Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Ateisme modern merupakan aliran pemikirian yang menyangkal eksistensi Allah dan meluas sejak periode pencerahan (akhir abad kedelapan belas). Terdapat tiga ciri yang menandai ateisme modern, yaitu antroposentrisme (manusia sebagai penguasa dan penentu sejarah), otonomi manusia (melepaskan diri dari keyakinan dan tradisi), dan mengimani ilmu pengetahuan serta teknologi. Selanjutnya akan diuraikan pandangan, sumbangan, dan kritik terhadap pemikiran L. A. Fuerbach (1804-1872) serta K. Marx (1818-1883).
Fuerbach menegaskan bahwa agama merupakan hasil proyeksi diri manusia. Terkait dengan hal ini, manusia merupakan awal, pusat, dan akhir dari agama. Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan Fuerbach, Allah adalah ciptaan manusia. Manusia melemparkan hakikat dan sifatnya keluar. Kemudian memandang produk aktivitasnya tersebut sebagai entitas (person mandiri) yang lebih unggul daripada manusia. Person mandiri tersebut dinamai Allah. Melalui Allah manusia mampu mengenali dirinya. Selain itu, manusia senantiasa menyembah dan memohon kepada Allah. Perlu diketahui bahwa tindakan tersebut membuat manusia terasing dari dirinya sendiri.
Sedangkan menurut Marx, kehidupan sehari-hari dan struktur kekuasaan yang ada di dalam masyarakat tidak memungkinkan manusia mengejawantahkan sifat serta hakikatnya. Oleh karena itu, manusia mengarahkan diri pada agama (dunia khayal). Karena kehidupan nyata membatasi dan menindasnya. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan manusia beragama merupakan ekspresi dan protes terhadap berbagai macam penderitaan, penindasan, dan ketidakadilan. Dengan kata lain, agama menjadi opium atau candu di tengah masyarakat yang jauh dari kesejahteraan dan kebahagiaan.
Gagasan Fuerbach dan Marx merupakan tantangan bagi agama di tengah realitas manusia yang mengalami penderitaan, penindasan, dan ketidakadilan. Menurut Fuerbach, agama membuat manusia terasing dari dirinya sendiri. Sedangkan menurut Marx, agama merupakan tempat manusia melarikan diri dari realitas kehidupan. Terkait dengan hal ini, sejauh mana agama relevan di tengah masyarakat? Apakah agama sekadar meninabobokan masyarakat yang mengalami penderitaan, penindasan, dan ketidakadilan? Dengan demikian, agama harus mengevaluasi peran profetisnya di tengah masyarakat.
Terdapat tiga kritik yang dapat disampaikan terhadap gagasan Fuerbach dan Marx. Pertama, Fuerbach dan Marx tidak menjelaskan ada atau tidak adanya Allah yang menjadi kajian ateisme. Mereka hanya menjelaskan fungsi psikologis agama. Agama sebagai proyeksi diri manusia (Fuerbach) dan opium atau candu masyarakat (Marx).
Kedua, Allah bukan ciptaan manusia. Karena Allah pada dasarnya merupakan arah dan tujuan transendensi diri manusia. Realitas menunjukkan bahwa di negara maju rasa percaya masyarakat terhadap Allah tidak lenyap. Selain itu, negara dunia ketiga menjadikan agama sebagai pelopor praksis pembebasan melawan tirani.
Ketiga, umat beriman mengungkapkan sifat Allah dengan kata maha yang berarti tidak terbatas. Terkait dengan hal ini, kategori tidak terbatas tidak ditemukan dalam pengalaman manusia sehari-hari. Oleh karena itu, jika manusia mampu menyatakan Allah sebagai maha, maka pernyataan tersebut tidak bertolak dari pengalaman inderawi yang terbatas. Dengan demikian, pengandaian adanya Allah yang melampaui pengalaman inderawi (sehari-hari) tidak dapat dikatakan sebagai proyeksi dan opium.
Daftar Pustaka:
Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002.
Hardiman, F. Budi. Pemikiran Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche. Yogyakarta: Kanisius, 2019.
Suseno, Franz Magnis. Menalar Tuhan. Yogyakarta: Kanisius, 2006.
Tjahjadi, SP Lili. “Feuerbach dan Marx untuk Para Agamawan.” Dalam Filsafat untuk Para Profesional. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2016, 58-78.
——————–. Tuhan Para Filsuf dan Ilmuwan: dari Descartes sampai Whitehead. Yogyakarta: Kanisius, 2007.
Bagus Kawan kupasannya,
Saya punya ide untuk menjawab asumsi Feuerbach dan Marx,tp saya agak bingung membahasakanya.
Disini saya cuma bisa bilang” Ekspresi manusia untuk membuktikan tetang Allah ada pada ketenangan dan Jalan baru”
Bagus Kawan kupasannya,
Saya punya ide untuk menjawab asumsi Feuerbach dan Marx,tp saya agak bingung membahasakanya.
Disini saya cuma bisa bilang” Ekspresi manusia untuk membuktikan tetang Allah ada pada ketenangan dan Jalan baru”