-12). Kedua, pembagian tanah (bab 13-21). Ketiga, kembalinya suku-suku dari seberang Yordan dan pidato perpisahan Yosua (bab 22-24).
Yosua 1-12 mengisahkan perebutan Kanaan.[4] Yosua memimpin bangsa Israel menyeberangi sungai Yordan, seperti dahulu ketika Musa memimpin mereka menyeberangi laut Teberau dan merebut kota Yerikho. Usaha tersebut disusul dengan perebutan wilayah di bagian Tengah, Selatan, dan Utara. Dalam Yosua 13-21, Yosua membagikan tanah yang baru ditaklukkan kepada suku-suku Israel.[5] Sedangkan Yosua 22-24 menceritakan akhir kepemimpinan Yosua, pidato perpisahan dengan bangsanya, dan pembaruan perjanjian secara meriah di Sikhem.[6]
Jika membaca kitab Yosua dengan teliti, maka kita akan memeroleh kesan bahwa tanah Kanaan dalam waktu singkat direbut orang-orang Israel.[7] Ilmu purbakala menunjukkan bahwa pada waktu itu terjadi serangan bersenjata dan tempat-tempat penting direbut. Namun, tidak semua keterangan yang terdapat dalam kitab Yosua (termasuk direbutnya kota Yerikho) cocok dengan data arkeologi. Di bawah pimpinan Yosua, orang-orang Israel mampu merebut tempat-tempat strategis dari orang-orang Kanaan. Tempat-tempat tersebut merupakan basis pertahanan yang sangat kuat, sekaligus basis untuk mengembangkan wilayah. Tetapi mereka masih harus berjuang mempertahankan keberadaan mereka.
2.2 Latar Belakang Sejarah Kitab Yosua
Dalam Alkitab Ibrani, kitab Yosua adalah kitab pertama dari kumpulan kitab yang disebut Nabi-Nabi Terdahulu.[8] Disebut demikian karena pentingnya sabda-sabda kenabian yang terdapat dalam kitab Yosua. Selain itu, kitab Yosua dilihat sebagai jilid pertama dari kumpulan sejarah Deuteronomis (Ulangan).[9]
Pada 721 SM, orang-orang Asyur menghancurkan Kerajaan Utara, Israel. Selanjutnya, pada 587 SM, orang-orang Babel menghancurkan Kerajaan Selatan, Yehuda. Sedangkan ketika Yerusalem pada 587 SM jatuh, ada beberapa tempat yang dihancurkan, yaitu kota, Bait Suci, dan istana. Selain itu, pemimpin-pemimpin umat dibuang ke Babel. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa masa pembuangan merupakan masa tanpa harapan. Hal ini kemudian memunculkan berbagai macam pertanyaan dari umat Allah.[10] Karena Allah telah berjanji menjaga, melindungi, dan memimpin mereka. Namun, sekarang semuanya telah lenyap. Dalam konteks inilah sejarah Deuteronomis dituliskan.[11]
2.3 Tujuan Penulisan Kitab Yosua
Dalam konteks sejarah Deuteronomis, tujuan khusus dari penulisan kitab Yosua (dengan tekanan pada perebutan dan pembagian tanah), yaitu menunjukkan kesetiaan Allah akan janji-janji yang dibuat kepada para bapa bangsa dan Musa. Terutama janji akan tanah. Perlu diketahui bahwa tema utama dalam pentateukh adalah janji akan tanah. Janji tersebut terpenuhi dalam kitab Yosua, tujuannya untuk membangkitkan kepercayaan dalam hati umat akan janji Allah. Selain itu, Israel yang berada ditengah-tengah pembuangan dapat percaya pada penyelenggaraan dan kehadiran Allah. Pada saat yang sama, ketaatan pada Taurat merupakan sesuatu yang penting. Jika tidak, sesudah diampuni dan dikembalikan ke tanahnya, Israel akan menderita kehancuran.
