Oleh: Yohanes Wahyu Prasetyo OFM
Teori-teori ilmiah seringkali diadopsi secara tentatif dan hati-hati. Terkait hal ini, metode ilmiah memungkinkan manusia menumbangkan berbagai macam mitos. Selain itu, metode ilmiah mempunyai jasa besar dalam memahami sifat alam semesta.
Para humanis menghargai kemampuan sains dan akal budi. Keduanya mampu mengungkapkan dan mendekatkan manusia pada kebenaran. Sains dan akal budi memungkinkan manusia peka terhadap kebenaran serta keyakinan.
Perlu diketahui bahwa manusia mempunyai kapasitas menghasilkan sistem kepercayaan palsu, kaya, dan menggoda. Misalnya, hampir setiap budaya mengembangkan kepercayaan kepada makhluk gaib dan yang adikodrati. Kepercayaan kepada benda magis, kekuatan psikis, prekognisi, dan ramalan akhir zaman.
Berhadapan dengan sistem kepercayaan tersebut, para humanis bersikap skeptis. Karena sistem kepercayaan yang diajukan sekadar merayu atau membujuk (woo). Namun, seringkali manusia terpesona dan meyakini sistem kepercayaan semacam itu. Padahal sistem kepercayaan tersebut telah dibantah, tidak kompatibel, dan eksklusif.
Menurut ilmuwan dan humanis seperti Carl Sagan, klaim luar biasa menuntut bukti luar biasa (extraordinary claims require extraordinary evidence). Jika kita menghargai kebenaran, penting bagi kita untuk menerapkan sains dan akal budi sebagai filter. Karena alasan inilah para humanis bersikeras menundukkan klaim religius dan menjunjung tinggi cara kerja ilmiah.
Sumber Bacaan:
Law, Stephen. “Science, Reason, and Scepticism.” Dalam Andrew Capson dan A.C. Grayling (editor). The Wiley Blackwell Handbook of Humanism. Chichester: John Wiley & Sons, 2015, hlm. 55-71.