Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Sejumlah orang menganggap Zen sebagai agama dan filsafat. Namun, berdasarkan perspektif sejarah, Zen berasal dari ajaran Buddhisme Mahayana. Terkait hal ini, Zen dibawa ke Tiongkok pada abad VI oleh Bodhidharma (470-543). Bodhidharma mengajarkan Buddhisme melalui meditasi, kemudian ia dianggap sebagai perintis Zen.
Terdapat empat gagasan penting dalam Buddhisme. Pertama, penderitaan (dukka), yaitu setiap makhluk hidup mempunyai kecenderungan mengalami penderitaan. Hal ini terlihat dalam siklus hidup manusia (lahir, tua, sakit, dan mati). Oleh karena itu, penderitaan merupakan fakta fisik dan mental yang tertanam dalam eksistensi setiap makhluk hidup.
Kedua, kesementaraan (annica), yaitu fenomena yang terdapat dalam eksistensi setiap benda. Perlu diketahui bahwa ajaran tentang annica dimaksudkan untuk menghindari dua ekstrim, realisme dan nihilisme.
Ketiga, ketiadaan diri atau tidak berinti (annata), yaitu tiadanya jiwa permanen dan kekal seperti substansi dalam diri manusia. Oleh karena itu, diri (self) bukan entitas tetap, melainkan entitas kosong (empty).
Keempat, nirvana, tathata, dan sunyata. Dalam Buddhisme, realitas absolut digambarkan sebagai pencerahan (nirvana). Sedangkan yang absolut dilukiskan sebagai kedemikianan (tathata) dan kekosongan (sunyata).
Sebagaimana diajarkan dalam Buddhisme, orang yang berhasil menghapus kehendak (ego) adalah orang yang sudah mencapai pencerahan (buddha). Orang yang sudah tercerahkan, menjadi satu dengan realitas absolut atau kebenaran absolut (tathata). Selanjutnya, akan diuraikan gagasan Shinichi Hisamatsu mengenai seni Zen.
Shinichi Hisamatsu (1889-1980) menguraikan tujuh ciri seni Zen. Pertama, asimetris (no rule), ketidakteraturan atau tidak seimbang. Kedua, kesederhanaan (no complexity), tidak rumit. Ketiga, sublimitas yang keras (no rank).
Keempat, alamiah (no mind), sewajarnya atau tidak dibuat-buat. Kelima, kedalaman dan kehalusan (no bottom). Keenam, bebas dari kemelekatan (non-attachment), tidak terikat atau tidak tergantung. Ketujuh, ketenangan (no stirring), tidak dibuat gelisah atau tidak dalam kegelisahan.
Daftar Pustaka:
Ali, Matius. Estetika: Pengantar Filsafat Seni. Jakarta: Sanggar Luxor, 2011.
————–. Filsafat Timur: Sebuah Pengantar Hinduisme dan Buddhisme. Jakarta: Sanggar Luxor, 2013.
Zaehner, Robert C. Kebijaksanaan dari Timur. Penerj. A. Sudiarja. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993.