2.4 Ketelitian Historis dalam Kitab Yosua
Berkaitan dengan ketelitian historis kitab Yosua, muncul pertanyaan mengenai laporan perebutan Tanah Terjanji pada abad XII SM. Karena dalam kitab Yosua terdapat inkonsistensi dan kontradiksi (misalnya 4:3,9 dan 8:3,12). Oleh karena itu, bagaimana cara memahami dua laporan yang saling bertentangan mengenai perebutan tanah sebagaimana terdapat dalam Yos 1-12 dan Hak 1:1-2:5? Kitab Yosua menggambarkan bahwa seluruh tanah telah direbut Israel. Sedangkan kitab Hakim-Hakim menunjukkan bahwa masing-masing suku secara perlahan-lahan merebut tanahnya sendiri dan tinggal berdampingan dengan orang-orang Kanaan di negeri itu.[12]
Dalam kitab Yosua, penulis menggunakan berbagai macam bahan, mulai dari dokumen-dokumen peristiwa sampai legenda. Selain itu, penulis memilih bahan-bahan yang dapat menekankan pandangan teologis. Bahkan penulis juga mencampurkan pidato-pidato yang disusun berdasarkan pandangan teologisnya dan disebar dalam keseluruhan kitab. Terkait dengan tradisi mengenai Yerikho dan Ai, kitab Yosua memberikan penjelasan panjang lebar tentang perebutan kedua kota itu.[13] Namun, hasil penggalian arkeologis menunjukkan bahwa kedua kota itu tidak direbut sesudah abad XIV SM. Sedangkan Ai dihancurkan sekitar seratus tahun sebelum Israel memasuki tanah itu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa kisah dalam kitab Yosua telah disederhanakan, disistematisasi, tidak lengkap, dipengaruhi pandangan teologis penulis, dan merupakan hasil penggabungan dari berbagai macam sumber.[14]
3. Membaca Kitab Yosua: Pendekatan Tanggapan Pembaca
Bagaimana kita membaca kitab Yosua amat bergantung kepada siapa kita mengalamatkan retorika perang suci tersebut. Alih-alih mengobarkan kebencian terhadap musuh-musuh, kitab Yosua bisa diarahkan kepada diri kita sendiri dalam rangka menelisik sumber-sumber tindak kekerasan di dalam diri dan kelompok kita. Pembacaan secara mendalam atas narasi tindak kekerasan, semestinya mengusik setiap penerimaan yang sedemikian gampang dari pihak kita atas tindak kekerasan tersebut, dan upaya memutlakkan kategori kita dan mereka. Kita juga bisa membaca kitab Yosua dalam rangka menghadapi tindak kekerasan di dalam diri kita, di dalam persekutuan iman kita, dan di dalam masyarakat sekitar kita. Selanjutnya akan ditunjukkan contoh pembacaan dari Yosua 1:1-18; 5:13-6:27; 24:1-18.
3.1 Stigmatisasi Terhadap Orang Lain (Yosua 1:1-18 – Orakel Perang Suci)
Sebagaimana digambarkan dalam Yosua 1:1-18, YHWH memerintah Yosua memimpin bangsa Israel dengan keyakinan dan keberanian. Oleh karena itu, Yosua (sang panglima perang) disebut sebagai sosok yang dapat diandalkan dan selalu dikenang di dalam kebaktian.[15] Selain itu, Yosua mempunyai kepedulian dalam menempa negara kebangsaan militer dari penduduk yang beraneka ragam. Dengan mengenang kemenangan-kemenangan besar di bidang militer, kitab Yosua membentuk cita rasa mengenai jati diri dalam kesetiakawanan.[16]
Terdorong oleh sikap tidak toleran yang ditakdiskan Allah, orang-orang Ibrani mengadu kekuatan melawan orang-orang Kanaan. Dalam kitab Yosua, orang-orang Israel adalah orang dalam. Sedangkan orang-orang Kanaan[17] adalah orang luar (orang lain) yang harus dibinasakan dalam peperangan. Oleh karena itu, terlihat bahwa retorika tindak kekerasan memainkan peranan penting dalam menegosiasi batas-batas sosial antara keduanya. Menjadi semakin jelas bahwa kitab Yosua memerlihatkan pentingnya pertikaian sosial di dalam lintasan sejarah Palestina. YHWH adalah Allah dari orang-orang yang tertindas, Allah yang berpihak pada kaum miskin, dan membebaskan orang-orang yang diperbudak.
Pada ayat 7b-8 diselibkan catatan peringatan, bahwa hidup tidak sehitam putih sebagaimana diisyaratkan dalam retorika perang. Karena keberhasilan tergantung pada ihwal memelihara keseluruhan Torah. Meskipun bahasa perang bersifat tegas dan jelas, keberhasilan serta pemenuhan janji YHWH tentang tanah tidak terjamin kepastiannya. Janganlah engkau lupa memperkatakan Kitab Taurat ini, tetapi renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab (hanya) dengan demikian perjalananmu akan berhasil dan (hanya dengan demikian) engkau akan beruntung (ayat 8).
3.2 Membetotkan Narasi Perang (Yosua 5:13-6:27 – Penaklukan Yerikho)
Pengepungan terhadap Yeriko mengandung aura ritus religius.[18] Lengkap dengan prosesi, lengkingan terompet dan tiupan sangkakala tanduk domba, serta pasukan yang mengusung tabut perjanjian. Jika logika peperangan mengutubkan orang-orang dalam (Ibrani) dan orang-orang luar (Kanaan), maka teofani yang terekam dalam ayat 13-15 serta peran kunci yang dimainkan Rahab menggugat setiap penafsiran picik serta sempit.[19] Rahab dan keluarganya adalah orang-orang luar yang menjadi orang-orang dalam oleh karena mereka mengakui kekuatan YHWH. Sedangkan Akhan[20] dan keluarganya adalah orang-orang dalam yang menjadi orang-orang luar oleh karena mereka tidak mengakui kekudusan YHWH. Rahab adalah lambang terbaik dari orang-orang luar, perempuan sundal dan asing yang berdiam di pinggiran (tembok kota Yerikho). Iman Rahab dan kebaikannya menohokkan gugatan serius menyangkut obsesi perang suci. Dengan demikian, Rahab membetotkan pandangan Israel tentang orang-orang luar.
Para pelaku utama dalam Kitab Yosua adalah para serdadu laki-laki. Semua orang dan seluruh bangsa mengacu kepada orang-orang yang telah disunat. Lihat misalnya Akhsa (Yos 15:13-19) dan anak-anak perempuan Zelafehad (Yos 17:3-6). Kaum laki-laki terjun berperang, sedangkan kaum perempuan terbilang di antara mereka yang dibantai. Akhan sendiri yang berdosa, namun seluruh keluarganya termasuk kaum perempuan dilempari batu hingga tewas. Tradisi religius diwariskan secara patrilenial, Torah dibacakan kepada kaum laki-laki. Berbagai perjanjian diadakan dengan orang tua-tua, para kepala, hakim dan pengatur pasukan yang semuanya adalah laki-laki. Hanya kaum laki-laki yang bisa menjadi imam dan mewakili sukunya. Selain itu, hak kepemilikan tanah dan warisan jatuh ke tangan laki-laki.
3.3 Allah Manakah yang Anda Ikuti? (Yosua 24:1-28 – Pertemuan Raya di Sikhem)[21]
Syahadat Historis Sikhem menunjukkan suatu dunia di mana YHWH menjadi pusatnya.[22] Suatu dunia yang menolak dan mengenyahkan semua kemungkinan dunia lainnya yang tidak memiliki YHWH. Di sini kitab Yosua tidak mengambil sikap nentral, bebas nilai atau deskriptif, tetapi bersikap partisan. Ketegasan syahadat tersebut menanam bahaya sektarianisme akan seorang YHWH satu-satunya. Atau menyediakan landasan bagi jihad Kristen, bersikap tidak toleran terhadap keberagaman. Dunia patriarkat Kitab Suci yang sedemikian kuat bercokol dapat membenarkan tindak kekerasan melawan berbagai penyimpangan.[23]
4. Penutup
Dalam keseluruhan kitab Yosua, kita mendengar dua suara teologi. Pertama, suara dogmatisme otoritarian, yaitu ketidakbersyaratan – kemutlakan – perjanjian. Kedua, suara tradisionalisme kritis. Suara pertama terdengar lantang dalam berbagai pidato, sedangkan suara kedua dalam aneka narasi. Berbagai pidato, imbauan, dan perjanjian tersebut bernada tegas dan jelas. Ada orang-orang dalam (Israel) dan orang-orang luar (Kanaan). Selain itu, ada kepatuhan kepada Torah dan pengkhianatan. Suara kedua tampil dalam berbagai kisah bernuansa dan kisah-kisah tangkisan yang menekankan keniscayaan dan keabsahan untuk menafsir, menerapkan, dan mengubah Torah seturut keadaan-keadaan baru. Baik Allah maupun Yosua menafsir hukum Musa secara kreatif, melalui reinterpretasi langsung atas sabda Allah dalam bingkai maknanya atau dalam terang berbagai peristiwa yang ditimbulkan oleh ketidakpatuhan. Selain itu, melalui penangguhan sementara atau pemenuhan sebagian atas perintah-perintah Allah. Kedua suara ini terdengar dari awal sampai akhir kitab dan dipertahankan dalam tegangan dialektis.
Berbagai narasi mengisahkan kemenduaan, orang-orang luar yang menjadi kekecualian, dan berbagai kelompok orang-orang Kanaan serta Israel yang tidak termasuk ke dalam inti utama bangsa Israel sejati. Demikianlah, eksklusivisme absolut dari berbagai pidato meliputi retorika penyuntingan kitab ini. Diperlembut narasi-narasi penyepadanan dan kisah-kisah jalan tengah yang mewarnai Kitab ini. Oleh karena itu, kitab Yosua menegaskan kembali jati diri umat Allah dengan berpaling kepada sejarah. Kitab Yosua juga menetapkan penanda-penanda yang jelas dan yang membedakan Israel dari para penindasnya. Narasi dalam kitab Yosua mengangkat ideologi tindak kekerasan dari para penindas Israel dalam rangka menegaskan identitas Israel. Ideologi yang dahulunya telah menggerogoti ciri dasar Israel kini digunakan untuk memaklumatkan keunikan mereka. Sidang pembaca kitab ini adalah warga negara atau rakyat Yosua. Retorika tindak kekerasan ditujukan kepada orang-orang dalam, bukan musuh-musuh dari luar.
Daftar Pustaka
Alkitab Deuterokanika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2009.
Bergant, Dianne dan Robert J. Karris (editor). Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Penerj. A.S. Hadiwiyata. Yogyakarta: Kanisius, 2002.
Browning, W.R.F. Kamus Alkitab. Penerj. Lim Khiem Yang dan Bambang Subandrijo. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007.
Groenen, C. Pengantar ke dalam Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Prior, John Mansford. “Yosua Penakluk, Yosua Tersalib: Membaca Kitab Yosua Pada Masa yang Risau.” Jurnal Ledalero, Vol. 2, No. 1, Juni 2003, 4-16.
Suharyo, I. Membaca Kitab Suci: Mengenal Tulisan-Tulisan Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 1995.
Weiden, Wim van der dan I. Suharyo. Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama. Yogyakarta: Kanisius, 2000.
[1] Dianne Bergant dan Robert J. Karris (editor), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, Penerj. A.S. Hadiwiyata (Yogyakarta: Kanisius, 2002), 231.
[2] Banyak pakar yang melihat Yosua sebagai samaran Raja Yosia, yang membuat upaya terakhir yang sia-sia untuk memperkokoh dan memapankan Kerajaan Utara melalui muslihat militer dan pembaruan Torah. Lih. John Mansford Prior, “Yosua Penakluk, Yosua Tersalib: Membaca Kitab Yosua Pada Masa Yang Risau,” Jurnal Ledalero, Vol. 2, No. 1, (Juni 2003), 15.
[3] I. Suharyo, Membaca Kitab Suci: Mengenal Tulisan-Tulisan Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 49.
[4] Penetapan jati diri bangsa Ibrani dengan mendorong kesatuan ke dalam dan menggariskan batas-batas yang tegas lagi jelas terhadap “orang-orang luar”. Lih. John Mansford Prior, “Yosua Penakluk, Yosua Tersalib: …”, 7.
[5] John Mansford Prior, “Yosua Penakluk, Yosua Tersalib: …”, 7.
[6] Bagian terakhir ini adalah inti atau puncak seluruh Kitab. Allah telah menunjukkan kesetian-Nya dengan memberikan tanah air kepada umat-Nya, sesuai dengan janji yang pernah diucapkan-Nya. Sekarang umat menyatakan dengan meriah bahwa mereka adalah milik Allah. Lih. I. Suharyo, Membaca Kitab Suci: …, 49.
[7] I. Suharyo, Membaca Kitab Suci: …, 50.
[8] Dianne Bergant dan Robert J. Karris (editor), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, 231.
[9] Yang termasuk dalam Kitab-Kitab sejarah Deuteronomis ialah Kitab Yosua, Hakim-Hakim, Samuel, dan Raja-Raja dan melingkupi periode dari perebutan Kanaan dalam abad XII SM sampai waktu pembuangan dalam abad VI SM. Kitab Ulangan seringkali dipandang sebagai pengantar Kitab-Kitab tersebut. Lih. Dianne Bergant dan Robert J. Karris (editor), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, 231.
[10] Mengapa Tuhan mengizinkan kehancuran dan kemusnahan semua ini? Umat terutama mempertanyakan, apakah mereka masih umat Allah dan apakah ada suatu dasar untuk percaya akan masa depan. Apakah Allah akan tetap setia pada janji-janji yang dibuat dahulu kala kendati semua yang telah terjadi? Lih. Dianne Bergant dan Robert J. Karris (editor), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, 232.
[11] Tujuan penulis ialah untuk menjelaskan bahwa Israel telah kehilangan semuanya karena kedosaan mereka. Tuhan telah memanggil umat agar setia kepada perjanjian, dan telah memperingatkan mereka mengenai konsekuensi ketidaksetiaan, tetapi umat telah berdosa. Sekarang, dalam pembuangan, mereka mengalami penghakiman Ilahi. Israel tidak setia kepada Yahwe, dan sejarah kedosaannya yang panjang telah membenarkan hukuman yang mereka derita. Selain itu, karya ini juga dimaksudkan untuk memberi dorongan kepada umat supaya bertobat dan kembali kepada Tuhan dan percaya bahwa Allah akan menepati janji-janji-Nya dahulu. Umat harus yakin bahwa seperti Allah di masa lalu menanggapi secara positif umat yang bertobat, begitu pula sekarang Allah akan mendengarkan seruan mereka dan akan mengampuni mereka kembali. Semua janji di masa lampau tetap berlaku, meskipun untuk sementara ditunda karena kedosaan umat. Pada waktu yang sama, janji-janji ini dapat berlaku sebagai dasar bagi masa depan, hanya jika umat mau bertobat. Lih. Dianne Bergant dan Robert J. Karris (editor), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, 232.
[12] Gambaran yang terakhir ini rupanya yang lebih dekat dengan kenyataan. Lih. Dianne Bergant dan Robert J. Karris (editor), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, 232.
[13] Ceritera tentang perebutan kota Ai dengan jalan lain memperlihatkan tangan Tuhan. Usaha pertama untuk merebut kota itu dengan kekerasan senjata gagal. Adapun sebabnya ialah umat tidak setia dan tidak taat kepada Tuhan. Setelah umat memulihkan kesalahannya barulah usaha kedua berhasil. Tuhanlah yang menyerahkan kota itu kepada umat yang taat dan setia. Lih. Cletus Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 1980), 125.
[14] Menarik untuk diperhatikan bahwa kebanyakan bahan dalam bab 1-12 yang berbicara mengenai perebutan tanah tampaknya dihubungkan dengan daerah Benyamin (18:11-28) dan tempat kudus Gilgal. Tampaknya tradisi dalam bagian pertama Kitab dikumpulkan dan diserahkan ke tempat kudus Gilgal. Daftar suku dalam bab 13-21, di pihak lain, berasal dari periode kerajaan. Sementara beberapa daftar yang dilekatkan di sini mungkin berasal dari masa Daud dan Salomo pada abad X SM, lainnya berasal dari periode Yosua abad VII SM, seperti dalam bab 20 dan 21. Orang hendaknya hati-hati untuk tidak terlalu cepat menerima kisah-kisah alkitabiah mengenai perebutan dan pembagian Tanah Terjanji seperti apa tampaknya. Kenyataan jauh lebih kompleks. Kita hendaknya selalu ingat bahwa pengarang lebih tertarik untuk mengambil makna dan arti dari peristiwa-peristiwa yang dikisahkan daripada melaporkan secara tepat apa yang terjadi. Makna dari peristiwa-peristiwa itulah yang hendaknya dipelajari orang mengenai Allah, diri-Nya, dan apa yang dituntut Allah dari kita. Lih. Dianne Bergant dan Robert J. Karris (editor), Tafsir Alkitab Perjanjian Lama, 232-233.
[15] Wim van der Weiden dan I. Suharyo, Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama (Yogyakarta: Kanisius, 2000), 25.
[16] John Mansford Prior, “Yosua Penakluk, Yosua Tersalib: …”, 10.
[17] Orang-orang Kanaan adalah musuh bukan karena mereka menindas orang-orang Ibrani seperti yang diperbuat orang-orang Mesir, melainkan mereka secara tidak sadar “menajiskan” orang-orang Ibrani itu secara ritual. Lih. John Mansford Prior, “Yosua Penakluk, Yosua Tersalib: …”, 11.
[18] Cletus Groenen, Pengantar ke dalam Perjanjian Lama, 125.
[19] Dalam teofani itu, YHWH menyatakan dirinya kepada Yosua sebagai “Panglima Bala Tentara Tuhan” (Yos 5:14). Ketika Yosua bertanya: “Kawankah engkau atau lawan?” YHWH menjawab: “(Dua-duanya) Bukan”. Demikian YHWH membetotkan logika perang suci persis saat perang dijelang, dan tentu teks ini disisipkan dengan maksud persis seperti itu. Pentingnya pewahyuan ini digarisbawahi lagi oleh penjajaran secara sengaja dengan teofani semak bernyala (Kel 3:5; 19:12): “Tinggalkanlah kasutmu dari kakimu, sebab tempat engkau berdiri itu kudus” (Yos 5:15). Lih. John Mansford Prior, “Yosua Penakluk, Yosua Tersalib: …”, 12-13.
[20] Akhan (1Taw 2:7). Setelah penghancuran Yeriko (Yos 6:24), beberapa barang rampasan bagi Tuhan dicuri oleh Akhan. Ketika Israel menderita kekalahan dalam kegagalannya merebut Ai, dicurigai bahwa seorang telah melecehkan larangan mengenai rampasan itu. Proses penyelidikan primitif menunjukkan Akhan, dan ia beserta keluarganya dirajam hingga mati. Lih. W.R.F. Browning, Kamus Alkitab, Penerj. Lim Khiem Yang dan Bambang Subandrijo (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2007), 9.
[21] Begitulah Yosua, pada akhir hidupnya (sekitar tahun 1200 SM), dapat mengumpulkan sejumlah wakil dari suku dan klan Semit di kota Sikhem dan membentuk suatu persekutuan politik atas dasar religius. Lih. Wim van der Weiden dan I. Suharyo, Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama, 25.
[22] John Mansford Prior, “Yosua Penakluk, Yosua Tersalib: …”, 14.
[23] John Mansford Prior, “Yosua Penakluk, Yosua Tersalib: …”, 14.